Puyeng dengan skripsi atau tugas akhir? Jangan kuatir, semua orang memang pernah mengalaminya. Nikmati dan warnai kehidupan akhir kampus dengan membuat tugas akhir yang bagus dan berkualitas. Sayang empat tahun proses pembelajaran kita kalau diakhiri dengan tugas akhir berkualitas rendah atau bahkan mengotorinya dengan membajak skripsi orang lain. Tugas akhir itu secara umum seharusnya berupa penelitian, meskipun beberapa jurusan ada yang mensyaratkan cukup dengan desain produk. Seri artikel ini sifatnya wajib dibaca 😉 bagi mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir Sedikit mengulang dari apa yang saya tulis di artikel tentang hakekat kebenaran dan hakekat penelitian. Hakekat penelitian bagaimanapun juga adalah untuk “memecahkan masalah yang dihadapi”. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris “research” yang secara bahasa mengandung makna: re (kembali) dan to search (mencari). T. Hillway merangkumkan definisi penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Sebelum melangkah lebih jauh, kita diskusi dulu tentang jenis penelitian. Intinya jenis penelitian bisa dilihat dari beberapa sudut pandang. Tingkat Penerapan (Penelitian Dasar, Penelitian Terapan) Jenis Informasi Yang Diolah (Penelitian Kuantitatif, Penelitian Kualitatif) Perlakuan Terhadap Data (Penelitian Konfirmatori, Penelitian Eksploratori) Tujuan (Penelitian Deskripsi, Penelitian Korelasi, Penelitian Eksperimen) Kalau kita gambarkan hubungan dan himpitan antara jenis penelitian, bentuk mudahnya akan seperti dibawah (ditulis ulang dari Ronny Kountur, 2007) . Secara umum, setiap penelitian memberi efek kecenderungan ke jenis dibawahnya. Contoh, penelitan deskripsi itu biasanya kualitatif dan sifatnya eksplanatori. Sebaliknya penelitian eksperimen dan korelasi biasanya pengolahan datanya kuantitatif, dan sifatnya konfirmatori. Untuk jurusan computing (teknik informatika, sistem informasi, ilmu komputer) biasanya berupa penelitian terapan (bukan penelitian dasar) yang sifat pengolahan datanya kuantitatif. Penelitian lebih banyak ke arah konfirmatori (bukan eksploratori) yaitu dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis atau kerangka konsep yang sudah ditentukan. Dan tujuan penelitian biasanya untuk melihat korelasi antar variabel yang...
Literatur Penelitian dan Jurnal Ilmiah Gratis
“Mas, mau nanya situs-situs yang bagus untuk cari jurnal penelitian apa ya?” (Winky) Pertanyaan menarik dari mas Winky, yang mungkin juga menjadi pertanyaan bagi sebagian rekan-rekan yang bergerak di dunia penelitian, baik mahasiswa yang lagi nyusun skripsi/thesis/disertasi, juga bagi dosen ataupun peneliti yang ada di lembaga penelitian. Studi literatur dalam proses penelitian adalah wajib hukumnya, karena dari sana penelitian mulai bergerak. Nah, literatur ilmiah yang akan menjadi referensi ini sebaiknya apa dan dimana dapatnya? Yuk kita bahas. Perlu dicatat bahwa dalam penelitian ilmiah, referensi utama yang paling sahih adalah jurnal ilmiah (scientific journal), baru setelah itu bisa proceedings conference, scientific report, buku dan terbitan lain. Ketinggian derajat sebuah jurnal ilmiah biasanya ditentukan oleh suatu nilai yang disebut dengan impact factor. Impact factor ditentukan dari jumlah rujukan (citation) ke paper-paper di jurnal ilmiah tersebut. Di beberapa bidang ilmu, jurnal-jurnal yang sangat tinggi impact factornya biasanya diterbitkan oleh asosiasi ilmiah yang berumur tua dan disegani. Misalnya di bidang elektronika, komunikasi dan komputer, jurnal dan transaction terbitan IEEE dan ACM-lah yang memiliki impact factor tinggi. Selain itu ada juga jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh penerbit seperti Elsevier, Kluwer Academic, dsb. Paper yang ada di jurnal ilmiah terkadang dari paper submission langsung (pengiriman makalah) atau sering juga dari selected paper (makalah pilihan) dari sebuah International Conference. Jurnal ilmiah di Indonesia jujur saja agak chaos dan terlihat semrawut. Tidak banyak asosiasi ilmiah yang benar-benar mendukung “kegiatan ilmiah” dan menerbitkan jurnal yang besar dan disegani. Setiap universitas menerbitkan jurnal ilmiah sendiri, bahkan banyak jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh jurusan atau fakultas. Akhirnya jurnal ilmiah tumbuh seperti jamur, muncul ribuan dalam waktu cepat dan banyak yang tenggelam dalam waktu yang singkat juga. Alasannya kenapa? Mungkin karena kita jago kandang alias tidak pede, tidak ada biaya, atau karena tidak ada tema penelitian unggulan. Alasan yang paling tidak menarik...
Hakekat Penelitian
Jujur saja saya agak gelisah dengan kondisi adik-adik mahasiswa di Indonesia yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhirnya. Konsep, teknik dan metode penelitian seharusnya sudah didapatkan di mata kuliah tingkat empat, hanya saya lihat banyak yang kebingungan sendiri ketika mulai bergerak untuk meneliti. Harus mulai dari mana, topiknya apa, masalahnya apa, bagaimana dengan data dan analisa, sampai akhirnya puyeng ketika harus menulisnya. Lho dari hulu ke hilir dong bermasalah 🙁 Hmm, saya sebenarnya sudah memulai seri tulisan penelitian dengan posting tentang hakekat kebenaran. Ya, sudah sifat manusia sebenarnya untuk selalu mencari kebenaran, dan itulah sebenarnya konsep dasar dari penelitian. Ayo kita diskusi tentang masalah penelitian ini. Penelitian atau riset merupakan terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research adalah berasal dari bahasa Perancis recherche.Intinya hakekat penelitian adalah “mencari kembali”. Banyak sekali definisi tentang penelitian yang muncul, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”. T. Hillway dalam bukunya berjudul Introduction to Research menambahkan bahwa penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran yang dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”. Penelitian bisa menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific method). Pencarian kebenaran secara ilmiah dan non-ilmiah sudah saya bahas di artikel berjudul hakekat kebenaran. Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak bersinggungan dengan pemikiran kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis, sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific method) adalah hal yang jamak dan disepakati umum dalam...
Hakekat Kebenaran
Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Makhluk apa itu kebenaran juga kita kadang masih nggak ngerti. Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak salah” ;). Pertanyaan-pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa burung bisa terbang, dsb kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita. Sehingga akhirnya sering sesuatu kita anggap sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken for granted). Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Saya mencoba ulas masalah hakekat kebenaran ini dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat. Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu salah. Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh puluhan pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass spectrometry, x-ray diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George Despinis, Angelos Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan mengatakan bahwa patung tersebut palsu (terlalu fresh, seolah tidak pernah terkubur, kelihatan janggal). Akhirnya patung itu dibeli dengan harga tinggi oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran ilmiah lebih bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di Roma tahun 1980. Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink karya Malcolm Gladwell. KEBENARAN ILMIAH Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren. Kebenaran Pragmatis:...
Kado Ultah LIPI dari Jusuf Kalla di Harteknas 2006
LIPI lebih terkenal dengan pandangan politik dan kritiknya terhadap pemerintah, daripada hasil penelitiannya. LIPI lebih tepat disebut Lembaga Ilmu Politik Indonesia. Itu mungkin kado spesial Jusuf Kalla (JK) untuk LIPI di peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) ke-11 di Istana Wapres, Jakarta, 10 Agustus 2006. Saya yakin kritikan JK ini akan menimbulkan sedikit prokontra di internal LIPI. Tapi bisa juga pendapat saya meleset, karena ternyata tidak terjadi prokontra, alias LIPI sudah terlalu terbiasa dengan kritikan semacam ini? 😉 Saya sendiri menganggap kritikan ini positif dan harus direnungkan bersama, khususnya untuk para peneliti LIPI yang sedang merayakan ulang tahun LIPI ke-39, dan juga secara umum untuk para peneliti di Indonesia. LIPI yang lahir 39 tahun lalu, dengan diawali lahirnya MIPI, memiliki misi dan cita-cita luhur untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat (Kepres No 128 Tahun 1967). Menarik bahwa ternyata kado ulang tahun yang diberikan JK kepada LIPI adalah mempertanyakan kembali bagaimana LIPI berperan di pemanfaatan iptek untuk masyarakat sesuai dengan fungsi pendirian LIPI di tahun 1967. Kalau mau secara komprehensif mengamati semua hasil penelitian LIPI, sebenarnya peneliti LIPI dari berbagai kedeputian sudah cukup produktif menghasilkan berbagai hasil penelitian, baik dari penelitian dasar maupun penelitian terapan. Secara kualitas sumber daya manusia (SDM), saya pikir tidak perlu dipertanyakan lagi. Kita bisa temukan berbagai produk LIPI seperti mobil marlip, wc ramah lingkungan, kecap bebas kanker, alat pelacak pencemar, dsb. Lalu mengapa kok hasil penelitian dari para peneliti LIPI ini seperti mampet, seperti selesai di publikasi dan tidak berlanjut ke tahapan yang lebih tinggi (sosialisasi, politisasi, produksi, penelitian lanjut, kerjasama industri, dsb)? Saya melihat ada beberapa permasalahan dalam dunia penelitian kita yang harus diperbaiki, baik dari segi penelitinya sendiri maupun sistem dan struktur organisasi. Tentu ini pendapat pribadi dan masih diperlukan pengujian lebih lanjut...
Gaji Profesor = Gaji Helpdesk Analyst ?
Menarik sekali membaca dan mengamati Peraturan Pemerintah dan Presiden berhubungan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 2006. Tahun 2006 ini ada 5 Peraturan Pemerintah dan 58 Peraturan Presiden baru berkaitan dengan PNS. Peraturan Pemerintah (No: 15, 16, 17, 18, 25) kebanyakan mengatur tentang tunjangan untuk para veteran, perintis pergerakan, pensiunan dan masalah gaji ke 13. Sedangkan Peraturan Presiden (No: 1-64) berhubungan dengan gaji pokok PNS, tunjangan struktural (eselon 1-5) dan fungsional (dosen, peneliti, widyaiswara, dsb). Sebenarnya banyak terjadi perubahan pada peraturan PNS 2006 ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, khususnya tentang masalah struktur gaji dan tunjangan, meskipun secara kuantitatif jumlah kenaikan belum terlalu signifikan. Yang pertama, bahwa menurut peraturan presiden no 1 2006, ada kenaikan gaji pokok PNS sebesar Rp. 90.000-200.000 (tergantung golongan). Gaji pokok terendah adalah golongan Ia (masa kerja 0 tahun) sebesar Rp. 661.300 (sebelumnya Rp. 575.500), sedangkan gaji pokok tertinggi adalah golongan IVe (masa kerja 32 tahun) sebesar Rp. 2.070.000 (sebelumnya Rp. 1.800.000). Kemudian sedikit perubahan pada tunjangan jabatan struktural, eselon I (setingkat dirjen) menerima Rp. 4.500.000, eselon II (setingkat kepala pusat) menerima Rp. 2.500.000, eselon III (setingkat kepala bidang) menerima Rp. 900.000, dan eselon IV (setingkat kepala subbidang atau seksi) menerima Rp. 360.000. Berita menarik untuk PNS yang tidak memiliki jabatan fungsional maupun struktural, ada tunjangan baru yang disebut tunjangan umum sesuai dengan Peraturan Presiden No 12 2006, besarnya adalah Rp. 175.000-190.000 (sesuai golongan). Meskipun sering disindir sebagai tunjangan pengangguran 😉 saya pikir di satu sisi tunjangan umum ini positif untuk mengurangi kecemburuan sesama PNS. Dan alangkah lebih bijaknya apabila ini hanya diberikan untuk golongan I dan II, karena golongan III keatas sebenarnya bisa secara aktif mengurus jabatan fungsional sesuai dengan kompetensi unit kerja masing-masing. Bagaimana dengan tunjangan jabatan fungsional? Supaya gampang dipahami saya ambilkan dua jabatan fungsional saja yaitu peneliti dan dosen. Untuk peneliti, Peneliti Pertama (golongan...
Diklat Peneliti, Siapa Takut?
Bagi Pegawai Negeri Sipil(PNS) yang menginginkan masuk ke fungsional peneliti, PusbindiklatLIPI menetapkan syarat baru yaitu harus mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional peneliti. Nah pada artikel kali ini saya mencoba memberikan tips dan trik dalam mengikuti diklat fungsional peneliti tingkat pertama, berdasarkan pengalaman mengikuti Diklat Fungsional Peneliti Angkatan 26, 2-22 Juli 2006 di Graha Insan Cita, Depok. Untuk angkatan 27 dan seterusnya, diklat peneliti akan dilaksanakan di Cibinong Science Center, LIPI. Mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi bekal yang baik untuk rekan-rekan kandidat peneliti baik yang CPNS maupun yang pindah dari fungsional lain. Perlu diketahui bahwa dalam struktur PNS dikenal 2 jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Sesuai dengan PP No. 16 tahun 1994, ada 97 jabatan fungsional di lingkungan institusi pemerintah, diantaranya adalah peneliti, dosen, perencana, pustakawan, pranata komputer, dsb. Untuk jabatan fungsional peneliti, sesuai dengan Keputusan MENPAN KEP/128/M.PAN/9/2004 (Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya), LIPI ditunjuk sebagai instansi pembina. Sebagai implementasinya LIPI membentuk Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan (Pusbindiklat) Peneliti setingkat eselon 2 untuk mengemban tugas tersebut (Keputusan Kepala LIPI No. 3212/M/2004). Jenjang jabatan fungsional peneliti adalah, pertama, muda, madya dan utama. Kurikulum diklat fungsional peneliti tingkat pertama terdiri dari 3 mata diklat utama, dengan materi-materinya sbb: Internalisasi semangat pengabdian, yang terdiri dari pembinaan karir PNS peneliti dan etika peneliti, konsep teknologi dan pengembangan potensi individu Pengembangan pengetahuan dan keterampilan, yang terdiri dari pengantar penelitian, penelusuran informasi, usulan penelitian, rancangan penelitian, sumber dan koleksi data, pengeolahan dan analisis data, teknik dan praktek pengumpulan data lapangan, teknik penulisan ilmiah, teknk presentasi Lain-lain, yang terdiri dari dampak ekonomi penelitian, hak kekayaan intelektual, outbound, test awal dan akhir Ok, berikutnya saya akan bercerita bagaimana kehidupan diklat selama 3 minggu itu. Sebelumnya, ada beberapa tips dan trik penting supaya sukses dalam mengikuti diklat peneliti adalah: Anggap...
Menengok Arah Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia...
Sejak akhir tahun 2005, kebetulan saya diminta membantu Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) dalam kegiatan pembuatan buku putih penelitian dan pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia. Sebenarnya kegiatan KNRT untuk pembuatan buku putih tidak hanya dalam bidang TIK, tetapi juga beberapa bidang lain yang disebut dengan 6 bidang prioritas pembangunan Iptek 2005-2025, yang terdiri dari: Teknologi Ketahanan Pangan dan Pertanian Teknologi Energi: Energi Alternatif dan Terbarukan Teknologi Transportasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan Teknologi Pertahanan Dan pada tanggal 26 Juli 2006 diadakan acara penyempurnaan draft final buku putih untuk ke 6 bidang diatas, dimana Menristek (pak Kusmayanto Kadiman) dalam keynote speechnya memaparkan beberapa panduan dan filosofi kenapa buku putih harus ada. Tentu dalam tulisan ini saya tidak akan mengupas isi buku putih ke 5 bidang lain selain TIK, karena tugas saya memang hanya di buku putih TIK. Ada satu catatan menarik bahwa sedikit perdebatan hangat terjadi pada pertemuan tanggal 26 Juli 2006, khususnya tentang posisi buku putih ini sendiri. Pak Kusmayanto menyebut bahwa muara kerangka pikir buku putih berasal dari Jakstranas Iptek 2005-2009 dan Agenda Riset Nasional (ARN) . Sedangkan pemikiran rekan-rekan penyusun ARN, bahwa justru ARN yang seharusnya disusun berdasarkan Buku Putih, karena lingkup tahun buku putih yang lebih panjang yaitu 2005-2025. Well, kedua pemikiran ini berlandaskan pada dokumen yang resmi, meskipun saya sendiri kurang jelas, mana madzab yang lebih shohih 😉 Penyusunan buku putih yang lengkapnya bernama “Buku Putih Penelitian Pengembangan dan Penerapan Iptek Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi tahun 2005-2025â€, sempat tertatih-tatih dan mengalami beberapa pergantian tim nara sumber. Saya mengikuti beberapa pertemuan yang diadakan di Jakarta akhir tahun 2005 dan kemudian camp selama 2 hari di Bandung di awal tahun 2006. Tim yang terdiri dari 22 orang, cukup lengkap dan berimbang karena ada wakil...