Meluruskan Salah Kaprah Rekayasa Perangkat Lunak
Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering), sedikit mengalami pergeseran makna di realita dunia industri, bisnis, pendidikan maupun kurikulum Teknologi Informasi (TI) di tanah air. Di industri, para tester, debugger dan programmer sering salah kaprah menyandang gelar Software Engineer. SMK di Indonesia juga latah dengan membuka jurusan Rekayasa Perangkat Lunak, meskipun secara kurikulum hanya mengajari bahasa C atau Pascal (mungkin lebih pas disebut jurusan pemrograman komputer) 😉 Tulisan ini berusaha meluruskan salah kaprah yang terjadi tentang Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering) berdasarkan kesepakatan, acuan, dan standard yang ada di dunia internasional.
Sejarah munculnya Rekayasa Perangkat Lunak sebenarnya dilatarbelakangi oleh adanya krisis perangkat lunak (software crisis) di era tahun 1960-an. Krisis perangkat lunak merupakan akibat langsung dari lahirnya komputer generasi ke 3 yang canggih, ditandai dengan penggunaan Integrated Circuit (IC) untuk komputer. Performansi hardware yang meningkat, membuat adanya kebutuhan untuk memproduksi perangkat lunak yang lebih baik. Akibatnya perangkat lunak yang dihasilkan menjadi menjadi beberapa kali lebih besar dan kompleks. Pendekatan informal yang digunakan pada waktu itu dalam pengembangan perangkat lunak, menjadi tidak cukup efektif (secara cost, waktu dan kualitas). Biaya hardware mulai jatuh dan biaya perangkat lunak menjadi naik cepat. Karena itulah muncul pemikiran untuk menggunakan pendekatan engineering yang lebih pasti, efektif, standard dan terukur dalam pengembangan perangkat lunak.
Dari berbagai literatur, kita dapat menyimpulkan bahwa Rekayasa Perangkat Lunak adalah:
Suatu disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak, mulai dari tahap awal requirement capturing (analisa kebutuhan pengguna), specification (menentukan spesifikasi dari kebutuhan pengguna), desain, coding, testing sampai pemeliharaan sistem setelah digunakan.
Kalimat “seluruh aspek produksi perangkat lunak” membawa implikasi bahwa bahwa Rekayasa Perangkat Lunak tidak hanya berhubungan dengan masalah teknis pengembangan perangkat lunak tetapi juga kegiatan strategis seperti manajemen proyek perangkat lunak, penentuan metode dan proses pengembangan, serta aspek teoritis, yang kesemuanya untuk mendukung terjadinya produksi perangkat lunak.
Kemudian tidak boleh dilupakan bahwa secara definisi perangkat lunak tidak hanya untuk program komputer, tetapi juga termasuk dokumentasi dan konfigurasi data yang berhubungan yang diperlukan untuk membuat program beroperasi dengan benar. Dengan definisi ini otomatis keluaran (output) produksi perangkat lunak disamping program komputer juga dokumentasi lengkap berhubungan dengannya. Ini yang kadang kurang dipahami oleh pengembang, sehingga menganggap cukup memberikan program yang jalan (running program) ke pengguna (customer).
Rekayasa Perangkat Lunak bukan merupakan cabang ilmu Computer Science yang mempelajari tentang technical coding. Ini yang sering salah kaprah dipahami, sehingga pelajar, mahasiswa atau bahkan calon dosen 😉 shock ketika dihadapkan dengan buku-buku textbook Rekayasa Perangkat Lunak yang selalu tebal dengan penjelasan sangat luas tentang bagaimana perangkat lunak diproduksi, dari aspek requirement capturing, desain, arsitektur, testing, kualitas software, sampai people/cost management. Dan ini adalah suatu kesepakatan yang sudah diterima umum tentang Rekayasa Perangkat Lunak, sejak jaman Roger S Pressman menulis buku “Software Engineering: A Practitioner’s Approach”, sampai Ian Sommerville yang kemudian datang dengan buku “Software Engineering” yang sudah sampai edisi ke 7, maupun pendatang baru semacam Hans Van Vliet, Shari Lawrence Pfleeger maupun James F Peters.
Terus bagaimana kalau kita ingin memperdalam masalah technical coding dan programming? Ada dua cabang ilmu lain yang membahas lebih dalam masalah ini, yaitu: Algoritma dan Struktur Data, dan Bahasa Pemrograman.
Kok bisa begitu, dasarnya darimana? Jadi pada hakekatnya, sebagai sebuah disiplin ilmu, Computer Science itu juga memiliki definisi, ruang lingkup, klasifikasi dan kategorisasinya. Klasifikasi yang paling terkenal dikeluarkan Task Force yang dibentuk oleh IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) dan ACM (Association for Computing Machinary (http://acm.org)) yang dipimpin oleh Peter J Denning, yang kemudian terkenal dengan sebutan Matriks Denning. Sangat jelas bahwa Matriks Denning memisahkan antara cabang ilmu Software Engineering dengan Algoritma dan Struktur Data, serta Bahasa Pemrograman. Itulah di paragraf awal saya sebut bahwa lebih tepat SMK, akademi atau universitas menggunakan nama jurusan (atau mata kuliah): Pemrograman Komputer, Algoritma dan Struktur Data, atau Bahasa Pemrograman, kalau memang materinya hanya mempelajari masalah bahasa pemrograman secara teknis.
Nah terus pertanyaan kembali muncul, jadi sebenarnya apa yang menjadi ruang lingkup ilmu Software Engineering itu apa? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan banyak orang, semakin banyak peneliti dan praktisi menulis maka semakin bervariasi pemahaman yang muncul, semakin banyak buku yang terbit semakin membingungkan pelajar dan mahasiswa dalam memahami secara komprehensif apa itu Rekayasa Perangkat Lunak.
Kegelisahan ini dijawab tuntas oleh IEEE Computer Society (http://computer.org) dengan membentuk tim di tahun 1998 dimana tim tersebut mulai menyusun pemahaman standard (body of knowledge) tentang bidang ilmu Software Engineering, yang kemudian terkenal dengan sebutan SWEBOK (Software Engineering Body of Knowledge). Sudah ada dua versi SWEBOK ini, yaitu yang diterbitkan tahun 1999 dan terakhir tahun 2004.
Tiada gading yang tak retak kata orang bijak, project IEEE Computer Society tentang SWEBOK ini sebenarnya juga banyak dikritik oleh pakar yang lain. Paling tidak dua tokoh besar dunia Software Engineering yaitu Cem Kaner and Grady Booch tidak terlalu setuju dengan materi yang ada di dalam SWEBOK, bahkan menyebutnya sebagai sebuah guide yang misguided 😉 Terlepas dari hal itu, boleh dikatakan SWEBOK cukup bisa diterima banyak pihak.
Selain SWEBOK, sebenarnya ada project lain yang mirip dalam usaha menyusun pemahaman standard dalam bidang Software Engineering, yaitu CCSE (Computing Curriculum Software Engineering). Project ini juga disponsori oleh IEEE Computer Society dan ACM , hanya orientasinya sedikit berbeda, yaitu untuk membentuk kurikulum standard berhubungan dengan bidang ilmu Software Engineering. Hal ini berbeda dengan orientasi SWEBOK yang lebih umum melingkupi dunia akademisi dan praktisi.
Catatan: Edisi lengkap dari tulisan ini dapat dibaca di majalah SDA Magazine edisi Juni 2006.
REFERENSI
[1] Guide to the Software Engineering Body of Knowledge 2004 Version (SWEBOK), A Project of the IEEE Computer Society Professional Practices Committee, http://www.swebok.org, 2004.
[2] IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology, IEEE Std 610.12-1990, Institute of Electrical and Electronics Engineers, New York, 1990.
[3] Hans Van Vliet, Software Engineering – Principles and Practice, John Wiley & Sons, 2000.
[4] Peter J Denning, Computer Science: the Discipline, In Encyclopedia of Computer Science (A. Ralston and D. Hemmendinger, Eds), 1999.
[5] James F. Peters and Witold Pedrycz, Software Engineering: An Engineering Approach, John Wiley & Sons, 2000.
[6] Roger S. Pressman, Software Engineering: A Practitioner’s Approach Fifth Edition, McGraw-Hill, 2004.
[7] Ian Sommerville, Software Engineering 7th Edition, Addison-Wesley, 2004.
Di dunia ini khususnya negara kita, yang laku sesuatu yang ruwet dan salah kaprah Om, yg bener malah nggak laku, sementara target jangka pendek orang-orang yaitu laku dan jadi duit, masalah nantinya tinggal alasan nasib. 🙂 🙁
makanya jek, negara kita jarang disebut negara pengembang.
negara kita adalah negara latah. Ikut2 an yang sedang ngetrend, walaupun jangka waktunya sekejap yah ikutan nasib seperti Dody bilang.Untung ada pa romi. Untung juga semuanya ga kaya dody, ngikutin nasib.
Percaya deh, kalo negara kita terkenal jadi negara pengembang, negara kita dapat menghasilkan sesuatu yang bertahan dalam jangka waktu yang panjang, walaupun tidak ngetrend, daripada ngtrend tapi bertahan hanya sekejap mata.Nyambung ga sih ..
NGGAKK!!!!
Ngggak salah lagi ..
Terima kasih atas pembahasannya yang bermanfaat ini…
Saya jadi terpancing untuk merenungkan kembali bedanya “science” dan “engineering”. Dalam kamus, science itu menyelidiki sesuatu yang baru berdasarkan observasi, teori dan metode ilmiah, sedangkan enginering mengaplikasikan atau memproses hasil2 penemuan science untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Secara general, saya melihat software engineering (SWE) lebih terfocus kepada “process” yang digunakan untuk memproduksi software, sedangkan computer science (CS) focusnya kepada “theory” yang mempelajari dasar2 yang dipakai SWE. Jadi seorang mahasiswa yang mau belajar SWE seharusnya sudah menyelesaikan mata kuliah dasar CS terlebih dahulu sebelum bisa mengambil jurusan software engineering ini.
Title “software engineer” saat ini sering dipakai orang2 dalam software industry dibandingkan “software developer” (coding only), karena dianggap lebih “prestigious” dan dihargai lebih (salary wise). Tidak sedikit mereka yang lulus dari jurusan IT dan MIS (bahkan yang hanya belajar programming secara otodidak) tidak segan2 menggunakan title ini meskipun tidak memilik background dalam studi CS dan SWE. Akibatnya tidak sedikit project pembuatan software menghasilkan product yang gagal atau hasilnya hanya mediocre dan tidak seperti yang diharapkan. Seharusnya perusahaan2 yang memerlukan “software engineer” paham akan definisi SWE sebelum melakukan hiring process untuk mengisi posisi ini. Ada artikel menarik di wikipedia mengenai hal ini:
http://en.wikipedia.org/wiki/Software_engineering
Mudah2an bermanfaat…
Menarik mas Ridha tulisan anda, terima kasih. Kalau menengok matriks denning, saya lihat Software Engineering (SE) masih masuk dalam cabang ilmu Computer Science (CS), jadi belum jadi satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Saya juga sudah baca yang di wikipedia 😉 Sekali lagi terima kasih komentar dan bagi ilmunya.
Untuk mas Dody dan juga mas “sok pintar”, thanks komentarnya. Saya juga masih terus belajar, dan justru saya menulis disini untuk sharing dan meminta masukan dari rekan-rekan semua 😉 Benar yang anda berdua katakan, mental produsen harus kita kedepankan daripada mental konsumen.
Mungkin kerancuan di indonesia di tambah lagi dengan istilah jurusan dalam bidang ilmu komputer. misalnya
ada teknik informatika, ada manajemen informatika
Beberapa waktu lalu ketika ada pameran pendidikan tinggi, saya pernah bertanya apa bedanya teknik informatika dan manajemen informatika
pihak univ yg saya tanya menjawabnya, klo teknik itu lebih ke teknik programing sama dengan jadi software enggener, klo manajemen itu banyak pelajaran manajemennya nantinya jadi system analis
🙂
Hmm, saya rasa,…. sebaiknya buktikan kemampuan anda-anda semua, jangan kebanyakan teori ah… kayak komentator bola aja… 😀
Great mas Bill Gates, mudah-mudahan konsep-konsep yang kita diskusikan disini berkembang jadi product nyata yang berkualitas. Thanks responnya 😉
Salut buat mas Romi!! Semangat terus Mas!!! Bikin software house online dong, energinya bisa lebih besar. Saya yakin banyak yang berminat untuk gabung meski tanpa bayaran, setelah jadi sebuah produk yang bisa ditawarkan, barulah yang berpartisipasi aktif menuai hasilnya. Mas Romi pantas jadi leadernya, IKC adalah bukti dan produk nyata suatu penggabungan kekuatan, namun pembelajaran harus ada implementasi agar tidak melulu teori. Harus ada media untuk menggunakan ilmu, agar tidak menjadi tersia-sia.
Sabar mas Bill Gates,… tidak ada ilmu yang tersia-sia. Tujuan IKC adalah memberikan pelajaran gratis. Kalau semua orang jadi pandai, terserah nanti mau jadi apa. Mau jadi pengajar juga, atau mempraktekkan ilmu yg didapat. Ilmu memang akan lebih tajam bila dipraktekkan. Tapi usulnya bagus juga tuh, jadi bisa semakin menyemarakkan IKC.
Thanks mas Paul Allen dan mas Bill Gates 😉 Saya sejak satu tahun lalu sudah buat perusahaan untuk training and software development. Sudah banyak kok perangkat lunak yang kita kembangkan. Silakan kunjungi http://brainmatics.com.
Kalau dari experience, saya sudah ada di industri software sejak 10 tahun yang lalu, sewaktu saya studi di Jepang (sejak tingkat 2 undergraduate program). IlmuKomputer.Com juga dikembangkan dengan konsep software engineering dan requirement engineering yang baik, sehingga solusinya tajam untuk masyarakat.
Sepertinya teori dan konsep maknanya mengecil menjadi sesuatu yang negatif di Indonesia. Mungkin ini karena banyak dari kita yang senang menjadi komentator daripada produsen produk. Saya jadi teringat ungkapan Donald E. Knuth:
“The best theory is inspired by practice and the best practice is inspired by theory”.
Mudah-mudahan kita bisa menjadi orang yang saling menghargai.
Menurut saya Theory sangat penting sekali.
Dulu ketika pertama kali kerja, kalau disuruh baca buku rasanya males banget…….
Sekarang (dah 8 tahuan) ketika ingin melakukan “coding” rasanya tanpa teory/konsep yg betul ibarat orang buta yg berjalan di tengah hutan belantara… he..he.he..
Algoritma berasal dari teori, design pattern berasal dari teori, database juga berasal dari teori murni matematika. Mereka dimatangkan oleh praktek dan best practice dari para praktisi. Ketika kita ada di posisi akademisi perkuatlah ilmu dengan praktek di lapangan, dan ketika posisi kita di praktisi (industri) jangan lupa untuk terus belajar dan belajar. Saya pikir itu jalan dan pilihan yang terbaik.
Saya rasa ada suatu ide brilian yang berusaha disampaikan oleh mas Bill dan mas Paul, hanya saja mungkin penyampaiannya yang kurang tepat. Dalam dunia IT, sering dijumpai pribadi-pribadi yang menyebalkan, mungkin dikarenakan lebih sering berkomunikasi dengan komputer dan buku ketimbang dengan manusia. Bahkan ada yang hampir tidak mempunyai teman, kecuali teman-teman yang dikenal sebelum mengenal baik si komputer itu sendiri. Komputer sepertinya bukan lagi sebuah alat pengolah data, bahkan ia sudah berubah menjadi alat komunikasi dan seorang sahabat setia. Tidak heran ada suatu komunitas yang menghabiskan waktunya untuk berada didepan komputer. Banyak diantaranya yang jenius, dan menghasilkan hal-hal berguna selain banyak juga yang merugikan. Tapi ini adalah suatu fenomena berkembangnya suatu kehidupan baru, dimana seseorang hidup di depan PC yang Online.
Jadi mas Bill dan mas Paul, apakah ide anda itu? Tolong jelaskan detailnya via email ke proyekgratis@yahoo.co.id
Saya tunggu ya….
Bissmillahirrahmanirrahim,
Ide mereka saya tuangkan dalam http://geocities.com/proyekgratis
Terimakasih mas Romi atas wahananya, mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Kami tunggu sumbangsihnya demi kemajuan masyarakat Indonesia dan dunia.
Wassalamu ‘alaikum wr wb.
Bravo atas usaha mas Romi utk sharing ilmu terutama utk pendifinisian, karena pendifinisian sering berubah dari waktu ke waktu sesuai perkembangan ilmu dan kebutuhan. Mengikuti komentar yang ada mengingatkan saya dua hal:
1. selalu rumitnya pembahasana tentang akar keilmuan di bidang komputer di Indonesia. sehingga jurusan keilmuan di bidang komputer di indonesia adl seperti sekarang ini. Saya ‘terjebak’ di dunia pendidikan baru bbrp thn, dan selalu berulang kali saya menanyakan apa bedanya jurusan teknik informatika dan manajemen informatika, Karena bedanya tidak sampai 8 mata kuliah (ini dari segi materi saja), belum kalau dilihat dari segi tujuan pendidikan maupun lulusan makin membingungkan. Disisi lain jurusan bidang komputer di Ind selalu ribut apakah dibawah fakutlas MIPA, fakultas komputer atau fakultas teknik. Padahal di negara maju ini banyak yg di bawah fakultas ekonomi, fakultas bahasa, fakultas kedokteran dll. Mungkin mas Romi atau teman2 ada yg punya pengalaman ttg akar keilmuan bidang komputer?
2. kekakuan hubungan teori dan praktek sering terjadi di kita, banyak orang di Indonesia bicara: “loe bisanya teori aja (mungkin maksudnya ngomong aja)”. Sehingga pengertian ‘ngomong aja’ dengan teori sering overlaping. Kembali ke masalah teori dan praktek, dari sudut pandang saya adalah penting keduanya. Cuma sayangnya, sejauh yg saya tahu, dari bbrp orang2 yg saya kenal di bidang komputer, yg menguasai teori ogah ngliat praktis aplikasi karena dianggap menurunkan drajatnya. Sementara yg bermain di praktis/teknis merasa teori tidak ada manfaatnya. Memang di kita (ini pengalaman pribadi) kerjasama antar lintas pendapat sangat sulit terjalin, bukan terbatas di bidang komputer saja. Padahal kalau kembali kita mengacu kepada negara yg industri komputernya maju baik dibidang HW atau SW, mereka memiliki dukungan orang teoritis yang bagus, ini bisa dilihat dari internasional konferensi, paper/publikasi, pusat riset, dan universitas di bidang komputer yg ada di negara tsb. Jangan jauh2, spt Malaysia (apalagi Singapore), bbrp kali seminar International bidang komputer yg saya ikuti, peserta dr Malaysia (maksud saya sbg pembawa makalah bukan pendengar) hampir selalu ada, tapi dari Ind, selama saya ikut seminar international 3 thn terakhir di Eropa (baru 6 kali sich), tidak pernah ketemu orang Indonesia.
selamat berkarya di bidang masing2 dan juga utk berkolaborasi
Mas Bill, mas Paul dan mas Andrew, mudah-mudahan bisa berhasil sesuai dengan nama-nama besar yang dipakai 🙂 Bill Gates, Paul Allen dan Andrew S Tannenbaum adalah orang-orang besar di dunia operating sistem 🙂
Mohon maaf jika ada yg merasa tersinggung dengan kata-kata saya. Maksud saya baik kok, ya seperti kata mas Iwayan tadi, kolaborasi untuk menciptakan suatu produk bermutu yang bisa digunakan bersama seperti halnya IKC. IKC cukup berhasil menurut saya, tidak ada salahnya mencoba menelurkan satu produk lagi yang dirakit beramai-ramai untuk bisa digunakan minimal oleh orang Indonesia. Misalnya saja software penjualan (yg bisa berkembang ke arah software akuntansi). Atau software absensi yg bisa berkembang ke arah software HR. Killer project? bukan, dengan suatu manajemen yang baik itu merupakan suatu lapangan pekerjaan baru.
Saya pernah ingin menyampaikan ide-ide seperti ini ke pihak kampus, tujuannya agar minimal jebolan kampus menelurkan tenaga-tenaga berpengalaman bukan seperti yg saya lihat sekarang cuma nenteng ijasah kesana kemari. Kalau ijasahnya dari kampus terkenal dan nilainya bagus masih enak mencari kerjaan, tapi sebagian besar kan tidak. Sayangnya saya tidak memiliki kemampuan verbal yang baik, mungkin karena tidak pede karena saya bukan termasuk dalam jajaran yang pandai.
Kalau mereka dianggap bodoh dan malas saya rasa tidak juga, hanya saja kesempatan dan rejeki orang memang berbeda-beda. Kenapa kita tidak mencoba memberikan satu peluang berusaha untuk mereka? Kasihan lho melihat mereka ditolak bekerja disana sini, wong nilai buruk dan skill tak punya. Tau lagu Iwan Fals yg berjudul sarjana muda kan? nah, banyak loh yg seperti itu. Kenapa saya menyampaikannya disini? karena saya belum menemukan forum sejenis, dan saya sering nongkrong disini nengokin kalau-kalau ada kuliah gratis lagi dari mas Romi. Thanks banget loh mas Romi atas kuliah gratisnya. Saya pingin juga kok bisa kuliah terus sampai jadi profesor tp saya tidak terlalu pandai dan duit juga pas-pasan untuk hidup sehari-hari saja. 😉
Salut buat mas Romi. Saya tunggu respon positifnya dan kuliah-kuliah selanjutnya. Jangan kapok diskusi dengan saya ya…. 🙂
oya, sebagai tambahan, masalah pengangguran bukan hanya terjadi di Indonesia tp juga di seluruh dunia. Kalau kita bisa menyatukan elemen-elemen orang kaya, orang pandai, dan orang giat bekerja dalam suatu perjanjian yang dirundingkan bersama,… wow… itu adalah suatu kekuatan yang luar biasa… toh semuanya bisa menikmati hasilnya kan?
Ok thanks mas Bill. Dalam diskusi ilmiah tidak ada yang merasa tersinggung atau menyinggung. Saya meskipun sekarang banyak di industri tapi tetap ngajar di kampus-kampus yang debat dan diskusi ilmiah adalah hal biasa 😉 Kampus secara kurikulum mungkin ada batasan, sehingga kita tidak bisa mengharapkan skill teknis mahasiswa matang di kampus. Justru kesempatan bekerja parttime, mengerjakan project diluar adalah untuk mengasah dan mematangkan skill kita. Ketika saya masih duduk di bangku kuliah S1, sejak tingkat dua saya sudah ke sana sini masuk keluar perusahaan IT untuk mengerjakan berbagai project. Saya berharap kita semua juga bisa seperti itu.
Project-project tidak harus diinisiasi oleh IKC, bisa rekan-rekan sendiri dalam satu group create sesuatu. Untuk pengenalan ke publik dan dukungan lain Insya Allah nanti akan kita bantu sepenuhnya. Itu dulu. Thanks diskusinya.
Mohon maaf sepertinya sebagian komentar post ini tertangkap spam filter 🙁 Mohon mengisi kembali bagi rekan-rekan yang komentarnya belum termuat. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
Saya dulu lulusan D3 Teknik Informatika, di bawah jurusan Matematika fakultas FMIPA. Yang ngajar kebanyakan dosen-dosen matematika, yang beberapa S2-nya ngambil Teknik Informatika dan Ilmu Komputer (btw ada bedanya gak ?). Sehingga nuansa matematika murni-nya masih dominan dibanding ke komputernya. Yang lucu, kita masih belajar matakuliah bahasa indonesia, kewiraan dan pancasila. Program studi lain ada Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (total ada 3 TI,MI,TK). Orang-orang TI (senangnya di panggil IF, mungkin gak mau ketuker sama Teknik Industri) sering mengklaim mereka adalah Software Enginer, sedangkan temen-temen TK Hardware Enginer, MI …apa yah ? gak jauh-jauh sama IF lah..yang jelas banyak mahasiswi yang condong ke sini di banding IF dan TK. Yang menarik, tugas akhir temen-temen di TK dominan di pembuatan controler dan networking, temen-temen TI pembuatan software (gak beda jauh sama MI). Kata temen-temen TK sebenarnya kami tuh cenderung ke elektro…. hmm. Emang bener begitu ? Oh iya pas denger di radio ada iklan dari sebuah PTS untuk S2 manajemen informatika, katanya output dari sekolah tsb bakalan menjadi calon CIO (Chief Information Officer/ Mungkin nantinya jadi temennya CEO)..btw jabatan tsb memang ada ? kata teman yang kuliah MBA di perusahaan tuh yang umum cuman 2 CEO dan CFO (finance). To many istilah…
gua belum jadi baca tapi kayaknya elu teman lama gue wkt di SMA. email aku ya rom
Untuk budi, sorry baru baca. Hmm emang dulu Budi SMA dimana 🙂
yuukk ikutan ngembangin software rakyat…
silakan kunjungi…http://tech.groups.yahoo.com/group/JavaGeo/
anda bisa ajukan permintaan software apa yg dibutuhkan oleh bangsa ini….
semoga permintaannya di approved..
atau bergabung untuk ngembangin salah – satu tool/perangkat lunak
yang telah kita kembangkan…anda bisa jadikan proyek anda.
jangan mikirin teori SWE ntar botak lebih baik mikirin
bagaimana membuat software yg merakyat dulu
Assalamu’alaikum wr. wb.
Gua salut benar buat Mas Romi. Maju terus. Mudah-mudahan bangsa kita bisa terangkat potensi intelektualnya dengan adanya ilmukomputer.com.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Salam hangat buat Mas Romi.
Gua salut berat atas kerja keras mas Romi memajukan bangsa kita dengan ilmukomputer.com.
Maju terus perjoeanganmoe!
Wassalamu’alaikum wr. wb.
oy saya mau tanya kenapa di artikel tersebut hanya menjelaskan ” Kemudian tidak boleh dilupakan bahwa secara definisi perangkat lunak tidak hanya untuk program komputer, tetapi juga termasuk dokumentasi dan konfigurasi data yang berhubungan yang diperlukan untuk membuat program beroperasi dengan benar ‘ dan menyimpulkan definisi perangkat lunak.apa seh sebenernya definisi dari perangkat lunk itu sendiri?
tolong kirimkan contoh program ke alamat imael saya
Saluut buat Mas Romi……atas http://www.ilmukomputernya…...!
Mungkin ada baiknya jika pendidikan IT kita ditata lebih rapi lagi.
Saya setuju bahwa teori membentuk kerangka berfikir yang lebih sistematis dan terarah. sebagai contoh mungkin rekan – rekan praktisi bisa menilai apa yang terjadi di dunia pendidikan IT kita. Contoh yang sederhana silahkah lihat perbedaan yang mendasar antara kurikulum untuk mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komunikasi) menurut KBK 2004 dan KTSP 2006 (www.puskur.net –>….lihat baru 2 tahun udah ganti kurikulum, ngabisin uang rakyat…he…he..he). KBK 2004 adalah kurikulum pertama Indonesia yang memasukan TIK ke dalam sistem mata pelajaran di Indonesia.Hebat…. Mata Pelajaran TIK masuk ke dalam sistem pendidikan tingkat dasar (SD) sampai menengah (SMA). sayangnya pada kurikulum pengganti KBK (KTSP), TIK untuk tingkat SD tidak lagi dimasukan dalam kelompok mata pelajaran yang harus diajarkan(diakui). (permen 19 tahun 2005 –>http://www.indonesia.go.id/produk_uu/produk2005/PP%202005/PP%2019-2005.doc). Perubahan kurikulum yang hanya 2 tahun ini menjadi pertanyaan besar bagi saya yang seorang guru SD ini. Lho kok kurikulum berganti dengan begitu mudahnya……apa bapak – bapak yang diatas itu tidak mikir berapa jumlah buku pelajaran di seluruh Indonesia ini yang harus diganti, berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk sosialisasi kurukulum kepada guru – guru di seluruh Indonesia,dll,dll. Contoh sederhananya begini ketika rekan saya menyusun buku Pemkot untuk wilayah semarang, buku dengan kurikulum baru tsb dicetak tahun 2005, dibagikan gratis untuk siswa di wilayah semarang karena dananya dari Pemkot. Lho,lho,lho………ditahun yang sama kok muncul permen yang berimplikasi memunculkan kurikulum baru. yah tahun 2006 kurikulumpun berganti -ïƒ katanya disesuaikan dengan standar pendidikan nasional yang baru dibentuk tahun 2005. Nah, bukunya trus gimana? Milyaran rupiah lho untuk cetak buku itu……siapa yang bertanggung jawab? (ttp://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/05/19/brk,20050519-61236,id.html) Badan Standard Nasional Pendidikan nasional beranggotakan 15 orang, terdiri dari para ahli dari berbagai bidang. Mereka dipandang mampu dan profesional, yaitu:
1. Dr. Anggani Sudono,M.A (bidang pendidikan nonformal)
2. Prof.Dr. Bambang Suhendro (bidang manajemen perguruan tinggi)
3. Prof.Dr. Djaali (bidang evaluasi pendidikan)
4. Dr. Edy Tri Baskoro (bidang teknik sipil)
5. Prof.Dr. Fawzia Aswin Hadis (bidang psikologi dari Universitas Indonesia)
6. Dr. Furqon (bidang ahli psikometri dari Universitas Pendidikan Indonesia)
7. Prof.Dr. Djemari Mardapi (bidang psikometri dari Universitas Negeri Yogyakarta)
8. Prof.Dr. Komaruddin Hidayat (perwakilan masyarakat dari Pendidikan Tinggi Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)
9. Prof.Dr. Mungin Eddy Wibowo (dari Universitas Negeri Semarang)
10. Dr. Seto Mulyadi (bidang psikologi anak)
11. Dr. Suharsono, MM.,M.Pd. (bidang ahli pendidikan nonformal)
12. Pendeta Weinata Sairin (perwakilan masyarakat dari Lembaga Pendidikan Kristen Indonesia)
13. Prof.Dr. M. Yunan Yusuf (bidang ahli pendidikan dasar dan menengah dari UIN Syarif Hidayatullah)
14. Dr. Zainuddin Arief (bidang ahli pendidikan luar sekolah dari Universitas Pendidikan Indonesia)
15. Prof. Dr. Zaki Baridwan (bidang ahli ekonomi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta)
Lha,kok ndak ada komponen guru SD,SMP atau SMA di dalamnya yah….! (oh, ya ding mereka kan belum ada yang bergelar Dr, ataupun Prof-ïƒ masih bodoh ….he,he,he). Saya sih tidak meragukan kemampuan mereka, cuman apakah Bapak bapak diatas tsb tidak merasa diperalat?
Pertayaan mendasar saya kenapa kurikulum pendidikan di Indonesia tidak mengacu pada sesuatu perkembangan yang berkelanjutan, yang mungkin rekan rekan IT bilang System Development Life cycle. Belum ada blue print kemana arah pendidikan kita 10, 20 atau 30 tahun ke depan…………(pasrah….)
Lha hubunganya apa dengan rekaya perangkat lunak….
Saya cuman nunut bicara kok……
Siapa tahu ada yang care…..
Dan mau memunculkan ide pada Mas Romi, Buatlah Kurikulum Engineering ….. so pasti, ada dana turun dari diknas……. karena ….. mereka binggung mau membelanjakan uangnya ke mana setelah 20% APBN dialokasikan untuk mereka………………
Salam
Mas Romi,
Adik sepupu saya (kelas 1 SMA) yg saya cintai, saya gojlok terus dengan
berbagai buku linux, majalah linux, dan course-course linux yg murah.
Raport-nya baik. Gimana caranya biar dia bisa nyusul Pak Made Wiryana ke Germany (bea siswa full selepas SMA) dan belajar IT di sono.
Maksudnya, gimana ngarahin wawasan dia? supaya mau belajar linux mandir
dan tdk hanya mikirin Ujian Nasional.
saya mau tanya karena ini buat keperluaan anak2 sma, krn banyak ank menanyakan tentang perbedaan dr manajemen informatika, sistem informatika, teknik informatika, teknik komputer, ilmu komputer?trima kasih
salam kenal mas romi, saluuuuuuuuuttttttttttttt…………… buat mas romi.
saya mau minta tolong neeh, dikirim artikel yang isinya membahas tentang
Metrik unutk pemeliharaan dan metrik untuk proyek berorientasi objek, yang sering dibahas dalam rekayasa perangkat lunak. karena buku yang saya baca kurang lengkap ( “Rekayasa Perangkat Lunak, karangan : Roger S. Pressman, Ph.D, Penerbit : ANDI”). yang kedua tentang simulasi pemodelan (Klo ada dalam bentuk paper), yang membahas tentang metode2 simulasi, perbandingan metode2 di dalam simulasi. trim’s atas semuanya mas romi, JAya terus IKC yach……… (can learn more at this web)
# Nael: Saya sudah tulis di: https://romisatriawahono.net/2007/08/03/tips-dan-trik-memilih-jurusan-komputer/
Assalamu alaikum.
Ya begitulah…
Murid saya aja ada yang salah persepsi dengan istilah Brainware. Mungkin guru SMP nya menjelaskan bahwa komputer terdiri dari 3 unsur yaitu hardware, software dan perangkat otak. otak kan brain, perangkat kan ware, ya betul memang, perangkat otak. Tapi yang betul khan user / pengguna to ?.
Itulah sulitnya meluruskan pengertian yang tidak lagi lurus. Apalagi istilahnya mirip atau bahkan sama, cuma beda pengucapan aja.
Ya begitu pula software engineering. Mungkin terjemahan untuk kita rekayasa perangkat lunak.
Padahal khan soft = lunak / lebut, ware = alat, engine = mesin, akhiran ering = kata kerja. Mungkin juga ada saudara kita / murid kita yang mengartikan dengan perangkat mesin yang lunak ( karet klep, seal, dll ). Bisa jadi sangat jauh berbeda khan…
mas romi, saya masih awam di bidng IT, tapi aya punya keinginan keras untuk ahli di bidang IT, saya sekarang sedang kuliah s1 di bidang sistem informasi, dan mulai belajar pemrograman web. boleh tidak saya dapat artikel lengkap dari proses awal sampai jadi website plus databasenya, dengan menggunakan php dan mysql,terus terang saya agak kebingungan.
maaf pertanyaan dan permintaanya sederhana dan mkn gak penting, tapi saya sangat membutuhkannya
terimakasih
ssemoga mas romy tetap maju tuk terus berkiprah dalam memajukan bangsa kita
Latah….
Coba perhatikan sekarang ini banyak SMK kelompok Bisnis & Ekonomi (dulunya SMEA) membuka jurusan TEKNIK KOMPUTER & JARINGAN, jurangnya dengan ekonomi kan jauh buangettt…,kemudian ketika saya tanya kepada salah satu siswa yang kebetulan saya temui (mereka lagi magang), mereka jawab.. “ini jaman modern mas…” ha ha ha…
Panjang lebar saya ngobrol, kemudian saya tanya “apakah mereka pernah diperkenalkan computer curricula?”, mereka malah jawab “apaan tuh mas…?”.
Kebetulan saya alumni dari STM, dan saya nggak bisa ngebayangin bagaimana kalau mantan sekolah saya dulu membuka jurusan Akuntansi atau Sekretaris… he he…
Mungkin karena mengartikannya secara harfiah antara “Rekayasa” dan “Perangkat Lunak”, kalau menurut saya seharusnya penamaannya dirubah saja menjadi “Manajemen Rekayasa Perangkat Lunak”
#Azure: banyak artikelnya mas di ilmukomputer.com
#Astawan: hehehe … mungkin karena latah mas :
#rajarental: wah usulan menarik tuh 🙂
Dalam RPL ada metode pengembangan sistem, apa itu sama dengan software development process?? Mas Romi tahu tentang iconix process? berminat untuk menulisnya, saya kesulitan membedakan antara software development process dengan pemodelan. Terima kasih sebelumnya.
Dewasa ini banyak pengembangan dari dunia “Software Engineering”:
– Software re-engineering
– Software for Software Engineering
– Software for Software Re-engineering
Seringkali ada pembedaan di LN antara Software Engineer, Programmer, Software Consultant, System Engineer, hingga ke level seorang Software | Solution | System | Technical Architect. Umumnya, di dunia MIS yg sering digunakan adalah Software Engineer, System Engineer dan Programmer. Software Engineer adalah mrk yg fokus bagian technical implementation dari software. System Engineer mirip dengan Software Engineer, tapi lebih ke arah network dan infrastruktur. Programmer ya mrk2 yg berkutat atas coding, apa pun dari hardcore sampai scripting programming. Di dunia MIS biasanya ada posisi sebagai Technical atau System Architect yg fokus pada makro level dari keseluruhan sistem yg ada di korporat. Di dunia vendor khusus nya yg memberikan IT solution & services, biasanya lebih dikenal sebagai Software Developer, Software / System consultant, Application consultant, Solution / System Architect, dst..
Hal yg umum terjadi adalah kemampuan para profesional dari vendor adalah lebih tinggi dibanding mrk yg di MIS. Hal ini ada karena fokus dan pendalaman yg berbeda. Di dunia MIS fokus adalah untuk sistem2 yg ada di korporat dan bagaimana mrk itu menjunjang business objectives nya perusahaan. Sebaliknya di vendor, karena solution dan services adalah business objectives dari perusahaan, maka profesionalitas adalah sama dengan keahlian dalam hal2 tertentu, walau masih bisa ke arah makro.
Di Indonesia, faktor yg menjadi permasalahan adalah paradigma ttg dunia ICT di Industri, Akademisi, dan Masyarakat. Karena pada umumnya industri di Indonesia adalah pengguna ICT dan perpanjangan dari pemilik industri di luar, maka sedikit sekali ruang buat pengembangan SDM. Juga di dunia akademisi, ICT adalah fokus bisnis bukan pengembangan murni karena memang belum ditunjang oleh industri ICT Indonesia. Masyarakat Indonesia pun bercorak pengguna (consumer) bukan berbudaya penghasil. Untuk benar2 mendukung budaya “producer”, maka persaingan (competition) harus menjadi budaya. Kebanyakan budaya di Indonesia kurang mendukung pola persaingan terbuka.
Hal2 tersebut menghasilkan banyak kebingungan massal bagi para lulusan pendidikan juga para praktisi dan akademisi ICT di Indonesia. Adalah lebih penting menguasai program2 spt Microsoft Office dibanding memahami reliabilble office solution/system di mana MS Office adalah bagian kecil darinya.
Hal2 inilah yg membuat Software Engineering di Indonesia menjadi “Gold Plated” di menara2 tinggi dunia akademisi, dan tidak terjangkau oleh para praktisi ICT di Indonesia.
Hal2 yg mudah dipahami adalah munculnya pertanyaan2 spt, apakah Software Engineering itu sama dengan Software Development? Bagaimana dengan dunia Software / Solution Implementation, apakah itu bagian dari Software Engineering?
Spt halnya di LN, ICT terbentuk karena market demand. Mungkin di Indonesia, masih butuh bbrp masa untuk mencapai tahapan yg sama, di mana tidak hanya sebagai pasar buat pengguna (consumer), juga mulai sebagai pasar nya para penghasil, pengembang. Ketika itulah Software Engineering akan tumbuh sejajar dan spt apa yg dipelajari saat di institusi pendidikan.
#BAM: Setuju mas BAM. Thanks sudah dikomentari salah satu begawan IT kita yang sudah malang melintang di berbagai belahan dunia. Kita perlu pencerahan njenengan lagi mas di forum APPLI. Gabung yo 🙂
Pak saya memerlukan artikel tentang karakteristik dan evolusi tentang perangkat lunak yang tidak berkualitas. Jika bapak bersedia membantu tolong kirim ke email saya.
makasih.
Sebelumnya pertanyaan saya sama dengan tika. Begini masalahnya : Pak saya memerlukan artikel tentang software yang tidak berkualitas dan karakteristi evolusinya . Jika bapak bersedia membantu tolong kirim ke email saya.
makasih.
maaf nih bknnya mau menyela topik pembicaraan…
berhubung saya juga banyak pertanyaan & tidak ada tempat untuk comment lagi.
bwt mas romi…thx bgt setelah saya baca artikel anda saya jadi tau ternyata ilmu komputer mempunyai banyak disiplin ilmu..
kebetulan waktu kecil sampai sekarang saya sering belajar komputer otodidak yang rasanya ilmu komputer ini banyak cabang ilmunya,dan untungnya saya adalah anak SMA yg sedang beranjak kuliah dan ingin sekali kuliah dengan jurusan ilmu komputer khususnya bidang software dengan tujuan agar saya bisa memahami ilmu yang saya minati lebih mendalam. sekarang saya sedang kuliah di NIIT FT UI Center, jurusan Software Engineering (.NET Technology) dengan kurikulum MasterMind Series yang diberikan oleh pihak NIIT
mungkin bisa dilihat kurikulum kampus saya
http://www.niitstudent.com/intl/pdf/wngy_mms_curriculum.pdf
pertanyaannya…
-apakah Software Engineering itu hampir sama dengan jurusan Sistem Informasi?
-kira2 kurikulum yang diberikan NIIT tsb. mengacu pada ACM dan IEEE?
-apakah anda pernah mendengar ttg NIIT?jika ya menurut anda bagaimana?
-apakah kurikulum tersebut sudah eligible dengan Software Engineering yang anda maksud itu?karena SE tidak mengajarkan Technical Coding
-apakah jurusan Sistem Informasi pada semua Universitas yang ada di Indonesia ini mengajarkan Technical Coding?
mungkin selain mas romi yang lain kalo bisa boleh jawab juga…
maaf nih terlalu banyak pertanyaan,, heheh maklum masih muda lagi mencari jati diri bwt masa depan sebelum terlambat…
#rdblack7: Saya jawab mas:
– bedanya SE dan SI? Termasuk juga masalah kurikulum standard menurut IEEE, silakan cek di: https://romisatriawahono.net/2007/08/03/tips-dan-trik-memilih-jurusan-komputer/
– NIIT? Maaf say tidak tahu tentang institusi ini.
– Semua jurusan computing baik itu SE, IS, CE, IT, dan CS harus mengajarkan bahasa pemrograman. Technical coding diajarkan dalam kuliah2 berhubungan dengan bahasa pemrograman.