Beri Kami Kebebasan
“Beri Kami Kebebasan” itu mungkin yang ingin diungkapkan beberapa anak TK dan SD pada saat mereka mengikuti lomba mewarnai di TK/SD IT Al Marjan Jati Makmur, Bekasi. Kebetulan hari Sabtu tanggal 29 Januari 2006, saya menemani dua anak saya, Irsyad (SD kelas 1) dan Hasan (TK A) mengikuti lomba mewarnai di sekolah mereka. Selagi Irsyad dan Hasan asyik mewarnai dengan crayon mereka, saya coba berkeliling melihat-lihat gambar ratusan anak yang lain. Melihat gambar mereka, seperti melihat ratusan sifat dan pemikiran yang ada di benak mereka.
Setiap anak punya style sendiri-sendiri dalam mewarnai. Pertama dari peralatan yang digunakan untuk mewarnai selain crayon, juga ada yang menggunakan pensil warna. Kemudian masalah pemakaian warna, dari yang bertipe sederhana dan sedikit bermain warna, sampai yang suka beragam warna. Dari yang warnanya sesuai dengan kenyataan, misalnya langit biru, daun hijau, pohon coklat, dsb. Ada juga yang kreatif dengan menggunakan warna sesuai dengan keinginan mereka, langit hitam, daun biru, pohon abu-abu, bahkan ada yang membuat semua gambar berwarna kuning. Tidak ada yang salah menurut saya, beri mereka kebebasan untuk menentukan sesuatu sesuai dengan yang mereka imajinasikan. Jangan pernah membatasi dan jangan pernah menyetir mereka menurut keinginan kita. Anak-anak kita bukanlah kita, mereka mungkin nantinya akan lebih pintar, lebih cerdas dan lebih kreatif daripada kita. Biarkan mereka berkembang apa adanya 😉
Irsyad dan Hasan paling cepat selesai mewarnai, mereka berebutan mengumpulkan gambar ke panitia. Mereka mengatakan bahwa mereka menang karena paling cepat selesai. Saya jelaskan bahwa lomba mewarnai itu menggunakan kriteria keindahan dan keserasian disamping ketepatan waktu yang ditetapkan panitia. Irsyad bilang bahwa paling tidak menang satu kriteria 🙂 Sekali lagi, anak-anak kita memang jauh lebih pintar dan cerdas daripada kita.
Kesuksesan panitia menyelenggarakan acara lomba yang juga diikuti murid-murid TK dan SD dari berbagai sekolah di sekitar Pondok Gede, sedikit terganggu dengan sistem pendaftaran ulang (pengambilan nomor lomba) yang semrawut. Panitia sepertinya tidak memperhitungkan bahwa manajemen daftar ulang ratusan murid-murid TK/SD akan memakan waktu yang lama. Ditambah dengan keputusan-keputusan sepihak (individu) panitia yang tidak sistemik, sehingga membingungkan orang tua murid yang seperti dilempar kesana kemari ketika ingin mengambil nomor lomba untuk putra-putrinya. Seharusnya bisa dipikirkan cara yang lebih simple, misalnya dengan langsung membagikan nomor lomba pada saat murid mendaftar di hari sebelumnya. Toh nomor lomba sifatnya unik, dan kalaupun sang murid tiba-tiba tidak datang, tidak menjadi masalah bagi panitia. Potong mekanisme birokrasi yang memang tidak diperlukan 🙂
Meskipun ini adalah masalah kecil, namun sebenarnya menggambarkan bagaimana behavior kita yang kurang smart dalam bekerja. Selama bertahun-tahun mendampingi Irsyad mengikuti acara Playgroup dan TK semasa di Jepang (Kobato Yochien), terus terang saya tidak pernah menjumpai permasalahan kesemrawutan dalam penyelenggaraan kegiatan. Bukan karena mereka lebih pintar atau mereka lebih bagus infrastruktur-nya, tapi karena mereka berusaha membuat mekanisme birokrasi yang paling mudah dan cepat.
Di pelataran tempat lomba diselenggarakan, ada beberapa orang tua murid yang membuka stand dan menggelar barang dagangan. Tak kalah dengan putra-putri mereka, para orang tua pun berlomba lomba menjual segala macam aneka kebutuhan, dari buku, baju, makanan jadi, dan mainan anak-anak. Mengembangkan jiwa enterpreneurship dengan memanfaatkan berbagai waktu luang dan kegiatan seperti ini harus terus kita dukung. Selamat untuk para Ibu dan Bapak yang tetap penuh semangat menjual barang dagangan, diantara panas terik matahari dan yang pasti kesibukan mempersiapkan keperluan lomba untuk putra-putrinya.
Assalamualaikum warahmatullah,
Bagus akh, saya suka tulisannya. Setidaknya kita bisa sedikit memberikan masukan pada apa yang seharusnya bisa kita pangkas birokrasinya.
Wassalamualaikum
Cece YS
Yah begitulah, karena terkekang maka kebanyakan anak indonesia kurang kreatif…. diperlukan kesadaran orang tua dalam membiarkan anaknya untuk bisa memutuskan apa yg ada di pikirannya. Rupanya kebanyakan orang tua indonesia perlu banyak belajar jadi orang tua yg bijak dalam mendampingin perjalanan hidup anaknya. Termasuk Guru juga perlu untuk memberikan kebebasan kreatifitas siswanya. Yg selama ini terjadi kebanyakan kreatifitas siswa terberangus, akibatnya miskin inovasi berpikir. gimana bung?
Assalaamu`alaikum wrwb
Selamat ya pak Romi atas `peringkat pertamanya`. Jadi punya gambaran bagaimana mempersiapkan diri dan jiwa anak-anak saat mulai sekolah di Ina nanti. Terima kasih atas ifnormasi berharganya. Kalau ada waktu pengen juga sih dikasih tahu tips apa yang perlu diketahui orang tua menjelang memasukkan anaknya ke sekolah. BTW foto seluruh keluarganya boleh juga dong di pasang, obat kangen….
boleh minta mentahan gak untuk murid-muridku di jogja. nanti gantian tukmenukar
Menurut saya disitulah contoh letak ketertinggalan bangsa ini..
tunas bangsanya kurang diberi kebebasan dalam menuangkan kreasi,sehingga membentuk manusia yang tumbuh dengan kreatifitas yang memble..,begitupun dengan birokrasi sistem ataupun mekanisme yang kompleks,membuat malas orang untuk berinisiatif dan berinovasi…,karena segala sesuatunya selalu dipersulit..tanya kenapa :p
Assalamualaikum, wr.wb.
Salam kenal
Saya Ekky di Gempol Taman mini mau tanya,
Ada yang punya info tentang SMPIT Al-Marjan Jatimakmur ga?
masalah Kebersihan, kurikulum andalan, dll.
Makasih ya, di tunggu infonya…
Thanks
Ekky
Assalamualaikum, wr.wb.
Salam kenal