Pengembangan Konten di Era Web 2.0
Pada seminar kecil yang diadakan Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK) tanggal 11 April 2008, saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan bahasan tentang konten dan bagaimana pengelolaan konten di era dan paradigma baru yaitu Web 2.0. Materi diskusi seputar pengertian tentang konten, masalah publikasi konten di Internet, aplikasi untuk mengelola konten, strategi pengembangan konten dan yang terakhir tentang content monetizing. Diskusi menarik karena dihadiri oleh pak Idwan Suhardi (Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek), pak Engkos Koswara Natakusumah (Staf Ahli Menteri Negara Ristek Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi), pak Kemal Prihatman (Asdep Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi), dan pak Agus Sediadi. Tertarik? Ikuti tulisan ini …
Saya mencoba mengkompilasi jenis atau ragam konten menjadi sebagai berikut:
-
Berdasarkan Media
-
Text-based Content: Konten berbasis text seperti yang ada di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb. Konten berbasis text lebih cepat dibuat dan dipublish melalui Internet karena relatif secara ukuran file juga lebih kecil.
-
Multimedia-based Content: Konten berbasis multimedia, baik itu multimedia linier (seperti film dan video yang berjalan sekuensial dan garis lurus) maupun multimedia interaktif (seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya). Konten berbasis multimedia relatif lebih memerlukan waktu dan cost dalam pembuatan maupun publikasinya di Internet, dikarenakan ukuran filenya yang relatif besar.
-
-
Berdasarkan Tingkat Kemanfaatan
-
Data: Sesuatu yang tidak membawa arti, bersifat mentah dan merupakan kumpulan dari fakta-fakta tentang suatu kejadian. Bisa juga merupakan suatu catatan terstruktur dari suatu transaksi, dan boleh dikatakan materi penting dalam membentuk informasi.
-
Informasi: Kompilasi dari data. Informasi memiliki arti, relevansi dan juga tujuan. Transformasi data menjadi informasi adalah dengan menambahkan “nilai. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sesuatu yang membawa arti
-
Pengetahuan: Gabungan dari suatu pengalaman, nilai, informasi kontekstual dan juga pandangan pakar yang memberikan suatu framework untuk mengevaluasi dan menciptakan pengalaman baru. Bisa berupa solusi pemecahan suatu masalah, petunjuk suatu pekerjaan dan ini bisa ditingkatkan nilainya, dipelajari dan juga bisa diajarkan kepada yang lain.
-
Saya memberikan penjelasan beserta contoh yang menarik bagaimana sebuah transformasi dari data-informasi-pengetahuan bisa terjadi, dan bahkan transformasi berikutnya dari pengetahuan sebenarnya adalah wisdom (kebijakan). Saya juga akan bahas masalah ini secara mendetail di posting lainnya.
-
Berdasarkan Lisensi
-
Open Content: Segala jenis hasil kerja kreatif yang dipublikasikan dalam suatu format (lisensi) yang memungkinkan pihak lain (individu, perusahaan, organisasi) untuk memperbanyak dan memodifikasi informasi didalamnya. Hak cipta dalam open content tetap ada, tapi lisensi memungkinkan orang lain bebas untuk menggunakan dan memodifikasinya. Jenis lisensi open content diantaranya adalah: GNU Free Documentation License (GFDL), Creative Common License, Open Content License (OPL) dan Open Directory License (ODL).
-
Proprietary Content: Segala jenis hasil kerja kreatif yang dipublikasikan dalam suatu format (lisensi) dengan berbagai batasan dalam penggunaan, modifikasi, atau memperbanyak. Lisensi proprietary content biasanya dalam bentuk royalti (uang) ke pemilik hak ciptanya. Perlu dicatat bahwa meskipun sebuah proprietary content menyatakan sebuah produk adalah free content, tapi belum tentu produk itu free for (redistribute) atau free for modify.
-
Diskusi berikutnya adalah tentang mengapa kita harus melakukan publikasi konten di Internet. Beberapa alasan yang saya beri adalah sebagai berikut:
-
Pengguna Internet di dunia sangat besar, mencapai lebih dari 1 miliar. Pengguna Internet di Indonesia mencapai 20 juta. Ini media tempat publikasi konten yang sangat menarik dan tidak ada satupun media massa beroplah melebihi 20 juta. Internet adalah kekuatan yang mendatarkan dunia kata Thomas Friedman. Intinya publikasi di Internet adalah cara murah, mudah, cepat dan gratis dalam melakukan menyebarkan informasi ke masyarakat.
-
Menurut The Internet Economy Indicator (2000), nilai ekonomi internet tercatat sangat besar (lebih dari 850 miliar dollar). Angka ini mengalahkan nilai ekonomi dari Asuransi (724 miliar dolar) dan Kendaraan (728 miliar dolar), yang beberapa dekade sebelumnya mengalami masa kejayaan. Sayangnya tiap tahun lebih dari 100 miliar nilai ekonomi Internet disumbangkan oleh bisnis pornografi. Tentu selain berharap cipratan dari nilai ekonomi yang besar ini, kita tentu punya motivasi lebih untuk mewarnai konten-konten Internet dengan konten-konten mendidik, sehat dan berguna untuk seluruh masyarakat di Indonesia.
-
Internet mengubah kultur masyarakat di dunia, baik dalam mencari sumber informasi baik berupa referensi research, berita, lowongan kerja (google.com), maupun kultur dalam sosial networking (friendster.com, facebook.com). Karena itulah sering disebut Content is the King di era Web 2.0, karena dengan content kita bisa mengubah dan men-drive kultur masyarakat, mau kita jadikan baik atau buruk.
-
Internet memungkinkan individu atau sekelompok kecil orang melakukan perubahan di dunia ini. Ini sesuai dengan teori globalisasi versi 3 yang dikatakan oleh Thomas Friedman, dimana yang melakukan perubahan di dunia ini bukan lagi negara (globalisasi versi 1), perusahaan (globalisasi versi 2), tapi adalah indvidu dan kelompok-kelompok kecil. Teori ini diamini oleh majalah Time yang memberi penghargaan kepada siapapun, individu-individu yang melakukan sharing knowledge di Internet dan juga para kontributor dari layanan user-generated content sebagai Time’s Person of the Year. Ini yang sering disebut Open is the King. Keterbukaan, sharing dan discussion adalah keyword penting dalam publikasi konten di Internet.
Bagaimana pengelolaan kontent berbasis Web 2.0, nah ini saya bahas di materi diskusi berikutnya. Yang pertama saya mencoba mengenalkan secara gampang makhluk apa itu Web 2.0.
Web 2.0 adalah tren yang digunakan pada teknologi WWW dan web desain yang bertujuan untuk memfasilitasi kreatifitas dalam sebuah komunitas berbasis web: sharing informasi, sindikasi informasi, dan kolaborasi atau diskusi antar pengguna. Karakteristik utama dari Web 2.0 adalah user-generated content, artinya kita mencoba membuat sebuah layanan yang pengguna kita ikut serta dalam mengisi kontennya. Perlu dicatat bahwa sebagian besar pengelolaan konten di Internet menuju ke Web 2.0.
Contoh layanan dan aplikasi yang berbasis Web 2.0 adalah:
-
Social Networking: friendster.com, facebook.com
-
Wikis: wikipedia.org
-
Maps: maps.google.com, wikimapia.com
-
File: rapidshare.com, 4shared.com, gudangupload.com
-
Blogs:
-
Text: wordpress.com, blogspot.com, multiply.com
-
Foto: flickr.com
-
Video: youtube.com
-
Layanan seperti diatas bisa kita bangun sendiri dengan memanfaatkan Content Management System (CMS) opensource diantaranya adalah:
-
Blog: WordPress.org
-
eLearning: Atutor.ca, Moodle.org
-
Portal: Joomla, Drupal
-
eCommerce: osCommerce, Zen Cart
-
Groupware: phpGroupware, aCollab
-
Forum: phpBB, iceBB
-
Image Gallery: phpWebGallery, Coppermine
-
Wiki: Dokuwiki, Mediawiki, pmWiki
Di sesi terakhir saya membahas tentang strategi pengembangan konten, ini sebagian merupakan rangkuman dari apa yang saya tulis di posting berjudul teknik membangun komunitas maya dan mengenal bisnis di Internet. Formulasi content development strategy saya visualisasikan secara mudah dan saya sebut dengan ISeSoSBI = Identification – Segmentation – Solution – Selling – Branding – Innovation. Animasi di bawah mudah-mudahan bisa memperjelas uraian saya.
Pertanyaan mungkin datang dari teman-teman, mengapa RISTEK harus memperhatikan masalah layanan konten dan Web 2.0 ini? RISTEK memiliki banyak agenda berhubungan dengan content development, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan sosialiasi Iptek ke masyarakat seperti dalam project Warintek, Teknologi Tepat Guna, IGOS, dsb. Tentu sangat menarik apabila berbagai kegiatan RISTEK ini mengadopsi kultur Web 2.0 sehingga distribusinya lebih cepat, efektif dan manfaatnya dapat dinikmati masyarakat Indonesia di manapun berada.
waktu MASTEl mengadakan acara Indonesian Broadband Summit, saya tertarik sama materi yang dibawakan Gerd Leonhard, dia bilang waktu itu bahwa era internet web 2.0 ke depannya adalah open is king.
Materinya bisa diunduh di webnya, sepertinya sesuai dengan yang mas Romi Sampaikan.
maap mas romy.Klo website menggunakan teknologi silverlight, ato ajax, bukan web 2.0 ya? mohon bimbingan-nya ^^
Sebaiknya kita menjadi content provider yang baik dan handal atau menjadi pembuat content container? Jika ingin membuat content container aspek apa saja yang perlu saya perhatikan, berhubung ide sudah ada, namun takut salah langkah 😀 , tenang mas idenya bukan tentang penyedia layanan pornografi kok 😉
Layanan web 2.0 yang mas sebutkan diatas kebanyakan merupakan Content Container, sedangkan content providernya sendiri adalah publik (termasuk ilmukomputer.com). Mengingat user sudah memiliki kapabilitas sebagai content provider independent. Beberapa servis yang made in Indonesia diantaranya: kronologger.com, moodmill.com, fotografer.net
Saya sedikit bingung Pak. Memang potensi bisnis internet itu sangat besar, bahkan di jajaran 100 perusahaan terbaik versi Forbes, ada beberapa perusahaan yang bisnis utamanya di bidang internet (Yahoo, Google, dll). Dan memang potensi bisnis internet itu sangat besar.
Tetapi apakah hal itu juga berlaku di Indonesia Pak? Sebagian besar dari 20jt pengguna internet Indonesia itu bukanlah pengguna internet pribadi. Jadi kebanyakan hanya memanfaatkan fasilitas (baik di kantor, kampus, sekolah, warnet, dll). Selain itu, sebagian besar dari pengguna ini juga masih menggunakan internet sebagai media untuk hiburan (download lagu, cari2 temen (friendster), lihat – lihat video, dll), dan sisanya adalah pembaca berita (detikcom, okezone, dll).
Ini masih ditambah fakta bahwa 20jt pengguna internet indonesia masihlah terkonsentrasi di kota – kota besar : Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogja.. Masih sangat jauh dari ukuran merata.
Kota – kota lainnya memiliki akses internet dengan biaya yang sangat mahal (di kampung saya – ibukota propinsi, harga warnet Rp 6000/jam).
Lalu dengan kondisi begini, saya justru ragu – ragu Pak dengan peluang bisnis web 2.0 di Indonesia..
web 2.0, dengan sifatnya yang interaktif dan terbuka, sepertinya akan semakin memudahkan terjadinya proses spiralisasi pengetahuan.
#Dudi: Menarik mas informasinya, terima kasih 🙂
#Ali: Baik content container ataupun content provider, asal dibangun dengan strategi pengembangan konten yang baik, Insya Allah tetap akan digemari masyarakat.
#Toim: Saya melihat Web 2.0 adalah sebuah kultur dan paradigma. Dia tidak ada hubungannya dengan teknologi yang akan digunakan. Silakan saja mau menggunakan teknologi apa tidak masalah, asal karakteristiknya mengikuti Web 2.0
#Okto: Hehehe lha kan saya sudah membuktikan bahwa business berbasis Web 2.0 adalah menguntungkan di Indonesia 🙂 20 juta pengguna, meskipun bagaimanapun juga keadaannya adalah pasar besar, Indonesia no 14 sedunia untuk pengguna Internet. Saya lihat peluang akan selalu ada dan bahkan meningkat waktu demi waktu.
menunggu-nunggu kapan depristek bisa konkrit kayak menkominfo dan bisa menguatkan potensi teknologi Indonesia
inti dari web2.0 adalah membiarkan user terlibat dan mungkin mengembangkan jaringannya sendiri. Bisa dibilang berbasis komunitas. Namun mengingat tingkat penetrasi internet indonesia yang relatif rendah, mungkin langkah ini harus ditunda sampai infrastruktur sudah memadai dan yang pasti terjangkau secara ekonomis.
bukannya web 2.0 berhubungan dengan ajax juga ^_^
#Datelevel: Kalau pertanyaannya gini gimana jawabannya, “HTML dan PHP berhubungan nggak dengan Web 2.0?” 🙂
#Kamal: Hehehe wah itu harus disampaikan ke temen-teman di RISTEK 😉
Hakekat daripada Web 2.0 hanyalah satu, yakni perubahan paradigma pembelajaran (learning strategies)yang sebelumnya dituntut “Know How” dan “Know What”, maka kini dituntut pula “Know Where” (melalui bentuk fenomena Social Network/Marker/Tagging plus fasilitas-fasilitas Wiki, Blog, Podcast dsb). Dan hal tsb merambah keistilah domain-domain : Business 2.0; Learning 2.0; Science 2.0; Campus 2.0; Hospital 2.0 dsb. Sekarang tergantung kepada kita seberapa reponsifkah kita mengadopsi budaya tsb yang dibutuhkan dalam mengantisipasi “banjir”nya Ekologi Informasi dan Ekologi Knowledge yang meledak secara eksponensial pada skala global. Lagi-lagi dalam hal ini kita harus kembali kemasalah Sistem Pendidikan kita sebagai yang paling primer kalau mau sejajar dengan negara-negara lain. Kalau menurut hemat saya, salah satu penyebab yang paling merusak sistem pendidikan kita adalah budaya Bimbingan Belajar atau Bimbingan Test.
#Santo: Setuju om 😉
kayaknya saya perlu byk belajar lagi nich,, dr om-om di sini,,
jujur masih hijau banget masalah web mas romm.. 🙂
#ochim: Saya juga merasa masih hijau kok 🙂 Cuman semangatnya saja merah …kekeke
MEmang sudah saatnya jajaran pemerintahan memakai system web 2.0 jadi informasi yang tersampaikan jangan sampai kalah pamor dengan yang non ofisial hanya karena orang malas berkunjung ke portal pemerintahan yang menggunakan metode pengelolaan jadul.
MAju terus Indonesia, semoga Kau bisa membuatku bangga.
Tambahan urun rembug lagi. Ngomong-ngomong soal Content, dengan adanya web 2.0 yang memfasilitasi Social Networking, maka soal Context sama equalnya dan bahkan mungkin lebih menonjol ketimbang Content berkat ciri-ciri Kolaborasi, Interaktif dan Integrasi yang tercipta antar komunitas 2.0
Terima kasih Mas Romi atas informasinya, pokoknya tiap saya buka internet (browsing) tidak lupa buka romisatriawahono.net, karena inforamasi dan bagi ilmunya sangat bagus.
#Yudhi: Itu dia yang saya bidik. Bayangkan apabila RISTEK menerapkan Web 2.0 untuk beberapa produk hasil penelitian ipteknya 🙂
#Trisno: Terima kasih mas. Mudah-mudahan bermanfaat 😉
Ada artikel menarik tentang science 2.0
Science 2.0 — Is Open Access Science the Future?
#lilamr: Oh info sangat menarik. Saya malah belum baca 😉 Thanks banget.
Mas Romi, salam kenal ya. Tadinya aku cari-cari shoutboxdi websitenya mas Romi, ternyata gak ada. Jadi aku posting aja komentar dan salam perkenalan disini.
Artikel yang kembali menggugah semangat berbisnis online, ya setidaknya berlaku untuk saya pribadi. Kapan waktu saya mohon ijin memposting ulang artikelnya ke blog pribadi saya.
Terima kasih sebelumnya.
Wah… bagus tuh mas… mudah2an teman2 di RISTEK mau mengadopsi konsepsi Web 2.0 dalam program difusi teknologi kepada masyarakat Indonesia…
#Leo: Silakan mas
#JT: Yap setuju mas 😉
kalo website saya apakah sudah termasuk user-generated content? dan bisa dibilang web 2.0?
maju terus internet indonesia.
saya aplous pada mas romi dkk yang menggunakan internet di era web 2.0 untuk pendidikan dan sharing knowledge..
Pak..terima kasih..artikelnya sangat membantu..Oh ya kalau content delivery operator itu apa yah?…dan trend konten saat ini selain web 2.0 apa lagi yah..
sedikit menambahkan artikel2 mas romi yang dahsyat2 ini. Menurut salah satu pakar web 2.0
Jeff Kelly , Director of Knowledge Strategy, Hinchcliff & Co, and Head Instructor Web 2.0 University.
“Web 2.0 is networked products that explicitly leverage network effects”
and 7 Principles of web 2.0 :
=========================
1. The Web as platform
2. Services Beyond a single device
3. Data is the competitive advantage
4. Lightweight Product and business models
5. Rich User Experiences
6. Harnessing Collective Intelligence
7. Leveraging the Long Tail
Salam
Anom
Menarik sekali, Pak. Memang kita harus perbanyak konten positif di Internet. Teman saya pernah berbagi fakta yang menarik. Ternyata, konten berbahasa Indonesia yang diproduksi khusus untuk anak-anak sangat minim. Lain dengan konten berbahasa Inggris. Anak-anak bangsa kita pasti kesulitan untuk menemukan konten yang bermutu, sesuai untuk dikonsumsi olehnya dan berbahasa Indonesia. Karena itu, menurut saya, dengan adanya Web 2.0 ini kita juga harus bisa mendorong produksi konten positif untuk anak-anak Indonesia
saya guru TIK di SDN 1 Sidorejo, di Kalimantan Tengah. Saya tidak mempunyai latar belakang pendidikan khusus untuk ilmu komputer. Terus terang pengetahuan saya tentang komputer kecil (pemula) tapi semangat untuk belajar sangat besar. Saat ini fasilitas yang kami miliki cukup memadai, selain 1 server (bantuan Diknas) kami juta punya 28 client (P-IV) 16 Notebok, dan 14 Proyektor. Semua komputer terhubungan dengan jaringan (LAN) serta mempunyai jaringan Internet.
Saya bermaksud membangun jaringan INTRANET untuk sekolah, tapi pengetahuan tentang web server tidak ada. Mohon bantuan serta petunjuk Bapak, bagaimana membangun Intranet dengan conten yang ingin saya miliki antara lain : blog, e-mail, forum, e-learning, e-library.
Mohon petunjuknya tentang :
– software yang diperlukan
– cara instalasi dari awal
Terima kasih, jawaban bapak sangat saya harapkan di e-mail jainihasbullah@yahoo.co.id
blog sekolah kami : http://www.sdn1sidorejo.co.cc
blog saya : http://www.hasbullahjaini.co.cc
saya baru belajar tentang Web 2.0 di matkul webeng dimana mempelajari tentang mengembangkan web application dengan langkah2 pengembangan software,
dan ada yang ingin saya tanyakan mengenai web 2.0
untuk build project proposal yang menangani penitipan barang berharga di perusahaan security guard
bentuk web2.0 seperti apa yang harus dibangun untuk menangani internal using dalam perusahaan yang lebih dikhususkan dalam permasalahan koordinasi pegawai di security guard barang berharga.
regrad.
informasi yang sangat bermanfaat..
untuk pengembangannya paling tidak ada pada blog
terimakasih
atas ilmunya pak…:)
Menarik sekali, Pak. Memang kita harus perbanyak konten positif di Internet. Teman saya pernah berbagi fakta yang menarik. Ternyata, konten berbahasa Indonesia yang diproduksi khusus untuk anak-anak sangat minim.
Untuk menambah referensi penulisan konten konten silahkan cek web ini forum perpustakaan
Apakah Web 2.0 saat ini tahun 2020 ini sangat bagus digunakan untuk backlink gan ? bantu jawab donk
web 3..0 sepperyi apa ya kelanjutannya
Melihat perkembangan internet dan kemudahan akses, web2.0 mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif
karena banyaknya konten yang ada di internet saat ini. Mungkin ada satu web yang bisa memberikan arahan ke mana tujuan penyajian yang sebenanrtnya. Misalnya menyajikan sebuah blog yang terangkum dalam satu niche dan bisa mengikuti perkembangan. Misalnya saja, https://bisnisonlineusaharumahan.com. Menjadi sebuah blog yang menyajikan konten dalam topik panduan bisnis online untuk pemula serta berbagai artikel transaksi perbankan dan e-wallet.