Teknik perangkingan universitas ala ARWU yang sudah saya bahas di artikel sebelumnya, boleh dikatakan relatif sempurna dari sudut pandang penelitian dan akademik. Hanya sayangnya teknik dan rangkingnya kurang tersosialisasi dengan baik ke masyarakat. Lho kok bisa? Ini sebenarnya tidak aneh, peneliti di Universitas punya behavior lebih senang mempublikasikan karyanya ke journal ilmiah, serta memiliki jalur orbit dari conference ke conference. Masalahnya, masyarakat umum jarang sekali yang membaca publikasi journal ilmiah, mereka lebih banyak menikmati koran dan majalah. Masalah ini yang diperbaiki oleh The Times Higher Education Supplement (THES). Bekerjasama dengan QS Top Universities, THES menyajikan informasi rangking universitas yang dikemas dalam bentuk cetak (buku) maupun elektronik (situs web), bagi calon mahasiswa di seluruh dunia yang sedang memilih universitas untuk masa depannya. Bagaimana teknik yang digunakan THES-QS ini? Mari kita bahas. THES menggunakan 4 kriteria utama dalam menentukan skor rangking universitas di dunia, yaitu: Kualitas Penelitian (Research Quality) Kesiapan Kerja Lulusan (Graduate Employability) Pandangan Internasional (International Outlook) Kualitas Pengajaran (Teaching Quality) 4 kriteria diatas dijlentrehkan dalam berbagai indikator penilaian dimana masing-masing indikator memiliki bobot (weight) yang berbeda. Lengkapnya ada dalam gambar di bawah: Kriteria Kualitas Penelitian (Research Quality) memiliki bobot yang paling tinggi (60%). Dua indikator yang dinilai adalah yang pertama dari hasil Peer Review. Disebarkan angket online ke 190.000 akademisi dimana mereka diminta mengisi pertanyaan berdasarkan bidang kepakaran mereka, yaitu Arts & Humanities, Engineering & IT, Life Sciences & BioMedicine, Natural Sciences dan Social Sciences. Kemudian mereka diminta memilih 30 universitas terbaik dari wilayah mereka sesuai dengan bidang kepakaran tersebut. Indikator kedua adalah Citations per Faculty, alias berapa banyak publikasi paper dari peneliti (professor) di univesitas tersebut dan jumlah citation (kutipan) berdasarkan data dari the Essential Science Indicators (ESI). Kriteria Kesiapan Kerja Lulusan (Graduate Employability) memiliki bobot 10% dengan indikator penilaian Recruiter Review. Penilaian...
Ngajar dan Semarangan
Ada komentar menarik masuk, “Saya lihat sabtu minggu kemarin Mas Romi keluyuran di Udinus alias Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Ngapain mas?” Saya cerita dulu latar belakangnya. Jadi gini, saya ini numpang lahir di Madiun, selesaikan SD dan SMP di Semarang, kemudian masuk SMA Taruna Nusantara Magelang, dan setelah itu “nggeblas” ke Saitama University, Jepang. Kalau ditanya asal, saya jarang jawab Madiun, biasanya saya jawab Semarang. Yang pasti saya nggak akan jawab Jepang, karena nggak ada orang yang akan percaya, lha wong Jepang kok ireng (hitam) 🙂 Meskipun sebenarnya rekor saya menetap paling lama adalah di Jepang (10 tahun), di Semarang saya hanya tinggal 9 tahun (nyelesaikan SD dan SMP). Tapi, kota Semarang adalah kehidupan dan tempat belajar terbaik saya. Di Semarang saya menyaksikan bapak dan ibu saya jatuh bangun membangun perekonomian keluarga. Sekarang orang tua, kakak dan saudara saya kumpul, tinggal dan mencari nafkah di Semarang. Dan yang tidak terlupakan, di Semarang jugalah saya dulu pernah naksir ketua OSIS saya di SMPN 8, yang sekarang jadi istri saya … ehm (halah). Ya Semarang bagi saya adalah bekal kehidupan, awal belajar, asmara, dan mungkin pengalaman masalah truth, cry and lie (maaf nyomot punya letto). Lha apa hubungannya dengan Udinus? Saya nggak bisa mengatakan tidak ke pak Edi Nursasongko, sang legenda pendidikan Semarang, Rektor Udinus, ketika beliau dengan senyum khasnya itu mengatakan ke saya, “Alhamdulillah nek mas Romi mau sesekali pulang dan bantu-bantu ngajar di program pasca sarjana Udinus” 🙂 Begitulah awalnya, saya akhirnya jadi dosen terbang di Udinus. Sebenarnya tawaran ini menyenangkan bagi saya, karena saya rutin bisa mengunjungi orang tua dan kakak saya tercinta di Tlogosari. Bisa nginep dan makan lagi asem-asem atau brongkos buatan Ibu tercinta. Tentang materi ajarnya, seperti biasa saya kebagian ngajar yang berhubungan dengan software engineering dan antek-anteknya. Sabtu (15 september) saya ngajar Object-Oriented...
Teknik Perangkingan Universitas ala ARWU
Hiruk pikuk penerimaan mahasiswa baru di universitas adalah merupakan rutinitas tahunan. Mahasiswa berlomba-lomba mencari universitas terbaik yang dapat mendukung pendidikan, aktualiasi diri dan karirnya di masa depan. Di lain pihak, universitas baik yang baru terdaftar maupun yang bertaraf internasional atau malah hanya bertarif internasional :(, berlomba-lomba untuk mencari calon mahasiswa. Ada universitas yang mengejar sebanyak mungkin jumlah mahasiswa (kuantitas) dan ada juga yang mengejar sebaik mungkin mahasiswa (kualitas). Intinya untuk calon mahasiswa jangan bingung, untuk tips dan trik mengambil jurusan computing saya corat-coret juga di artikel ini dan itu. Iklan Universitas sebelum tahun ajaran baru mendominasi media massa baik cetak atau elektronik. Menawarkan layanan akademik dengan cara logis ataupun tidak logis, bahkan kadang yang ditawarkan tidak berhubungan erat dengan kualitas pendidikan. Misalnya gedung yang tinggi menjulang (meskipun hanya sewa), kemudahan diakses karena dekat dengan jalan tol, iklan yg memuat foto mahasiswi cantik dan mahasiswa yang gagah, ada hadiah handphone, kemudahan kredit laptop, motor atau produk lain. Bahkan pernah suatu universitas menawari kerjasama dengan saya (IlmuKomputer.Com), dan mengatakan bahwa IlmuKomputer.Com akan naik brandingnya karena universitas tersebut memegang rekor MURI dalam jumlah mahasiswa terbanyak di Indonesia? … ngoyoworo 😉 Bagaimana sih sebenarnya sebuah universitas dirangking? Ternyata di negara maju seperti Amerika, Jerman dan Kanada perangkingan universitas adalah sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Bahkan beberapa majalah internasional seperti Times, Asiaweek, dsb membentuk tim khusus yang melakukan penelitian dan membuat rangking universitas di dunia. Parameternya tentu saja lebih banyak ke arah academic approach, misalnya kualitas penelitian, jumlah publikasi internasional, rasio dosen per mahasiswa, prestasi alumni, jumlah penghargaan (nobel, turing), dsb. Ada juga teknik perangkingan universitas yang menghitung dari aksesibilitas situs universitas dan publikasi di google scholar, seperti yang dilakukan Webometrics. Malaysia juga cukup serius menggarap perangkingan universitas ini, karena sebagai panduan penting ketika mahasiswa memilih Universitas. Indonesia sayangnya agak ketinggalan,...
Buruknya Sistem Billing Fren
Mulai 15 Agustus 2007 lalu saya tidak bisa lagi melakukan koneksi Internet menggunakan nomor Fren (Mobile-8) saya, termasuk juga selalu gagal melakukan panggilan (calling). Pesan errornya adalah “… tidak bisa melakukan panggilan …”, seperti kalau kita terlambat membayar tagihan. Sebagai catatan, saya hanya menggunakan Fren untuk Internet dengan berlangganan paket Maxsurf 200. Sedangkan untuk pembayaran bulanan, Fren langsung mencharge otomatis ke credit card saya. Dan saat ini credit card saya tidak terkena masalah limit ataupun masuk masa expired. Jadi logika awal saya, tidak mungkin yang menyebabkan nomor Fren saya tidak bisa digunakan adalah karena adanya tunggakan tagihan. Karena sibuk dan harus ke sana sini, saya nggak ada waktu untuk kontak customer support Fren. Saya tersadar dan jadi pingin kontak ke customer support Fren karena kaget lihat tagihan di credit card saya. Ada tarikan dari Fren sebanyak dua kali berturut-turut untuk tanggal 20 dan 28 agustus 2007. Ini abnormal dan diluar jadwal tarikan bulanan yang biasanya dilakukan. Dari sini saya mulai curiga bahwa sistem billing Fren bermasalah alias kacau balau. Dugaan saya adalah: Fren terlambat (atau malah terlupa) mencharge tagihan bulanan saya melalui credit card Karena dianggap tidak ada payment, maka dilakukan blocking terhadap nomor Fren saya Meskipun kemudian bagian billing sudah mencharge double di tanggal 20 dan 28 agustus 2007, data ini tidak otomatis tersampaikan ke bagian pengaktifan nomor sampai saat ini Sabtu, 8 September 2007, akhirnya saya ada kelonggaran waktu untuk kontak customer support Fren. Berikut cerita lengkapnya, saya susun berdasarkan urutan waktu. 21:10 Mencoba telp 888, nyambung, cuman nggak pernah bisa ngomong ke Contact Center Representative-nya. Pesan yang saya terima karena contact center representative sibuk melayani pelanggan lain. Kira-kira perlu waktu 18 menit dan calling berkali-kali ke 888, sampai akhirnya bisa ngomong langsung ke Contact Center Representative. 21:28 Contact center representative yang...
Jadwal Ketat Badan Sehat
Beberapa minggu terakhir ini, kebetulan saya berkesempatan “menikmati” jadwal kegiatan yang super ketat. Saya pikir ini latihan dan terapi menarik untuk melihat seberapa jauh kondisi otak, fisik dan mental masih tetap sinergi mengikuti terpaan “tsunami” kegiatan 😉 Hanya saya sendiri merasa bahwa badan menjadi lebih sehat, meskipun anehnya tetap tidak menjadi lebih kurus … hehehe. Petualangan saya mulai dari markas Pustekkom (Diknas), Ciputat dari tanggal 20-21 Agustus 2007 untuk menyebarkan virus blogging. Tanggal 22-25 agustus berturut-turut dari pagi sampai malam ngajar CCNA di Brainmatics. Sabtu pagi subuh (26 Agustus) terbang ke Jogjakarta, tepatnya di Universitas Islam Indonesia (UII) untuk Technical Assistance program hibah dikti untuk kegiatan pengembangan e-Learning Fakultas Kedokteran UII. Sorenya langsung balik ke Jakarta lagi. Senin pagi (27 Agustus), sudah banyak jadwal meeting yang menunggu. Itupun harus berangkat dari rumah dengan beberapa baju karena Senin sore harus terbang ke Semarang karena ada undangan Selasa pagi (28 agustus) untuk mengisi seminar tentang Pemanfaatan IT untuk Pembelajaran di konggres Asosiasi Guru TI Indonesia (AGTI). Sempat mampir dan kangen-kangenan dengan orang tua tercinta di Tlogosari, Semarang sekitar dua jam. Siap-siap supaya nggak kepancal sepur balik ke bandara Ahmad Yani untuk terbang ke Jakarta lagi. Sampai jakarta sudah larut, kecapekan karena lalu lintas bandara macet total untuk peresmian patung oleh SBY. Hari berikutnya (29 Agustus), pagi-pagi cabut menikmati tol tarif baru JORR Rp. 6000 ke arah cikampek, Kantor Pemkab Bekasi di Cikarang Pusat. Ya, ada seminar sosialisasi e-Government di sana, dimana teman-teman Pemkab Bekasi minta saya ngisi. Hmm sampai di sini, capek dan ngantuk memuncak, tapi apa boleh buat harus kuat, paling nggak harus drive Suzuki Escudo kesayangan (yang sudah telat service) sampai Menara Bidakara (Brainmatics). Sudah ada lagi yang nunggu di sana untuk meeting … hehehe. Ops ternyata belum selesai (pyuh), hari jumatnya (30 agustus) harus berangkat jam 3 pagi dari rumah supaya bisa ikutan boarding di pesawat garuda ke...
DKV: Sekolah Calon Animator dan Graphic Designer
Melanjutkan artikel saya tentang tips dan trik memilih jurusan komputer, banyak mahasiswa yang cita-citanya menjadi animator (pembuat animasi dan karakter) dan graphic designer (desainer grafis) akhirnya harus melongo dan menyesal karena salah masuk ke jurusan komputer (computing). Atau akhirnya malah DO karena memang nggak senang dengan ilmu logika, pemrograman dan algoritma 🙂 Ya, jurusan komputer (computing) bukanlah tempat bagi orang yang ingin belajar lebih dalam tentang desain grafis, animasi, ilustrasi, periklanan, dsb. Tempat yang paling tepat adalah di jurusan atau program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) atau bahasa inggrisnya Visual Communication Design (VCD). Lho kan ada mata kuliah computer graphics di jurusan teknik informatika? Benar, hanya jangan sampai salah paham—seharusnya mata kuliah tersebut berfokus pada teori, konsep, dan pengembangan algoritma dalam bidang computer graphics. Mahasiswa memang sering mengeksplorasi lebih jauh melalui berbagai sumber di internet, meskipun kadang justru teralihkan oleh iklan yang muncul seperti oferty powitalne – bukmacher yang sering muncul di situs tutorial online. Namun, mata kuliah ini jelas tidak mengajarkan penggunaan software grafis atau animasi seperti Adobe Photoshop, Coreldraw, Gimp, atau Flash, sebab itu merupakan tanggung jawab orang desain komunikasi visual. Singkatnya, orang komputer mengembangkan teori dan algoritmanya, sementara desain grafis dan animasi tetap ditangani para ahli desain visual. Sayangnya banyak calon mahasiswa yang merasa gengsi masuk ke jurusan DKV karena biasanya ada di bawah fakultas Seni Rupa. Padahal sebenarnya ini bidang yang tepat untuk para calon desainer grafis dan animator. Secara disiplin ilmu, Desain Komunikasi Visual ini memiliki cabang ilmu diantaranya adalah: Ilustrasi, Fotografi, Tipografi, 3 Dimensi, Multimedia, Elektronik Media, Animasi, Periklanan, Percetakan, Penerbitan, dsb. Dan punya irisan yang sinergis dengan bidang ilmu komunikasi, ilmu sosial budaya, ilmu ekonomi, ilmu psikologi dan ilmu komputer. Jangan takut bahwa nanti kalau masuk jurusan DKV terus jadi gaptek komputer, justru di jurusan DKV itulah kita diajari konsep seni, visual,...
Tips dan Trik Memilih Jurusan Komputer
Mas, saya baru mo masuk kuliah, tapi saya sedang bingung mo ngambil jurusan apa? Apa sih sebenarnya bedanya jurusan Teknik Informatika, Sistem Informasi, Teknik Komputer dan Manajemen Informatika? Dan yang mana menurut mas Romi yang ke depannya bagus? (Adoy Chumaidi) Juli dan agustus adalah musim orang mendaftar kuliah. Jadi setiap tahun di kedua bulan ini saya ada ritual menerima banyak pertanyaan lewat YM atau email tentang pemilihan jurusan di bidang komputer (computing). Kalau jurusan lain misalnya Grogol atau Kampung Rambutan biasanya nggak tanya saya sih :). Saya coba rangkumkan beberapa jawaban yang biasanya saya berikan. Perlu kita garis bawahi dulu bahwa “secara konsep” kurikulum bidang komputer di Indonesia sudah cukup baik. Kurikulum Indonesia mengacu dan mengadaptasi Computing Curricula, yaitu panduan kurikulum bidang komputer (computing) yang diterbitkan secara bersama oleh ACM (the Association for Computing Machinery), AIS (the Association for Information System) dan IEEE-CS (the IEEE Computer Society). Beberapa dokumen usulan kurikulum yang diajukan APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer) saya lihat juga mengacu ke Computing Curricula 2001 dan 2005. Kalau kemudian ada pertanyaan kok pelaksanaan di lapangan tidak sebagus konsepnya. Ya banyak faktor yang masih menjadi masalah di Indonesia, kualitas SDM pengajar, infrastruktur, minimnya textbook yang baik, dsb. Mari kita perbaiki bersama-sama dan tidak perlu saling menyalahkan 🙂 Sekali lagi, Indonesia hanya mengadaptasi dan bukan mengadopsi Computing Curricula, artinya bahwa tidak semua nama jurusan dan nama mata kuliah di Indonesia sama “plek” dengan apa yang ada di Computing Curricula. Computing Curricula memberikan panduan tentang penyelenggaraan, penamaan mata kuliah beserta pembobotannya dan penyusunan kurikulum pada 5 jurusan, yaitu: Computer Engineering (CE, Teknik Komputer), Computer Science (CS, Ilmu Komputer), Information Systems (IS, Sistem Informasi), Information Technology (IT, Teknologi Informasi), Software Engineering (SE, Rekayasa Perangkat Lunak). Adaptasi dan acuan kurikulum di Indonesia adalah: Computer Science untuk program studi (jurusan) Teknik Informatika atau Ilmu Komputer Computer...
Kompetisi Business Plan dan Entrepreneurship di UKSW
Saya lihat 2-3 tahun terakhir ini mulai banyak universitas di Indonesia yang memasukkan tema entrepreneurship sebagai mata kuliah wajib atau pilihan untuk jurusan dan fakultas computer science. Tentu jalan entrepreneur adalah alternatif karir menarik bagi mahasiswa selain menjadi “tukang IT” dengan bekerja di perusahaan. Kebetulan tanggal 24 Juli 2007 kemarin saya diundang teman-teman ke UKSW Salatiga untuk ngisi seminar tentang entrepreneurship. Dilanjutkan dengan menjadi juri untuk kompetisi business plan di siang harinya. Saya bareng dengan pak Benny Ranti (UI, KADIN) dan pak Eka Simanjuntak (PT Wacana Tata Akademika). Cikal bakal kompetisi business plan adalah dari mata kuliah entrepreneurship di Fakultas Teknologi Informasi UKSW yang digawangi pak Johan. Total 50 proposal masuk, kemudian disaring menjadi 10 proposal untuk maju di babak final dimana peserta harus mempresentasikan dan mempertahankan proposal mereka. Parameter penilaian relatif agak diperingan, karena sebenarnya objective utamanya adalah untuk latihan. Dua aspek besar yang dinilai adalah dari konten (ide, originalitas, uniqueness, teamwork, logika bisnis, dsb) dan dari kemampuan presentasi (teknik penyampaian, kemampuan argumentasi, penggunaan waktu, penggunaan alat bantu, dsb). Yang bikin seru, karena presentasi di floor dan dihadiri seluruh mahasiswa, jadi mirip kontes Indonesian Idol hehehe. Jadi pingin bikin event IT Idol nih 😉 Tim bernama AdNix Software Developer menampilkan proposal bisnis membangun aplikasi manajemen sekolah. Tim AgriDigital Business ingin mencoba membangun pusat informasi untuk pertanian di wilayah salatiga dan sekitar (Joglosemar). Tim ITBay juga ingin membangun aplikasi manajemen sekolah, hanya keunggulannya adalah aplikasi lebih terintegrasi karena menyatukan berbagai fitur-fitur yang biasanya disediakan beberapa aplikasi yang berbeda (digital library, manajemen sekolah, manajemen finansial sekolah, dsb). Satu lagi yang cukup unik adalah sajian dari tim bernama MEISY, usaha yang pingin dibangun adalah “one stop service for pet” 😉 Mau membangun usaha perawatan, pemandian, pelatihan, pemrotretan, jual beli sampai biro jodoh untuk hewan piaraan (pet)....
4 Jenis Mahasiswa, Anda Termasuk Yang Mana?
Pada saat menjadi mahasiswa baik di program S1, S2 maupun S3 di Jepang, saya mengalami berbagai proses pembelajaran yang kadang bikin geli kalau mengingatnya sekarang. Proses belajar ternyata membuat jenis dan karakter saya berubah-ubah. Kadang saya nggak sadar dengan ketidakmampuan saya, tapi kemudian kenyataan menyadarkan saya bahwa saya tidak mampu, dan akhirnya setelah saya belajar keras saya jadi sadar apa saja kemampuan saya. Di sisi lain agak sedikit berbahaya ketika saya tidak sadar dengan kemampuan saya. Jadi kayak bunglon dong? Hmm lebih tepatnya bunglon darat ;). Terus saat ini anda termasuk jenis mahasiswa yang mana? Mari kita lihat bersama. 1. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Ketidakmampuannya (Unconsciously Incompetent) Tahun 1994, kehidupan saya di Jepang di mulai. Saya beserta 14 orang yang lain sekolah bahasa Jepang di Shinjuku, nama sekolahnya Kokusai Gakuyukai. 1 tahun belajar bahasa Jepang, kita berhasil menghapal sekitar 1000 kanji. Kemampuan bahasa Jepang level 1 menurut Japanese Language Proficiency Test alias Nihongo Noryoku Shiken. Kebetulan karena saya senang nggombalin orang ngomong, percakapan bahasa Jepang saya cukup terasah (pera-pera). Di Kokusai Gakuyukai, kita juga diajari pelajaran dasar untuk Matematika, Fisika dan Kimia. Ini juga nggak masalah. Kurikulum Indonesia yang padat merayap plus rumus-rumus cepat ala bimbel :D, membuat soal-soal jadi relatif mudah dikerjakan. Karena saya newbie di dunia komputer, padahal harus masuk jurusan ilmu komputer, saya beli komputer murah untuk saya oprek. Newbie? yah bener, saya gaptek komputer waktu itu. Saya kerja keras, saya bongkar PC, saya copoti card-cardnya karena pingin tahu, sampe akhirnya rusak hehehe. Terus nyoba mulai install Windows 3.1. Lebih dari 3 bulan, tiap malam saya keloni terus itu komputer, jadi lumayan mahir lah. Tahun 1995, masuk ke Saitama University dengan sangat PD dan semangat membara :). Nah pada tahap ini saya sebenarnya masuk ke jenis mahasiswa yang tidak sadar akan ketidakmampuannya. Dikiranya semua sesuai dengan yang...
Dapat Apa Sih di Universitas?
“Saya mahasiswi semester 4 jurusan Teknik Informatika di sebuah Univesitas di Semarang. Sudah hampir 2 tahun saya kuliah, cuman saya kadang merasa nggak tambah pinter, kalau tambah sibuk sih iya karena tugas dari dosen yang kayak tsunami 🙂 Pingin dengar pendapat mas Romi yang kabarnya waktu kuliah IPKnya 4.0 terus. Sebenarnya di kampus itu apa yang kita dapat sih mas?” (Novi – Tembalang, Semarang). Ini termasuk juga pertanyaan yang banyak masuk ke kotak email saya. Sudah keterima di universitas dan mulai belajar, tapi kadang masih nggak ngeh hakekat belajar 🙂 Lha katanya disuruh menimba air eh ilmu, nah ilmunya ini sebenarnya apa sih? Dik Novi, kita belajar itu, baik di sekolah, di kampus, di universitas dan di lembaga pelatihan untuk meningkatkan KSTAE atau kata orang betawi (a)PeKTeSiPeng, waduh apaan tuh? 🙂 KSTAE itu Knowledge, Skill, Technique, Attitude, Experience alias (a)PeKTeSiPeng (Pengetahuan, Keterampilan, Teknik, Sikap dan Pengalaman). Ini kalau kita ambil contoh orang belajar naik motor dan belajar di kampus, mungkin penjelasannya seperti di bawah: Knowledge (Pengetahuan): Kita jadi tahu bahwa di motor ada lampu, stang kemudi, rem, gas, spion, bel. Kita juga tahu cara bagian motor itu bekerja termasuk gimana njalaninya. Kalau kita belajar pemrograman, ya kita ngerti lah apa itu fungsi, apa itu variable, juga apa itu object, apa itu method, apa itu attribute. Kita juga diajarin banyak lagi pengetahuan, sistem basis data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman berorientasi objek, software project management, dsb. Pokoknya yang selama ini bikin pusing itulah knowledge. Lho kenapa bikin pusing? Soalnya kampus kadang nggak imbang ngasih knowledge dan keterampilan, alias besar teori daripada praktek 🙂 Skill (Keterampilan): Kita ngerti cara ngidupin motor. Supaya motor maju harus masukan gigi ke satu dan tekan gas. Kecepatan mulai tinggi masukin ke gigi dua, kalau ada halangan di depan injek rem. Kalau...