Local Content dan Daya Saing Bangsa

indonesia.pngTema diskusi menarik di Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2007 di Universitas Sanata Dharma, tanggal 7 Nopember 2007 kemarin. Kebetulan saya diminta untuk menjadi keynote speaker di seminar tersebut bersama pak Petrus (praktisi bisnis elektronika di Jogjakarta) dan pak Onno W Purbo. Pak Petrus dengan lugas menjelaskan perdjoeangan beliau mengembangkan berbagai produk elektronika yang dibuat di Indonesia dan berhasil masuk ke industri internasional. Saya sendiri menjelaskan local content (konten lokal) pada bidang Teknologi Informasi. Pak Onno sendiri tampil di sore harinya, beliau yang membawakan diskusi penutup, saya sudah balik ke Jakarta ketika beliau manggung 😉

Saya memulai diskusi dengan menjelaskan peluang-peluang yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan konten lokal. Yang pertama fenomena menarik bahwa realita membuktikan bahwa pendataran dunia oleh Internet membuat perubahan di dunia memungkinkan dilakukan oleh individu (komunitas kecil), dan bukan lagi monopoli negara atau konglomerasi besar. Yang kedua, menurut IDC Professional Developer Model (2004), Jumlah software house di Indonesia mencapai 250 dan akan meningkat 2x dalam 5 tahun ke depan. Jumlah pengembang profesional mencapai 56500 orang dan akan meningkat sampai 71600 orang di tahun 2008. Perlu diingat bahwa total pengembang profesional di dunia adalah 13,5 juta (Indonesia menyumbang 0,5%). Sumbangan terbesar dari India (10,5%) dan Amerika (18,9%). Region Asia Pacific penyumbang developer terbesar di dunia (29,2%) disusul North America (21,7%). Dan yang menarik, saya yakin ini termasuk keunggulan komparatif bagi pengembang di Asia Pasifik, software spending per developer region Asia Pacific sangat rendah, hanya 50% dari region North America.

Indonesia bukanlah negara yang tidur dalam software development, hanya masalahnya sekarang banyak yang bergerak secara sendiri-sendiri, bergerilya dan tidak terkoordinasi. Kita dapat melihat bahwa lebih dari 200 komunitas, forum dan milis pengembang Indonesia, baik yang berkumpul karena kesamaan bahasa pemrograman yang digunakan, atau bidang software yang digarap. Juga suatu penemuan menarik bahwa banyak project-project besar (sistem egovernment dan eLearning) dibantu oleh komunitas dan perusahaan pengembang level kecil.

Yang cukup menggembirakan bahwa pasar Teknologi Informasi (TI) akan bergerak positif di Indonesia. Laporan IDC menyatakan bahwa dalam 5 tahun ke depan, sektor IT di Indonesia akan didominasi oleh IT services. Ini akan menumbuhkan 81000 lapangan pekerjaan dan 1100 perusahaan IT baru. Dalam periode tersebut software spending akan naik hingga mencapai 11.4% dari total IT Spending. 29.9% dari seluruh pekerja IT di Indonesia akan terlibat dalam pengembangan, pendistribusian atau layanan implementasi software. Dan diperkirakan bahwa pertumbuhan IT 6% tahun 2005 dan salah satu wilayah terkuat adalah Asia. Masalah berikutnya tentu apakah kita akan membiarkan ini semua dinikmati industri asing yang kuat (Jepang, Korea, Taiwan, dsb) atau kita masih punya semangat dan ambisi untuk berdjoeang di sini.

Apa masalah di Indonesia? Yang saya catat paling tidak:

  • Keterbatasan pengetahuan dalam software development dan standard methodology (hajar-bleh methodology)
  • Software belum bisa menjadi industri profesional, tapi masih model pengrajin atau pedagang buah di pinggiran jalan yang jualan karena ada panen atau mood
  • Lemah di ide produk dan inovasi
  • Kurangnya sarana penghubung dengan pihak yang membutuhkan software
  • Kurangnya keterlibatan pemerintah untuk melindungi pengembang software lokal. Diperlukan proteksi cantik terhadap industri software lokal. Contoh yang menarik adalah kasus software office Ichitaro dan sistem operasi TRON di Jepang
  • Infrastruktur informasi dan internet yang belum memadai, bandwidth masih mahal bahkan jauh lebih mahal daripada negara tetangga kita (Singapore, Malaysia, Jepang, dsb)
  • Keterbatasan modal usaha, terutama karena industri software dianggap tidak bankable
  • Piracy rate Indonesia yang mencapai 87% (nomor 3 sedunia) dan trend SDM IT Indonesia yang ke arah cracking activities (Carding, Defacing, Attacking)

Saya mencatat geliat pengembangan konten lokal TI di Indonesia di sektor-sektor dibawah:

  • Software dan sistem informasi. Cukup banyak software buatan lokal untuk sistem informasi pendidikan, egovernment, perbankan, game, dsb. Kita harus hati-hati dengan sistem informasi rumah sakit yang saya lihat thailand, vietnam dan china sudah mulai mencoba masuk.
  • Bisnis di Internet. Baik dari sisi menjual barang di Internet ataupun menjadi publisher iklan (lewat google adsense, amazon affiliate program, adbrite, dsb)
  • Knowldge and content sharing. Blogger Indonesia sudah mulai marak dan mau menshare ilmu pengetahuan di Internet. Menariknya behavior knowledge sharing ini sudah mulai dilakukan oleh mahasiswa, dosen-dosen muda, peneliti-peneliti, pejabat pemerintah, dsb. Komunitas knowledge sharing seperti IlmuKomputer.Com untuk TI dan juga bidang lain (kimia, metalurgi, sosial, ekonomi) juga semakin marak.
  • Multimedia Content dan Edutainment. Ini diam-diam Indonesia termasuk jagonya. Mobile content kita marak, multimedia pendidikan juga makin heboh. Produk buatan IlmuKomputer.Com (Brainmatics) sudah masuk ke bank-bank asing, perusahaan asing, perusahaan penerbangan, perusahaan perkebunan, universitas, sma/smk dan juga TV edukasi. Perusahaan lain yang cukup unggul dan kita kenal karena produk massalnya adalah: Bamboo Media, Pesona Edukasi, Ganesa Exact, Elex Media Komputindo, dsb. Karakter kartun Jepang juga banyak yang di outsource ke pengembang di Indonesia

Perdjoeangan membangun local content (konten lokal) adalah juga perdjoeangan penyelamatan generasi. Menyelamatkan para anak muda kita dari konten-konten yang tidak mendidik di Internet. Ketika Internet kita penuhi konten-konten pendidikan, karier, peningkatan ilmu dan skill tentu lambat laun konten pornografi dan cracking akan tergerus.

Tetap dalam perdjoeangan !

ttd-small.jpg