Melanjutkan artikel sebelumnya tentang 10 Kiat Membeli Rumah di Komplek Perumahan, artikel ini akan fokus ke kiat mengurus administrasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ribetnya mengurus KPR di bank sudah bukan menjadi rahasia lagi. Meskipun jujur, saya sendiri merasa bahwa tidak ada proses yang rumit dari administrasi KPR, asalkan kita persiapkan segala sesuatu dengan baik dan rapi. Setelah semua persyaratan kita siapkan dengan baik, waktu yang kita butuhkan dari pengajuan sampai ter-approve hanya sekitar 1-2 minggu saja. Proses konfirmasi dari pihak bank juga tidak sulit, kita hanya perlu menjawab dengan jujur semua kondisi finansial kita, dan dokumen tambahan yang diperlukan cukup di-scan dan dikirimkan via email ke pihak bank. Jadi saya yakin tidak ada yang perlu ditakutkan dari proses pengurusan administrasi KPR. Yang paling menakutkan justru angsuran bulanan setelah KPR kita diterima 🙂 Apabila Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diurus oleh developer perumahan yang kita ambil, setelah uang tanda jadi dan Down Payment (DP) dibayarkan, maka biasanya proses berikutnya adalah pengumpulan persyaratan untuk administrasi KPR Marketing perumahan biasanya akan mengajukan KPR ke dua atau tiga bank sekaligus (paralel). Tujuan utamanya adalah membuat backup bila pengajuan KPR ke suatu bank tidak berhasil, dan juga memberi pilihan penawaran program KPR yang lebih menarik dari beberapa bank. Ingat bahwa developer perumahan juga menginginkan pengajuan KPR kita diterima oleh bank, karena hal itu artinya proses penjualan rumah telah closing 🙂 Persyaratan administrasi KPR berbeda untuk orang dengan status: Karyawan [K], wiraswasta [W] atau profesional [P]. Dokumen yang diperlukan untuk mengurus administrasi KPR adalah seperti di bawah. Saya beri tanda [K], [W] dan [P] untuk menunjukkan syarat pada tiap status. Fotokopi KTP Suami dan Istri [K][W][P] Fotokopi Surat Nikah [K][W][P] Fotokopi Kartu Keluarga [K][W][P] Fotokopi Kartu NPWP [K][W][P] Rekening Koran atau Tabungan Bank (3 Bulan Terakhir) [K][W][P]: Dokumen yang dikeluarkan oleh oleh...
10 Kiat Membeli Rumah di Komplek Perumahan
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga proses pembelian rumah yang menyita energi, biaya dan waktu sekitar 2-3 bulan terakhir ini 🙂 Saya mencatat setiap detail proses yang saya jalani dalam proses pembelian rumah ini. Saya berharap pengalaman ini bisa menjadi suatu tacit knowledge yang bermanfaat untuk rekan-rekan semua dimanapun berada. Karena terlalu banyak hal yang saya catat, saya bagi menjadi dua artikel, yang pertama saya beri judul 10 Kiat Membeli Rumah di Komplek Perumahan, dan yang kedua berjudul 10 Kiat Mengurus Administrasi KPR. Sebenarnya sebelum dua artikel terakhir ini, saya juga membahas proses review rumah, khususnya yang saya bidik di wilayah Cibubur. Mudah-mudahan tiga seri artikel ini bermanfaat untuk rekan-rekan semua yang kebetulan sedang bingung dan ragu untuk membeli rumah, khususnya di komplek perumahan. Lakukan survey secara mendetail tentang perumahan yang akan kita beli. Survey bisa dilakukan baik melalui Internet atau survey lapangan. Buat komparasi, scoring, dan analisa berdasarkan parameter dan spesifikasi rumah yang kita inginkan. Pemilihan rumah sendiri bisa menggunakan beberapa parameter, misalnya seperti di bawah. Atau bisa juga dengan parameter yang lebih lengkap seperti yang saya tulis di artikel berjudul Rumah Ideal di Jabodetabek: Review Wilayah Cibubur. Posisi di dalam atau di luar cluster. Untuk keluarga muda yang masih memiliki anak kecil, pilihan rumah di dalam cluster lebih memudahkan dalam manajemen anak. Di dalam cluster juga relatif lebih aman karena biasanya ada satpam cluster yang menjaga arus keluar masuk mobil dan barang. Kedekatan dengan taman Arah hadap rumah (timur, selatan, barat, utara). Ingat matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Sesuaikan apakah kita ingin mendapatkan matahari pagi atau sore, demikian juga dengan matahari dari depan, belakang, samping kanan atau kiri rumah kita. Posisi di hook yang ada kelebihan tanah atau tidak. Ketersediaan sisa tanah dan letak rumah di hook (pinggir) memungkinkan kita dengan mudah merenovasi rumah. Konsekuensinya adalah...
Lokasi Rumah Ideal di Jabodetabek
Sudah tiga tahun saya menghuni Jakarta sejak saya pulang dari study di Jepang tahun 2004. Tiga tahun ini saya selalu berpikir sebenarnya dimana sebaiknya saya tinggal di Jakarta. Kantor saya di Jl. Gatot Subroto, rutinitas saya tidak terlalu jauh dari wilayah sekitar Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto sendiri. Kalau harus jalan untuk ngajar atau meeting ke arah Selatan (Pondok Indah, Ciputat atau Depok), saya biasa minta pagi sekali (langsung dari rumah), atau sore sekalian (pulang dari kantor). Supaya nggak perlu bolak balik yang menghabiskan waktu karena macet. Perjalanan ke utara (Ancol, Mangga dua, dsb) saya berusaha hindari kecuali kalau terpaksa memang urgent atau hari libur (sabtu dan minggu). Itupun saya tidak akan mampir atau kembali ke kantor, karena sekali lagi akan tua di jalan 😉 Nah dimana sebenarnya lokasi rumah ideal di Jakarta bagi orang-orang seperti saya? Saat ini saya tinggal di Perumahan Puri Gading, kalau yang belum tahu bisa lihat peta di bawah, dekat sekali dengan pintu Tol Jatiwarna yang termasuk dalam Tol Lingkar Luar Jakarta alias JORR (Jakarta Outer Ring Road) yang rencananya akan nyambung ke Tol Cikampek. Keluar Tol Jatiwarna kalau belok kiri ke arah Sumir dan pasar Pondok Gede, kalau belok kanan ke arah Kranggan, Ujung Aspal dan Cibubur. Nah kalau mau ke Perumahan Puri Gading itu lurus sampai ketemu pertigaan baru ke kanan. Lokasi rumah saya sebenarnya cukup enak untuk tinggal, ada sport center (kolam renang dan lapangan tenis) di dalam, dekat dengan sekolah yang berkualitas (Nur Hikmah, Yapidh, Al Marjan), dekat tol, pedagang makanan keliling juga lengkap (sate, mi dokdok, bakwan malang, siomay, dsb). Juga sesuai dengan iklannya dulu, dari Semanggi ke Puri Gading saya bisa tempuh dalam 15 menit, sayangnya ini baru bisa terjadi pada pukul 23:00 – 05:00. Selain di waktu itu, waktu tempuh bervariasi antara 40 menit sampai 2,5 jam 🙁 Sumber kemacetan kalau...
Naura Azka Sadidah
Setelah menunggu 9 hari karena telat dari jadwal lahir yang seharusnya 11 Nopember 2006, pada tanggal 20 Nopember 2006 pukul 20:45 alhamdulillah telah lahir anak saya yang ke-5. Yang terakhir (maaf belum tentu yang terakhir ;)) ini berjenis kelamin perempuan, golongan darah seperti bapaknya yaitu O, terlahir dengan berat 3750 gram, panjang badan 53 cm dan lahir normal di rumah sakit Haji Pondok Gede, Jakarta. Meskipun sudah agak kehabisan ide nama, alhamdulillah masih bisa nyusunkan satu nama Naura Azka Sadidah untuk yang satu ini. Foto-fotonya bisa diklik dari thumbnail di bawah: Untuk sementara ini susunan klasemen sementara adalah dua laki-laki dan tiga perempuan ;), dengan list nama lengkap, panggilan dan umur seperti di bawah: Abdurrahman Yusuf Irsyad (Irsyad, 8 tahun) Abdussalam Faqih Hasan (Hasan, 6 tahun) Salsabila Yuka Izzatunnisa (Yuka, 4 tahun) Nadhifah Laila Ramadhani (Nana, 1 tahun) Naura Azka Sadidah (Azka, 0...
Tango!
Bukan nama makanan, apalagi nama tarian, meskipun mungkin kita bisa menari-nari dengannya 😉 Ramadhan kemarin, saya janji beli sepeda baru untuk Irsyad, anak saya yang paling gede (kelas 2 SD, 8 tahun), kalau dia bisa puasa penuh. Meskipun akhirnya masih bolong 2 hari, saya akhirnya tetap putuskan beli sepeda sebagai hadiah. Saat Jabotabek sepi senyap ditinggal para penghuninya yang mudik ke daerah masing-masing, dimulailah perburuan sepeda. Untungnya, para penjual sepeda di lingkaran (setan) pasar Pondok Gede masih dengan sabarnya menunggu barang dagangannya, di tengah sepinya jalanan, sehingga relatif kita masih punya beberapa pilihan tempat pembelian sepeda. Di luar dugaan, Irsyad sekarang sudah bisa diajak diskusi untuk memilih Sepeda 😉 Yang pertama masalah merk, dua sepedanya terdahulu adalah Wimcycle, dan karena adiknya, Hasan (TK, 6 tahun), terlanjur saya belikan Polygon, jadinya Irsyad minta merk yang sama. Pyuh … anak jaman sekarang, merk sepeda saja sudah bisa pilih pilih ! 🙁 Yang kedua masalah ukuran, sepeda dia sebelumnya berukuran 20 (inch), jadi dia minta yang agak gede yaitu ukuran 24, supaya bisa lari kenceng katanya. Hmm cuman saya lihat-lihat ukuran 24 ini nanggung, beda dikit dengan ukuran 26 (ukuran dewasa). Jadi saya ajak dia coba-coba dulu naik yang ukuran 26, masih agak kegedean dikit, cuman kayaknya 3-4 bulan ke depan sudah pas. Irsyad awalnya masih agak merengek minta ukuran 24, tapi akhirnya luluh setelah melihat satu jenis sepeda Polygon yang gagah bernama Tango 😉 Itulah yang akhirnya saya beli, agak sedikit mahal, cuman saya pikir untuk pemakaian dengan jam terbang yang tinggi karena hampir tiap hari Irsyad main sepeda … sepertinya kok masih pantas 😉 Dan beraksilah Irsyad dengan Tango-nya ! Â ...
Berilah Mataharimu Sinar Takwa
Potret orang Jepang dari dekat, sebuah kisah kecil yang kebetulan saya tulis sewaktu tinggal di Jepang. “Ohayo gozaimasu (selamat pagi)”, sapa gadis kecil tetangga rumah, ketika saya hendak mengayun sepeda mengantar Irsyad, anak saya yang paling besar, ke Yochien (TK Jepang). Saya tersenyum karena tanpa sadar ternyata Irsyad sudah menganggukkan kepala dan balik menyapa gadis kecil tadi. Yochien tempat Irsyad sekolah letaknya tak jauh dari rumah, naik sepeda sekitar 5 menit. Dalam perjalanan, kami lewat di depan rumah Oyasan (pemilik rumah yang kami sewa). Saya lihat dia sedang siap memanen sayur dan buah-buahan di kebun kecil di depan rumahnya yang selalu dia rawat dengan baik. Saya sapa dia dengan melambaikan tangan karena posisinya agak jauh. Tiba-tiba Irsyad menepuk-nepuk punggung saya dan mengatakan, “Abi, hari ini kita bisa makan tomat segar nih.”, dengan mimik muka yang bersemangat. Saya tersenyum, ya memang pada saat musim panen, sering sekali Oyasan memberi kami satu plastik besar berisi tomat, bawang ataupun wortel dari hasil panenan kebunnya. Sampai di Yochien, Irsyad sudah lari masuk ke kelasnya dengan bawaan yang menurut saya agak kurang pantas untuk seorang anak TK berumur 4 tahun. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Dan si anak juga harus bisa mengenali sendiri mana barang yang milik dia. Saya biasa langsung berangkat ke kampus setelah mengantar Irsyad. Pulang ke rumah sore hari, sudah menunggu istri yang tersenyum dan bercerita bahwa hari ini mendapat kiriman bawang dan tomat dari Oyasan. Ingin kembali memotret Jepang dari dekat beserta perilaku kehidupan masyarakatnya. Saya sering becanda ke teman-teman bahwa kadang-kadang orang Jepang itu berperilaku lebih Islami daripada...
Beri Kami Kebebasan
“Beri Kami Kebebasan” itu mungkin yang ingin diungkapkan beberapa anak TK dan SD pada saat mereka mengikuti lomba mewarnai di TK/SD IT Al Marjan Jati Makmur, Bekasi. Kebetulan hari Sabtu tanggal 29 Januari 2006, saya menemani dua anak saya, Irsyad (SD kelas 1) dan Hasan (TK A) mengikuti lomba mewarnai di sekolah mereka. Selagi Irsyad dan Hasan asyik mewarnai dengan crayon mereka, saya coba berkeliling melihat-lihat gambar ratusan anak yang lain. Melihat gambar mereka, seperti melihat ratusan sifat dan pemikiran yang ada di benak mereka. Setiap anak punya style sendiri-sendiri dalam mewarnai. Pertama dari peralatan yang digunakan untuk mewarnai selain crayon, juga ada yang menggunakan pensil warna. Kemudian masalah pemakaian warna, dari yang bertipe sederhana dan sedikit bermain warna, sampai yang suka beragam warna. Dari yang warnanya sesuai dengan kenyataan, misalnya langit biru, daun hijau, pohon coklat, dsb. Ada juga yang kreatif dengan menggunakan warna sesuai dengan keinginan mereka, langit hitam, daun biru, pohon abu-abu, bahkan ada yang membuat semua gambar berwarna kuning. Tidak ada yang salah menurut saya, beri mereka kebebasan untuk menentukan sesuatu sesuai dengan yang mereka imajinasikan. Jangan pernah membatasi dan jangan pernah menyetir mereka menurut keinginan kita. Anak-anak kita bukanlah kita, mereka mungkin nantinya akan lebih pintar, lebih cerdas dan lebih kreatif daripada kita. Biarkan mereka berkembang apa adanya 😉 Irsyad dan Hasan paling cepat selesai mewarnai, mereka berebutan mengumpulkan gambar ke panitia. Mereka mengatakan bahwa mereka menang karena paling cepat selesai. Saya jelaskan bahwa lomba mewarnai itu menggunakan kriteria keindahan dan keserasian disamping ketepatan waktu yang ditetapkan panitia. Irsyad bilang bahwa paling tidak menang satu kriteria 🙂 Sekali lagi, anak-anak kita memang jauh lebih pintar dan cerdas daripada kita. Kesuksesan panitia menyelenggarakan acara lomba yang juga diikuti murid-murid TK dan SD dari berbagai sekolah di sekitar Pondok Gede, sedikit terganggu dengan sistem...