Konflik dan perang telah terjadi dimana-mana di seluruh dunia ini. Bumi yang terkotak-kotak menjadi 192 negara dimana lebih dari 6 milyar manusia hidup didalamnya, ternyata penuh dengan konflik. Konflik antar manusia, antar golongan, antar etnis dan antar negara. Steven D. Strauss dalam bukunya menyatakan bahwa dalam setengah abad terakhir, tidak ada dari 192 negara di dunia ini yang tidak pernah terlibat konflik. Setiap negara pernah mengalami konflik baik dalam negeri maupun luar negeri, satu kali atau bahkan lebih. Konflik politik di Rwanda tahun 1994 telah menyebabkan 1 juta penduduk etnis Tutsi tewas mengenaskan karena dibantai lawan politiknya yang beretnis Hutu. Di belahan bumi yang lain lagi, konflik di Korea juga menyebabkan jutaan orang tewas. Lebih dahsyatnya lagi, konflik ini menyebabkan terbelahnya Korea (yang sama sekali sama dalam bahasa, budaya, geografi dan agrikultur) menjadi dua negara (Korea Utara dan Korea Selatan). Kalau ditanya negara manakah yang paling banyak terlibat dalam masalah konflik luar negeri setengah abad terakhir ini. Tidak mengejutkan bahwa jawabannya adalah Amerika Serikat. Disamping terlibat dalam 5 konflik dan peperangan penting abad ini, antara lain dalam perang di Korea, Vietnam, Perang Dingin, Irak dan Afganistan. Amerika juga terlibat dalam 3 invasi dan serangan mendadak ke negara lain yaitu ke Laos, Kamboja dan Libya. Kemudian juga terlibat dalam paling tidak 6 operasi keamanan, yaitu ke Dominika, Lebanon, Somalia, Kosovo, dan beberapa negara teluk. Terlibat dalam 2 misi penyelamatan di Iran dan Mayagues, dan juga misi pengusiran pemerintah nasional di Panama. Negara berikut setelah Amerika, yang banyak terlibat dalam masalah konflik antar negara adalah Israel. Setelah perang dunia kedua selesai, paling tidak Israel terlibat dalam 6 peperangan dan konflik. Yaitu perang kemerdekaaan (1948), perang Suez (1956), perang 6 hari (1967), perang Atrisi (1967-1970), perang Yom Kippur (1973), perang Lebanon (1982), dan yang sampai belum terpecahkan...
Ikhlaskah Saya Dalam Beramal?
Rasulullah menatap satu persatu para sahabat yang sedang berkumpul dalam majelis, hening dan tawadlu. “Ya Rasulullah”, ujar salah seorang hadirin memecahkan keheningan. “Bila pertanyaanku ini tidak menimbulkan kemarahan bagi Allah, sudilah engkau menjawabnya”. “Apa yang hendak engkau tanyakan itu”, tanya Rasulullah dengan nada suara yang begitu lembut. Dengan sikap yang agak tegang si sahabat itupun langsung bertanya: “Siapakah diantara kami yang akan menjadi ahli surga?” Tiba-tiba, bagai petir menyambar, jiwa-jiwa yang tadinya tawadlu, nyaris menjadi luka karena murka. Pertanyaan yang sungguh keterlaluan, setengah sahabat menilainya mengandung ujub (bangga atas diri sendiri) atau riya’. Adalah Umar bin Khattab yang sudah terlebih dahulu bereaksi, bangkit untuk menghardik si penanya. Untunglah Rasulullah menoleh ke arahnya sambil memberi isyarat untuk menahan diri. Rasulullah menatap ramah, beliau dengan tenangnya menjawab: “Engkau lihatlah ke pintu, sebentar lagi orangnya akan muncul”. Lalu setiap pasang matapun menoleh ke ambang pintu, dan setiap hati bertanya-tanya, siapa gerangan orang hebat yang disebut Rasulullah ahli surga itu. Sesaat berlalu dan orang yang mereka tunggupun muncul. Namun manakala orang itu mengucapkan salam kemudian menggabungkan diri ke dalam majelis, keheranan mereka semakin bertambah. Jawaban Rasulullah rasanya tidak sesuai dengan logika mereka. Sosok tubuh itu tidak lebih dari seorang pemuda sederhana yang tidak pernah tampil di permukaan. Ia adalah sepenggal wajah yang tidak pernah mengangkat kepala bila tidak ditanya dan tidak pernah membuka suara bila tidak diminta. Ia bukan pula termasuk dalam daftar sahabat dekat Rasulullah. Apa kehebatan pemuda ini? Setiap hati menunggu penjelasan Rasulullah. Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah bersabda: “Setiap gerak-gerik dan langkah perbuatannya hanya ia ikhlaskan semata-mata mengharapkan ridla Allah. Itulah yang membuat Allah menyukainya”. Betapa tinggi nilai ikhlas dalam amal perbuatan seseorang, sampai Rasulullah menyebutkan sebagai salah satu syarat ahli surga. Posisi ikhlas dalam Islam memang sangat penting, karena ikhlas dianggap sebagai ukuran amal seseorang....
Genesis Kekuasaan
Hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya, ibarat garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat. Refleksi dari kepemimpinan yang efektif, bertanggungjawab, dan terbalutnya hubungan sinergis antara pemimpin dengan yang dipimpin, adalah makna filosofis dari nasehat Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap pimpinannya, seorang Amir (kepala negara) adalah pemimpin dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya ….” (HR Bukhari & Muslim) Genesis kekuasaan, atau dalam terminologi lain: “jenis-jenis kekuasaan (types of power)” (Robbins-1991), atau “basis-basis kekuasaan sosial (the bases of social power)” (French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari lima hal: legitimate power, coercive power, reward power, expert power, dan referent power. Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya. Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya. Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini...
Kekuatan Kata Para Pemimpin
Kepemimpinan membawa arti filosofis suatu energi untuk menggerakkan orang lain ke arah suatu tujuan. Di sisi lain, pemimpin juga merupakan tempat rakyat bercermin. Ketika “perkataan” adalah implementasi strategis untuk menggerakkan orang dan juga membangun pondasi-pondasi sebuah bangunan cermin. Maka kasus rapor merah kepemimpinan negeri kita, bisa kita tarik keatas serat-seratnya sebagai memerahnya nilai dari perkataan para pemimpin. Kekuatan kata-kata telah membingkai peradaban, membalut perjuangan, dan menggoreskan sandi munculnya para pemimpin besar. Mengantarkan seorang mantan budak barbar bernama Tariq bin Ziyad menjadi pemimpin besar Islam penakluk Eropa. Dengan ucapannya yang cukup terkenal ketika memerintahkan pasukannya membakar kapal-kapal mereka sendiri, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid”. Kekuatan kata-kata para pemimpin, juga telah menjadi sumbu keberhasilan puluhan proyek mercusuar dan “mission impossible” di Jepang. Adalah kisah sukses pemimpin-pemimpin tak dikenal (mumei no hitotachi), dalam pengembangan teknologi, pembangunan fisik, perbaikan metode pendidikan, dsb. Memberi insiprasi kepada seorang produser TV NHK Jepang (Akira Imai) untuk menyusun acara TV berjudul Project X, dan juga menulis sebuah buku berjudul “Project X – Rida Tachi no Kotoba (Perkataan Para Pemimpin)”. Terlepas dari kesalahan politik masa lalu, harus kita akui juga bahwa militer Indonesia (baca TNI) adalah salah satu contoh lembaga yang cukup cerdik mewarnai sistem kaderisasi internal dengan menggunakan metode “positive therapy” yang dipondasi oleh kekuatan kata-kata. Maka jargon, mars, slogan, dan doktrin kata-kata bijak para pendahulu adalah “makanan” sehari-hari para taruna muda dan menjadi motivator penting penyemangat pergerakan mereka. Menengok ke dalam sistem pendidikan Islam yang ada, belumlah kita sampai pada suatu tahapan sistem kaderisasi dimana hadits nabi, kata bijak para sahabat dan ulama setelahnya, berkedudukan penting sebagai jargon, cermin ataupun elemen motivator perjuangan kita. Namun bagaimanapun juga kekuatan kata-kata adalah bagaikan pedang bermata dua....
Komunitas Terdidik: Belajar dari Jepang
Opini kecil, yang saya tulis sewaktu masih tinggal di Jepang. Pernah dimuat di kolom Opini, Surat Kabar Republika, tanggal 15 Juli 2002. Tiada hari terlewatkan tanpa membaca surat kabar Indonesia melalui Internet. Di sana-sini bermunculan berita mengenai rusaknya moral dan carut marutnya kepribadian masyarakat Indonesia, layaknya sebuah bangsa yang tidak terdidik. Dan kerusakan ini secara signifikan dan menyeluruh melanda berbagai golongan masyarakat Indonesia, dari pejabat atas, menengah sampai rendah, dari anggota DPR sampai menular ke masyarakat umum. Kemudian kalau kita menyimak berita-berita Internasional, sudah menjadi hal yang lazim, bahwa Indonesia selalu memenangi kontes-kontes internasional yang berhubungan dengan sifat buruk. Dari masalah besarnya jumlah korupsi, pelanggaran HAM, pembajakan software, sampai rendahnya masalah sumber daya manusia (SDM). Pada tulisan ini, penulis mencoba menguraikan tentang bagaimana sebuah komunitas terdidik (knowledged community) dan beradab itu sebenarnya bisa terbentuk dari sesuatu hal yang sangat sederhana. Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana sebuah komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat dan sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa “malu”. Fenomena “malu” yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk didalamnya masalah penghormatan terhadap HAM, masalah law enforcement, masalah kebersihan moral aparat, dsb. Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu contoh nyata. Orang Jepang lebih senang memilih memakai jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffic light menjadi hijau, meskipun di jalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak...
Teknik Mempengaruhi Orang Lain
Saya bukan orang yang berpengaruh, itu sudah pasti, karena saya tidak punya apa-apa? Bukan konglomerat, bukan pejabat elit, tapi saya hanya seorang PNS golongan rendah di sebuah lembaga bernama LIPI ;). Yang pasti ada yang menarik, bahwa sebenarnya orang lain terpengaruh dengan kita, bukan hanya karena kedudukan atau kekayaan kita, tapi masih banyak faktor lain sehingga sampai pada kondisi dimana kita bisa mempengaruhi orang lain. Bahasa gampangnya, bagaimana sih cara mempengaruhi orang lain? Itu yang akan kita bahas kali ini. Ambil nafas dulu dan klik Bagaimanapun juga pemahaman terhadap teknik mempengaruhi (influence tactics) orang lain menjadi satu spektrum penting, tidak hanya untuk seorang politikus, tetapi juga untuk para pemimpin baik formal maupun informal, pelatih bola, saleman, dan juga diperlukan bagi para pedjoeang IT yang sedang dalam usaha memperdjoeangan ide-idenya ;). Usaha mengubah sikap, opini, dan perilaku orang lain (target person) dalam satu kerangka proses yang fitrah, smooth dan tanpa pertentangan, adalah muatan penting dari taktik atau teknik mempengaruhi. Sebenarnya taktik mempengaruhi orang lain telah diformulasikan oleh banyak pakar dan peneliti, tentu bukan di desain untuk mempengaruhi orang dalam perbuatan kejahatan ;). Pelakunya diharapkan tetap ada dalam rel kebenaran, dan diimplementasikan ke dalam spektrum berpikir menuju kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Misalnya dalam manajemen organisasi, dimana seorang manajer dituntut untuk mengajak seluruh elemen organisasi bersama-sama dalam menyelesaikan permasalahan organisasi, menuju tujuan organisasi yang ingin dicapai. Seorang pelatih dan manajer bola yang memimpin pemain-pemain kelas dunia dan ingin mereka semua bisa bersatu, berdjoeang memenangkan pertandingan. Beberapa teori dan formulasi tentang taktik atau teknik mempengaruhi telah bermunculan sejak 20 tahun yang lalu (Kipnis-1980; Schriesheim-1990; Yukl-1992, Ferris-1997). Dari perseteruan pendapat yang ada, boleh dikata yang banyak diterapkan dan dimutasikan dalam penelitian lanjutan adalah metode Influence Behavior Questionanaire (IBQ). Suatu metode yang dikembangkan oleh peneliti yang bernama Gary Yukl (1992), professor di University at Albany,...