Siapkah Sekolah Menerima Internet?
Tema diskusi menarik dalam seminar yang diadakan oleh Forum Teknologi Informasi untuk Pendidikan (FORTIP) di Hotel Atlet Century Senayan, tanggal 27 Desember 2007. Saya sendiri membawakan materi berjudul “Memikirkan Kembali Internet untuk Sekolah”. Diskusi saya buka dengan bagaimana perkembangan teknologi informasi dan pemanfaatan Internet di berbagai bidang. Dan di balik semua manfaat itu, ternyata dunia Internet juga membawa sisi dunia gelap dan cybercrime, diantaranya adalah pornografi, cracking activities, carding dan software piracy. Siapkah sekolah menerima semua manfaat dan mudharat Internet itu?
Menariknya, Indonesia dengan penetrasi Internet yang relatif rendah (8%), tapi memiliki nama yang terang benderang dalam dunia cybercrime 🙂 Ini sebenarnya karena anak muda kita punya potensi yang bagus, tapi kurang adanya ajang untuk berkompetisi secara legal. Sedangkan pornografi sendiri bisa dicegah dengan tiga cara: hukum, teknologi dan socio-culture. Hukum dan teknologi relatif kurang efektif, dan boleh dikatakan bahwa pendekatan socio-culture, yaitu dengan membuat sang anak sibuk di Internet dengan berbagai penugasan dan kegiatan kreatif adalah solusi terbaik.
Bagaimanapun juga, menurut saya Internet masuk sekolah adalah program yang harus didukung oleh seluruh komponen bangsa. Karena Internet memiliki manfaat yang besar dalam pembentukan SDM generasi muda kita, yaitu:
- Membuka mata dan wawasan ke dunia luas
- Membentuk generasi yang kreatif, produktif dan mandiri
- Sumber ilmu pengetahuan tanpa batas
- Membantu mempermudah kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan berbagai otomasi dan sistem informasi
Adanya kesalahan pandang bahwa Internet masuk sekolah hanya membawa arti di bawah, harus segera diluruskan.
- Internet masuk sekolah = koneksi Internet masuk sekolah
- Internet = alat browsing, email dan chatting
- Internet = alat lihat gambar dan video porno
- Internet = tempat siswa mencari berbagai informasi secara bebas tanpa kontrol
- Internet = menggantikan peran guru secara keseluruhan
- Internet masuk sekolah = synchrounous learning
Syarat sekolah siap menerima Internet ketika pemahaman kita sudah sama bahwa Internet masuk sekolah berarti:
- Komputer dan koneksi internet bisa dinikmati seluruh siswa dan guru
- Konten pendidikan berbasis Internet bisa dinikmati seluruh siswa dan guru
- Proses kegiatan sekolah bisa didukung dan diotomasi oleh Internet (sistem informasi)
- Guru siap dengan konten pendidikan dan penugasan ke siswa sehingga siswa tidak terjebak ke konten negatif
- Siswa dan guru harus sadar Internet bisa mencetak generasi kreatif , produktif, dan mandiri, tapi juga bisa mencetak generasi busuk tak bermoral
Ada keluhan bahwa kita kekurangan SDM dan infrastruktur? Bisa kita mulai dari kreatifitas dengan peralatan dan skill sederhana. Model pendidikan kreatifitas ala Jepang lewat kompetisi di acara TV “Masquerade” dan Singapore dengan eksebisi dan kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran oleh siswa SD menjadi contoh yang baik pendidikan ke generasi muda. Sedangkan kita sendiri masih lebih menyukai kompetisi yang mengandalkan tampang dan menghamburkan uang lewat sms polling.
Mudah-mudahan masyarakat kita bisa segera sadar untuk “kembali ke jalan yang benar” membenahi otak kiri dan kanan generasi muda kita. Dan mulai meninggalkan kompetisi berhadiah besar yang berkutat di wilayah user interface (baca: pakaian indah, wajah cantik atau tampan) yang kadang semu. Ingat masih banyak anak muda kita yang meskipun bertampang “kutu kupret” tapi punya kreatifitas dan kecerdasan otak seperti Jerry Yang, Larry Page atau Sergrey Brin. Cuman kadang orang-orang seperti ini tidak bisa bersekolah tinggi karena kendala finansial. Ditambah lagi pasti gugur di babak awal kalau ikutan kompetisi masuk TV. Kalaupun ada yang bernasib baik menjadi pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja, hadiahnya biasanya impas dengan modal beli buku, tiket pesawat dan nraktir temen sekelas 🙂
Materi lengkap bisa didownload dari: romi-internetuntuksekolah.zip
Teman-teman wartawan dari beberapa media massa ternyata hadir di acara ini. Liputannya bisa dilihat dari beberapa link di bawah. Sebenarnya saya hanya sedikit menyinggung tentang masalah pornografi sebagai satu efek negatif Internet masuk Sekolah. Hanya saya lihat fokus liputan teman-teman wartawan malah di sisi Pornografinya 🙂
-
Bisnis Indonesia: Keterbatasan konten hambat penerapan e-learning
-
Republika: Sekolah tak Bisa Tangkal Situs Porno
-
Banjarmasin Post: Pelajar Penggemar Situs Porno Meningkat
-
Jawa Pos: 60 Persen Kunjungi Situs Porno
Tetap dalam perdjoeangan !
Hajimemashite!
Kebetulan melihat posting anda saat saya melongok ke ‘The Latest’ di blog-indonesia, dan hm, menarik sekali.
Pertanyaan saya, dengan koneksi anda, mungkin nggak ya, anda memulai dengan satu proyek memasukkan Internet ke sekolah tertentu. Sebaiknya bukan sekolah top, tetapi mungkin sekolahan di kampung tetapi masih dalam lingkungan ada saluran Internet cepat.
Mungkin dengan jalan itu dan hasilnya, terus ada contoh untuk memperluas ke sekolah-sekolah lain beberapa tahun mendatang. Tapi ah, saya cuma seorang penonton dari jauh, dan ini mungkin cuma angan-angan seorang penonton.
Tabik dari Amerika.
Setuju Pak Romi. Good posting 🙂
[TH]
# drt: Justru itu yang sedang dilakukan Depdiknas dengan berbagai program misalnya Jardiknas, dsb. Untuk mencoba masuk ke sekolah-sekolah. Yang saya tekankan bahwa jangan sampai terjebak bahwa Internet itu adalah infrastruktur, tapi juga konten.
# Hardjono: Ok terima kasih mas 🙂
Romi wrote:
“Syarat sekolah siap menerima Internet ketika pemahaman kita sudah sama bahwa Internet masuk sekolah berarti:
* Komputer dan koneksi internet bisa dinikmati seluruh siswa dan guru
* Konten pendidikan berbasis Internet bisa dinikmati seluruh siswa dan guru
* Proses kegiatan sekolah bisa didukung dan diotomasi oleh Internet (sistem informasi)
* Guru siap dengan konten pendidikan dan penugasan ke siswa sehingga siswa tidak terjebak ke konten negatif
* Siswa dan guru harus sadar Internet bisa mencetak generasi kreatif , produktif, dan mandiri, tapi juga bisa mencetak generasi busuk tak bermoral”
Menarik, pak. Saat mengambil laporan perkembangan pendidikan anak saya, saya sempat berdiskusi dengan beberapa orang tua mengenai internet. Kebetulan beberapa pekan sebelumnya sempat terjadi insiden karena dua siswa kelas 6 SD ketahuan menyimpan gambar dan alamat situs porno dalam flashdisk mereka.
Yang menarik, beberapa orang tua memutuskan untuk tidak memasang koneksi internet di rumah karena khawatir anaknya mengakses situs-situs porno, tapi membiarkan mereka ke warnet dengan alasan tugas sekolah. Padahal kedua anak tadi justru mengakses situs porno di warnet.
Sayang saya tak punya waktu banyak untuk menjelaskan tentang parental control.
Jangankan konten. Masalah infrastruktur saja saya kok masih sangsi. Takutnya nanti awal2nya doang bisa dipakai klak klik klak klik. Lalu ada yg bermasalah, dan karena gak ada biaya maintenance, akhirnya komputer rusak dan koneksi terbengkalai begitu saja :D. Kalau ada kompie yg gak rusak, akhirnya hanya dipakai karyawan/guru buat main Freecell atau solitaire :))
Tapi memang laik dicoba untuk evaluasi terlebih dahulu.
mungkiin perlu sosialisasi yang berkesinambungan,
karena banyak proyek pemerintah yang waktu pembukaannya begitu heboh
tetapi setelah beberapa waktu terbengkalai, banyak alasan klasik yang selalu timbul.
moga aja kedepannya lebih baik dan bermanfaat bagi banyak orang. amin
# Huda: Pengembangan konten dan infrastruktur itu harus berbarengan, kalau tidak nanti telat seperti sekarang. Warnet akhirnya jadi gamecenter karena content developmentnya telat.
# Wadiyo: Selama sistem kegiatan institusi pemerintah masih gaya proyek yang tidak terpadu seperti sekarang, kegiatan yang muncul dan turun akan terus terjadi 🙂 Ditambah dengan sistem anggaran yang baru turun di tengah tahun dan bahkan ada yang akhir tahun. Semakin nambah repot pelaksana di lapangan.
Semua teknologi pasti ada sisi negatifnya. Tidak hanya teknologi saja sih, semua aspek kehidupan manusia memiliki “Yin dan Yang”.
Mengeliminasi sisi negatif adalah hal yang bisa dibilang mustahil, jadi daripada menghabiskan energi di upaya menghilangkan sisi negatif, energinya dipakai untuk memaksimalkan sisi positifnya sehingga sisi negatifnya tidak memiliki peluang untuk “hidup”.
Setuju dengan pendapat anda mengenai “kompetisi”, bangsa ini lebih melihat penampilan luar (tampang, harta dsb) daripada isi kepala. Sudah saatnya kita menggeser paradigma ini bersama-sama, kita-kita yang paham hal ini lah yang punya tanggung jawab, kalau bukan kita, siapa lagi?
“Smart is sexy” adalah slogan ‘pemasaran’ untuk pendidikan di tahun 2008. Setuju? He he he
Mungkin ketakutan terbesar adalah internet = porno. Pada awal2 inet masuk sekolah, bisa jadi banyak yang buka situs yang “asusila” dan “amoral”. Tapi saya yakin, lama kelamaan, seiring siswa makin terbiasa dengan internet, mereka menyadari ada hal lain yg lebih menarik daripada mencari hal-hal yang asusila.
suatu kehormatan bisa duduk di sebelah sampean waktu itu 😀
mmm..kalo menurut saya, seperti penjelasan mas romi diatas, sebagai poin penekanan ada pada peningkatan “kesibukan” si siswa untuk mencari tugas yang dibebankan oleh guru. Sehingga ketika ia memulai koneksi internet, “purpose” utamanya adalah mencari bahan2 tugas.
Nah, sekarang ini, terkadang “purpose” kita dalam berinteraksi ke dunia maya hanya untuk yang negatif, sehingga ya kita terdrive untuk menggunakan sisi kemudharatan dari internet itu sendiri.
Jadi peningkatan kuantitas tugas dan “pendekatan” guru yang memberikan penyuluhan akan pentingnya internet dari sisi positif, dan JANGAN dibandingkan dengan sisi negatifnya “directly”..karena sebagai manusia, ketika kita dijelaskan pula sisi negatif dari internet, malah terkadang penasaran untuk mencarinya…hehe.
sukses terus ya mas..
Wassalam.
# Avianto: Cocok mas, setuju
# Dicky: Ya mas. Sekali lagi saya yakin bahwa relatif susah memberantas pornografi secara teknologi dan hukum. Meskipun tetap keduanya harus kita lakukan. Asal ada penugasan dari guru, pengaksesan Internet oleh siswa akan terkontrol secara alami
# Ndoro Kakung: Wah ini kebalik mas, suatu kehormatan bagi saya bisa duduk dengan seleb blog seperti mas Wicak, yang ulasan setiap hari jumatnya saya selalu nikmati …hihihi
# Mr. K: OK setuju. Hanya tetap sisi negatif itu tidak masalah kita perkenalkan kok. Seperti juga pendidikan sex perlu diberikan ke siswa, untuk menghindari wacana free sex di kalangan generasi muda 🙂
semoga guru siap untuk mengembangkan content utk pengembangan e-learning. OOT, kadang miris melihat kelas yang katanya berstandard int’, guru cukup bertanya siapa yang tahu suatu konsep and then jika yang ‘ngacung’ 4 anak (artinya sisanya ga ngerti) jadiin deh 4 anak itu leader, tinggalin kelas, minta jemput lg ma ketua kelas, presentasi deh tuh siswa/i. Ga ada penjelasan (dimana posisi sbg fasilitatornya?), so kontrol dari pendidik harus utama, jangan siswa disuruh ngeprint terus, makin tebel yang dikumpul makin OK nilainya. Ayo dong pak Romi kemampuan guru harus di-upgrade terus ma orang2 macem bapak ni.
# Wiwik: Yap itu dia juga ketakutan saya 🙂 Jujur saja permasalahan dunia pendidikan dari dulu kan SDM, bukan sistemnya yg boleh dikatakan relatif tidak masalah. Kalau dulu guru bawa buku masuk kelas dan sekretaris kelas disuruh mencatat di papan tulis, terus sang guru diam, baca koran atau ngerjain yang lain. Kalau sekarang karena semakin modern ya gaya guru seperti yang bu Wiwik sebutkan 🙂
Program Internet Masuk Sekolah.. perlu di dukung, secara BERKESINAMBUNGAN, sebab kalo bangsa ini hanya rutinitas2 yang ada tanpa ada loncatan maka kita semakin tertinggal, dan ndak ada bedanya sama kita sebelum tahun ’45
tulisan dr mas Romy sedikit menyindir saya 😛
# Agus: Yup setuju mas …
# Toim: Waduh, mudah-mudahan bukan di bagian katrok tur ndesonya …heheh
Setiap perubahan pasti membawa dampak baik dan buruk,
pandai-pandailah menghitung seberapa baik dan seberapa buruk efek dari perubahan itu. Jangan sampai salah keyword…
dan saya sangat setuju dengan perubahan tampilan blog ini, makin seep aja… gak nyambung ya…. 🙂
Bravo pak Romi, teroes beroebah.. teroes bergerak.. teroes berdjoeang dan tetap semangat
Porno (baca: sex) memang selalu jadi kambing hitam ketika kita berbicara masalah Internet
jadi yah wajar jika di jadikan headline 🙂
aniwey, nice article Mas, akhirnya saya dapet istilah baru (pornografi sendiri bisa dicegah dengan tiga cara, hukum, teknologi dan socio-culture.) untuk masalah pornografi ketika menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan internet .. *tuh kan porno lagi :))
# CB: setuju …
# Yudha: Rumusan sebenarnya sex itu belum porno dan porno itu belum tentu sex … hehehe makin pusing tho
Romi wrote:
Mudah-mudahan masyarakat kita bisa segera sadar untuk kembali ke jalan yang benar membenahi otak kiri dan kanan generasi muda kita. Dan mulai meninggalkan kompetisi berhadiah besar yang berkutat di wilayah user interface (baca: pakaian indah, wajah cantik atau tampan) yang kadang semu. –> pas sekali dengan kondisi di tanah air tercinta kita sekarang mas.
buat mas Romi tetep semangat buat memajukan pendidikan, khususnya dunia IT di Indonesia
satu kata “perubahan”, memang ga mudah dilakukan. ups.. jangan menyerah, harus kita mulai SEKARANG juga. demi Indonesia tercinta.
Terima kasih kepada pa romi yang telah mengangkat masalah ini, mungkin ini yang namanya peluang emas berbuah blunder apabila tidak dikelola dan dimonitoring hal ini bisa menjadi bumerang. Tetapi seandainya kita hanya memikirkan negatifnya saja kita tidak akan bangkit dan berusaha memanfaatkan internet itu padahal internet itu merupakan guru, perpustakaan dan gudang ilmu yang unlimited. Mungkin itulah yang harus kita pikirkan orang-orang yang mengerti dan peduli.
hambatan di Indonesia pasti mengenai dana, mulai dari pengadaan infrastruktur yang mahal, biaya internet yang mahal “padahal net onet”, pendidikan yng mahal sehingga SDM kita yang kurang siap, padahal apabila kita tengok sedikit anggraran dana yang tertuang pada program kerja depdiknas setiap tahun dan alokasi dana pendidikan setiap tahunnya seperti contoh dibawah ini
ALOKASI ANGGARAN PUSAT DAN DAERAH
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 2007
Jumlah alokasi anggaran pusat dan daerah (Dekonsentrasi) Direktorat Jenderal Mandikdasmen tahun anggaran 2007 berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebesar Rp. 19.854.513.000.000,- (sembilan belas triliun delapan ratus lima puluh empat milyar lima ratus tiga belas juta rupiah), terdiri dari:
APBN Rupiah Murni sebesar Rp. 18.978.313.000.000,-(delapan belas triliun sembilan sembilan ratus tujuh puluh delapan milyar tiga ratus tiga belas juta rupiah) dan
APBN Pinjaman Hibah Luar Negeri Rp. 876.200.000.000,- (delapan ratus tujuh puluh enam milyar dua ratus juta rupiah).
seharusnya internet sudah masuk sekolah dan tidak ada sekolah yang seprti kandang ayam.
saya menanggapi dengan apa yang saya bisa kerjakan saja mas,
saya membuat dan menyediakan themes2 gratis buat engine AuraCMS (CMS Lokal).
Software ini terbukti sudah banyak dipakai oleh situs2 sekolah kita karena hadir dengan bahasa yang lebih akrab, simple dan gampang dipelajari…
Daripada pusing liat duit anggaran trilyunan tp nggak tau kemana perginya:-)
hehe no offense!
Terima kasih Saudara Romi,
Artikelnya bagus dan saya sudah menggunakan sebagian artikel anda di:
http://e-pendidikan.net/pornografi.html
Semoga sukses selalu
Phillip
# Philip: Ok silakan mas, mudah-mudahan bermanfaat
# ConradSharry: Great job mas
jadi ingat kata guruku STM dulu saat internet masuk ke sekolah
“ngapain sih pakai internet segala? kalau mau ngebokep kan bisa di warnet aja.”ck ck ck
dan saat kubuat milis untuk sekolahku, sampai sekarang masih sepi. lom digunain dengan baik. padahal pembuatannya sudah melalui birokrasi sekolah
# Adi: Tetap berdjoeang mas, jangan pantang menyerah 🙂
salam kenal pak Romi
saya dari Madiun
saat ini saya sedang mengembangkan elearning, kalau melihat tulisan diatas saya sangat tertarik pak. Web elearning yang ada saat ini kalau kita lihat konten-nya hampir sama semua terutama untuk perguruan tinggi. Saya ingin belajar mohon bantuan dan bimbingannya.
dengan menggunakan CMS apa sudah cukup untuk pengembangan elearning. Contoh http://kuliah.dinus.ac.id/moodle
salam
# Anang: eLearning itu punya tiga komponen, sistem (LMS), konten (text or multimedia content) dan infrastruktur. Paling tidak kalau sudah memuat tiga hal itu ya memang elearning.
Wah saya setuju dengan pendekatan socio-culture yang membuat anak sibuk dengan berbagai penugasan tersebut. Dalam pengalaman saya kuliah di luar negeri, yang paling kerasa beda adalah jumlah tugasnya. Kuliah di Indonesia relatif santai, sedangkan di luar negeri tugasnya bejibun. Secara tidak langsung menggarap tugas membuat kita hapal dan memahami ilmunya.
Tapi pengajar di Indonesia juga kurang gajinya sehingga kadang mereka malas ngasih banyak tugas karena nanti mereka jadi sibuk membuat tugas dan menilai tugas.
Susah emang..
kaya iklan2 yg dTv itu loh.yang internet masuk desa.penggunaannya diawasi oleh guru sehingga dapat bermanfaat.
Saya teringat suatu ketika membaca sebuah harian koran Republika, disana ada sebuah pembahasan yang menarik tentang siapkah sekolah menerima internet. Ada sebuah pembahasan yang menarik dari para penggagas Jardiknas, mereka menuturkan bahwa problematika pemanfaatan internet di indonesia sebenarnya terdapat pada level pemanfaatan internet di dunia pendidikan. Mereka mengutip kriteria pemanfaatan internet yang dikeluarkan Unesco. Tahap pertama adalah emerging yaitu tahapan masyarakat baru menyadari pentingnya TIK, biasanya pada negara tertinggal. Tahap kedua yaitu applying yaitu tahapan masyarakat baru mempelajari TIK (learning how to use ICT). Tahap ketiga yaitu integrating yaitu belajar mengintegrasikan TIK untuk perkembangan dunia pendidikan. Tahap keempat adalah transforming yang berarti TIK menjadi katalis terhadap efektifitas dan efisiensi pembelajaran serta reformasi pendidikan secara umum.
Pengakses internet di Indonesia menurut mereka masih berada di di tahap kedua yaitu applying internet. Jadi tidak heran jika pengguna internet di Indonesia, masih menurut mereka, gampang tergoda dengan ketersediaan situs-situs tidak senonoh.
Lanjut mereka, bila Indonesia ingin terle[as dari jerat amoralitas internet maka pendekatan yang harus dilakukan adalah membawa para pengguna internet pada tahap ketiga. Pada tahapan ini, pengguna internet akan berpandangan internet hanya sebagai media untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Dengan begitu internet dan komputer tidak menjadi tujuan melainkan hanya alat. Terima kasih atas kesempatannya menulis komentar. Barakallahu fikum.
mas romi mohon izin beberapa tulisan mas romi yang berkaitan sekolah dan media pembelajaran, saya copy dan di posting di blog mgmp matematika sukabumi agar teman-teman guru bisa menyerap ilmunya. terimakasih
salam
Beberapa saat lalu, saya membaca tentang adanya Jardiknas. Sehingga saya bersama Indowebmaker.com, kami membuat IndoEdukasi, situs sekolah murah.
Namun demikian, tanggapan sekolah masih dingin2 saja, seolah belum mengetahui pentingnya internet dan website untuk dirinya
teknologi dapat dimanfaatkan atau tidak, tergantung dari bagaimana edukasi dasar setiap individu…
meskipun semua orang telah terkoneksi internet, kebanyakan akan dipergunakan untuk hal2 yang tidak terlalu bermanfaat…
kembali kepada kita sendiri sebagai manusia…
mau memanfaatkannya apa tidak…
artikel yang sangat menarik Mas,.!! begitu menariknya bagi saya; saya berniat untuk menyadur artikel ini dan memuatnya pada website http://www.tapselkab.go.id
justru di situ letak masalahnya; apakah Mas Romi mengizinkan saya untuk menyadur artikel ini ( juga artikel-artikel lainnya dalam blog ini ) untuk kemudian saya muat di web site kami dan portal intranet kami,..??
Terimakasih.
Sukses selalu Untuk Anda.!!
minim sekali penetrasi internetnya ya…
padahal dgn jumlah penduduk banyak… klo penetrasinya besar.. gw yakin bisa mampu bersaing dengan negara2 maju dalam hal IT kayak india
Terimakasih mas rom…
Emanx Benar kata Pak Rom,,
Sekarang Internet
banyak Yang salah Menggunakan’a..
Thank’s..:)
terima kasih atas informasinya..
semoga dapat bermanfaat bagi kita semua 🙂 Double Cabin
siap ga siap harus maw pak, apalagi dewasa ini semua roda kegiatan selalu berhubungan dengan Internet.. Salam