4 Jenis Mahasiswa, Anda Termasuk Yang Mana?
Pada saat menjadi mahasiswa baik di program S1, S2 maupun S3 di Jepang, saya mengalami berbagai proses pembelajaran yang kadang bikin geli kalau mengingatnya sekarang. Proses belajar ternyata membuat jenis dan karakter saya berubah-ubah. Kadang saya nggak sadar dengan ketidakmampuan saya, tapi kemudian kenyataan menyadarkan saya bahwa saya tidak mampu, dan akhirnya setelah saya belajar keras saya jadi sadar apa saja kemampuan saya. Di sisi lain agak sedikit berbahaya ketika saya tidak sadar dengan kemampuan saya. Jadi kayak bunglon dong? Hmm lebih tepatnya bunglon darat ;). Terus saat ini anda termasuk jenis mahasiswa yang mana? Mari kita lihat bersama.
1. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Ketidakmampuannya (Unconsciously Incompetent)
Tahun 1994, kehidupan saya di Jepang di mulai. Saya beserta 14 orang yang lain sekolah bahasa Jepang di Shinjuku, nama sekolahnya Kokusai Gakuyukai. 1 tahun belajar bahasa Jepang, kita berhasil menghapal sekitar 1000 kanji. Kemampuan bahasa Jepang level 1 menurut Japanese Language Proficiency Test alias Nihongo Noryoku Shiken. Kebetulan karena saya senang nggombalin orang ngomong, percakapan bahasa Jepang saya cukup terasah (pera-pera). Di Kokusai Gakuyukai, kita juga diajari pelajaran dasar untuk Matematika, Fisika dan Kimia. Ini juga nggak masalah. Kurikulum Indonesia yang padat merayap plus rumus-rumus cepat ala bimbel :D, membuat soal-soal jadi relatif mudah dikerjakan. Karena saya newbie di dunia komputer, padahal harus masuk jurusan ilmu komputer, saya beli komputer murah untuk saya oprek. Newbie? yah bener, saya gaptek komputer waktu itu. Saya kerja keras, saya bongkar PC, saya copoti card-cardnya karena pingin tahu, sampe akhirnya rusak hehehe. Terus nyoba mulai install Windows 3.1. Lebih dari 3 bulan, tiap malam saya keloni terus itu komputer, jadi lumayan mahir lah. Tahun 1995, masuk ke Saitama University dengan sangat PD dan semangat membara :). Nah pada tahap ini saya sebenarnya masuk ke jenis mahasiswa yang tidak sadar akan ketidakmampuannya. Dikiranya semua sesuai dengan yang dibayangkan dan diangankan.
2. Mahasiswa Yang Sadar Akan Ketidakmampuannya (Consciously Incompetent)
Masuk kampus, ternyata bekal kanji 1000 huruf nggak cukup. 1000 kanji itu level anak SD atau SMP di Jepang. Saya perlu lebih dari 30 menit untuk membaca 1 halaman buku textbook pelajaran, padahal orang Jepang hanya perlu 2-3 menit 🙁 Kemahiran percakapan juga nggak banyak menolong karena mahasiswa Jepang membentuk grup-grup. Saya satu-satunya mahasiswa asing di Jurusan, nggak kebagian teman, meskipun sudah kerja keras tegur sapa, ngajak kenalan, nanya jam, nanya mata pelajaran, dsb. Matematika, Fisika, dan Kimia sebenarnya mudah, hanya masalahnya karena Kanji terbatas, kadang saya nggak ngerti yang ditanyain apa. Jadi kadang saya kerjasama dengan mahasiswa Jepang disamping saya, dia ngerti apa yang ditanyain, tapi nggak bisa ngerjakan. Sebaliknya saya nggak ngerti yang ditanyain, tapi sebenarnya bisa ngerjain … hehehe. Untuk praktek di lab komputer, ternyata semua pakai terminal Unix (Sun), sama sekali nggak ada mesin yang jalan under (Microsoft) Windows. Yang pasti, harus sering mainin command line di shell, untuk ngedit file hanya bisa pakai emacs, browsing hanya bisa pakai mosaic, laporan harus pakai latex, buat program harus pakai bahasa C atau perl (CGI) untuk yang berbasis web. Kenyataan membuat saya sadar akan ketidakmampuan saya :).
3. Mahasiswa Yang Sadar Akan Kemampuannya (Consciously Competence)
Karena sadar bahwa banyak hal yang ternyata saya belum mampu, yang saya lakukan adalah belajar keras. Saya kurangi tidur, saya perbanyak baca, perbanyak beli buku, beli kamus elektronik, banyak diskusi dengan teman-teman mahasiswa Jepang. Saya mulai banyak bermain-main dengan Linux dan FreeBSD di rumah untuk kompatibilitas dengan tugas kampus. Nyambung internet dengan dialup, mulai belajar mengelola server, mulai membuat program kecil-kecilan dengan bahasa C dan Perl. Banyak kerja part time, mulai dari nyuci piring, interpreter, code tester dan programmer. Saya mulai aktif di dunia kemahasiswaan, baik di dalam kampus maupun di luar kampus, termasuk ikut mengurusi Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang sampai pernah terpilih jadi ketua umumnya. Knowledge dan skill di kampus terasah, experience dan manajemen keorganisasian juga terasah. Alhamdulillah saya mulai banyak punya teman Jepang, kadang makan bareng, main bareng atau ngoprek komputer bareng di asrama mereka. Untuk menambah ilmu kadigdayaan (sebenarnya sih untuk keperluan kerja part time 😉 ), saya menambah peliharaan komputer di apartemen dengan Apple Macintosh dan beberapa Unix machine.
Tahun pertama dan kedua terlewati dengan baik, nilai lumayan dengan nuansa penuh kegembiraan. Saya berusaha semaksimal mungkin “menjual” kemampuan saya, baik dalam bentuk jasa alias sebagai interpeter, lecturer, programmer, software engineer, maupun dalam kemasan produk software yang saya buat (sistem informasi rumah sakit, sistem informasi periklanan, web application, network management system, dsb). Alhamdulillah saya sudah bisa mandiri dan mendapat banyak pengalaman dan keuntungan finansial mulai tahun ketiga kehidupan saya di Jepang, sehingga akhirnya saya putuskan menikah “dini” supaya lebih tenang, aman dan sehat ;). Nah pada masa ini jenis saya adalah semakin sadar akan kemampuan saya :).
4. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Kemampuannya (Unconsciously Competence)
Saya banyak ngejar kredit di tahun 1 dan 2, dengan harapan bisa tobikyu (loncat tingkat), meskipun saya kemudian nggak minat lagi karena ternyata di Jepang kalau kita loncat langsung ke program Master (S2), ijazah S1 nggak diberikan oleh Universitas. Resiko besar kalau saya balik Indonesia tanpa ijazah S1, urusan birokrasi pemerintahan (PNS) akan merepotkan, apalagi kalau nanti nyalon jadi walikota semarang, bisa kena pasal ijazah palsu … hehehe. Akhirnya tingkat 3 kuliah banyak kosong (sudah terambil di tingkat sebelumnya). Part time juga saya lebih selektif, hanya di bidang garapan saya saja, yang bisa kerja remote dan lebih bebas waktunya. Tidak ada lagi tempat untuk kerja kasar nyuci piring atau angkat karung. Saya terpaksa ambil mata kuliah jurusan lain untuk menjaga ritme kampus. Meskipun kadang ditolak professor pengajar, karena saya ambil mata kuliah semacam combustion, teknologi pendidikan, sistem tata kota, dsb yang nggak ada hubungan dengan computer science. Akhirnya karena keasyikan ngambil kredit, nggak sadar kelebihan kredit. Total terambil 170 kredit, padahal syarat lulus S1 hanya 118 kredit :D.
Sehari hampir 18 jam di depan komputer, kecuali tidur sekitar 6 jam, tugas kampus juga saya kerjakan dengan baik. Akhirnya masuklah saya ke masa, “nggak ngerti lagi mau ngapain di Internet” :D. Saya mulai suka iseng dan banyak aktif di dunia underground dengan berbagai nama samaran. Saya kadang membuat program looping tanpa stop untuk mbangunin admin kampus, alias men-downkan server karena overload CPU dan memori. Kadang nge-brute force account teman untuk ambil passwordnya, sehingga bisa baca email-email cintanya ;). Sampai akhirnya saya pernah kena skorsing 3 bulan karena ngecrack account professor-professor di kampus. Nah di masa ini, saya berubah jenis sebagai mahasiswa yang nggak sadar bahwa punya kemampuan untuk berbuat negatif dan merusak kestabilan kampus :).
Di sisi lain, saya banyak mendapatkan knowledge di Universitas, formal language dan automata, software project management, software metrics, requirement engineering, dsb yang pada saat dapat kita mikirnya ini nanti dipakai dimana yah :). Tapi ternyata semua itu bekal yang cukup berguna ketika harus masuk ke dunia industri dan menggarap project-project yang lebih riil. Kondisi seperti ini juga termasuk dalam posisi yang tidak sadar akan kemampuannya 🙂
Bagaimanapun juga mahasiswa sebaiknya di arahkan untuk menjadi jenis ke-3, yang sadar akan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk hal-hal positif. Kalaupun ada mahasiswa yang dengan skillnya terjebak tindakan negatif, pembimbing ataupun dosen juga harus bijak mensikapi. Bagaimanapun juga ini semua adalah proses belajar dan proses pematangan diri. Sebagai tambahan, 4 hal diatas diformulasikan orang dan terkenal dengan nama teori Experiential Learning. Lalu anda termasuk yang mana? Silakan dijawab sendiri.
Yang paling penting, apapun jenis anda, jangan pernah menyerah dan tetap dalam perdjoeangan !
Ada juga mahasiswa yang sadar akan ketidakmampuannya (Consciously Incompetent), tapi dia sadar bahwa dia punya kemampuan untuk menutupi (bukan memperbaiki) ketidakmampuannya itunya (Consciously Competence), sehingga sebenarnya mahasiswa ini tidak sadar bahwa kemampuannya (Unconsciously Competence) yang merusak itu menunjukkan bahwa dia tidak sadar akan ketidakmampuannya (Unconsciously Incompetent).
Nah, yang ini kategori baru ya Pak Romi ?
kalo aku tipe yang suka bobo siang
Nihongo Noryoku Shiken level 1 pun masih ga ada apa-apanya? ck ck ck…. *bayangin betapa bego-nya saya*
1000 kanji gituh…. hikksss
still a long way to go 🙂
terima kasih atas proposalnya bantuannya pak romi saya irfan iqbal dari univ. muh. metro lampung
Semangaaaattt,,,
untung mampir sini, jadi semangat lagi,,,
*_*
Bunglon darat ?….buaya darat kali:D kaburrrr…….
Assalamu alaikum,
Daftar di listing fans bang Romi nih … 🙂
Tapi usul Bang, nulisnya lebih sering lagi dooong, kalo perlu tiap hari, biar charge semangatnya tiap hari juga nih he he
Bang, kalo kita di Bandung pengen ngundang untuk bicara tentang Digital Library di rekan-rekan pustakawan sekolah boleh ndak ? Kontak kemana ya ?
Salam Salut Bang …
ini kayaknya ada di hadits deh…
orang yang gak tahu bahwa dia gak tau
orang yang tau bahwa dia gak tau…
…
…
kalo saya mungkin kategori yang lain…
mahasiswa yang sadar akan ketidakmampuannya, tahu harus menuju ke mana, tapi ga tahu jalan untuk menuju ke sana…. hehehehehe
makasih pencerahannya om…. moga-moga makin produktif dan reproduktif…. wakakakaka
daru
(pura-pura mahasiswa)
# Himura: Ya dosen juga manusia mas. Pekerjaan dosen juga berat lho, ngajar tiap minggu, update knowledge, dan dia harus belajar untuk mengajar. Terakhir ini yang berat 😉 Tugas dosen sebenarnya memang lebih banyak fasilitator sih. Cuman memang harus ngerti the root of problem dari mata kuliah yang diajar.
# Aribowo: Thanks mas. Sempat 2 jam kena crack 🙂
# mr. bambang: Pernah menjadi mahasiswa itu suatu nikmat lho mas. Masih banyak rekan-rekan lain yang mungkin sebenarnya lebih pintar daripada kita nggak bisa kuliah karena nggak ada biaya 🙁
# Indrianita: hehehe perlu jam terbang sehingga tersadar kita dalam posisi yang mana. Saya juga masih perlu banyak belajar kok …
# Wulan: Harus fokus mbak. Cari satu bidang garapan yang kita kuasai dan kita menikmatinya …
# Aussie: Banyak yang lebih hebat daripada saya mas. Mungkin malah karena saking geniusnya nggak perlu belajar banyak sudah paham … kalau saya memang harus setengah mati kerja keras baru paham ….hehehe
# Fuad Hasan: Minatnya di mana mas? Siapa tahu saya ngerti tempat kumpul teman2 di bidang itu.
# Unggul: Hehehe mungkin kategori baru tuh mas 🙂
# Sensy: Asal tetap nilainya bagus sih lebih enak gitu …hehehe
# Irfan: Yup sama-sama mas
# Brury: Alhamdulillah lah mas 🙂
# Wulan: hehehe bisa saja
# Reza: Boleh mas, coba lewat email saya dulu saja romi_sw@yahoo.com
# Ahmd: Ada yang ngerti isi lengkap hadits tersebut?
# Daru: Hehehe … mungkin masuk jenis baru itu
Artikelnya sangat bagus dan membakar semangat, khususnya untuk saya yang gampang menyerah pada kenyataan, setelah baca jadi semangat lagi, bahwa kita hidup memang untuk berjuang.
Saya masuk golongan 5: soalnya sampai detik ini enggak tahu kalu ada 4 golongan mahasiswa seperti itu…… salut deh buah Pak Romi, semoga bisa memberi maanfaat yang maksimal buat bangsa.
Assalammu’alaikum,
Saya bersyukur dapat mampir diblognya mas Romi, artikel-artikelnya sangat bermanfaat buat saya dan tentunya bermafaat buat orang banyak.
Memang kita harus menyadari, mencari ilmu yang bermanfaat sangat sulit, penuh perjuangan..
Salut buat mas Romi
Wah KEREN….. pengalamannya.
Ada sebagian pengalaman yang sedang saya rasakan saat ini. Saya jadi semakin semangat tuk memperjuangkan kemampuan saya.
Ini dia contoh orang indonesia yang benar2 sukses ^_^
Wah menarik sekali pengalamannya mas. Mas Romi mengaitkan pengalamannya dengan teori novice to expert.
Saya ingin menambahkan sedikit bahwa teori ini tidak bersifat diskrit tetapi suatu proses kontinu. Artinya kalau kita ada pada level 1 unconsious incompetence maka diperlukan perubahan yang dilakukan oleh orang yang concious competence, misalnya guru.(karena kalau tidak ada yang menyadarkannya kapan dia bisa sadar). Nah kalau sudah sadar (consious incompetence) maka ia harus belajar supaya kompeten. Lalu setelah dia sadar dia kompeten (consious competent) maka seiring waktu ia akan terus belajar dan berpengalaman sehingga melakukan sesuatu itu secara otomatis , nah disinilah level unconsious competent. Tetapi bila ia tidak pernah belajar lagi maka bisa saja ia kembali ke level dasar lagi yaitu unconsious incompetent (karena kompetensi yang ia punya sebelumnya tidak diupdate sehingga tidak sesuai lagi dgn zaman).
Ya , intinya ini sebuah siklus dari seorang novice ke expert.
Jadi kalau kita sudah tahu level dimana kita maka kita harus berubah supaya dapat ke level selanjutnya. Oke . Thanks
Mas Romy, saya mohon bantuannya neh. saya lg thesis mo tulis tentang e-marketing pendidikan tinggi di Indonesia. kalo bisa, saya dibantu dengan referensinya mas. Thnx b4
na….gitu dong….10 tahun di Jepang, bagi-bagi pengalaman about Jepang Saudara tua kita….yang mungkin ujung tombak Negara-Negara Asia buat nyaingin kapitalisme negara barat…….
setoedjoe!!
😀
Wahh pengalaman yang sangat luarbiasa.
Maaf pak.Sebenarnya saya ingin bertanya. Kebetulan adek saya dapet info soal beasiswa ke Jepang gitu kalau nggak salah namanya Mobunsho. Nah kira-kira apa saja yang perlu dipersiapkan bagi orang-orang yang pengen belajar di Jepang baik dari segi budaya sampai ke intelektualnya.
Terima kasih.
dapat pencerahan lagi gue…….. makasih ya !
_(makin banyak kita belajar kita sadar makin sedikit ilmu yang kita miliki)
wasallam
Terima kasih Pa Romi untuk tulisan bagusnya. Pernah waktu beres kuliah ada tawaran ngajar privat pemrograman web pake ASP, padahal saat itu baru belajar. Tapi karena tidak sadar akan ketidakmampuan, dihajar saja…padahal kalo inget sekarang, betapa merasa tidak layak ngajar pada saat itu
wah pengalaman bapak selama mahasiswa,,,,cukup menarik,,,unik,,,dan banyak nilai moral yang di sampaikan,,,
kayaknya saya masuk tipe kedua deh
SETELAH MELIHAT ISI ARTICEL ANDA AKU KEPINGIN BERDISKUSI DENGAN ANDA SECARA EMPAT MATA
#OOT: Silakan, lewat YMku di romi_sw
jd inget ini neeh:
“practice make perfect”
“no body is perfect”
“so,,why we practice”,,,,,,,cm becanda denk,,hehe
gw setuju ma dee (^_^),,pengalaman mas Romi sungguh hebat,,sungguh beruntung mas bisa dsna selama lbh kurang 10 tahun,,(klo g slh)
Gw msti giat..giat..giat…
kesempurnaan tidak datang sendiri,,tetapi kesempurnaan harus diupayakan dan diusahakan….
hmmmmmmmmm,….baguis
aku bukan mahasiswa lagi, tapi mau kuliah lagi ah, biar punya pengalaman kaya gitu …
-susah nahan air mata…-
aku pernah juga ke jepang ikut program pemuda persahabatan..tinggal di komagane shi selama 1 mgg.
saya liat kehidupan dan cara hidup mereka emang sangat serius, tidak membuang waktu dan berusaha terus maju dengan segala ide inovatif
Mas Romy saya kenal reputasi anda…salam kenal
waah…..jadi terinspirasi
bisa menjadi motivasi untuk lebih baik….
Setelah saya ketemu langsung dan mengikuti kuuliah dari Bapak banyak banget yg saya dpt.selain ilmu yg b’hubngan dg mata kuliah saya juga banyak dpt pengetahuan dan ilmu2 baru. dan terutama yg menarik buat saya mungkin jg temen2 adalah pengalaman dan trik sukses yg anda raih. hal itu sangat..sangat..memberi inspirasi utk ke depan. semoga saya bisa niu kesuksesan Anda.
trimakasih utk ilmu2 yg telah Bapk share.
salam dr anak PPs dinus
waw nambah lagi inspirasi gua buat nulis makasih pak romi
nemu link ini pas lg searching2 kerja part time.. hehe.. taunya dapet artikel yg hebat bgt gini..
pas ak jg mhs informatika lo…. mhs yg lg down pdhl senin mulai UTS..
jd terinspirasi n semangat lg nih abis baca artikel ini..
thx ^^
Om Romi gimana sih caranya bisa kuliah multitasking begitu.
Baca sepak terjang om Romi saya jadi termotivasi untuk mengikuti jejaknya nich.
Tapi ya gitu dech, saya orangnya suka angin-anginan, dan sialnya anginnya sepoi-spoi sehingga lebih banyak waktu untuk “leyeh-leyeh”. Pasti aja dech jadi mhs klasifikasi no 1. Bener gak tuh…
Btw, sualut buanget..
makasih Om Romi… dah dateng ke STT Telkom
Sabtu, 22 Sept 2007…
Jadi dapet kuliah gratis deh dari Om Romi…
btw, jadi mo tanya2 nih…
1. kerja sambilan apa yah yang lumayan gajinya di Indonesia? hehe…
2. kalo daku sadar ada kekurangan, tapi kok males mulu kalo pas mau berubah ya? huff… kayaknya emang butuh pengorbanan nih…
Wasduh, jadi termotivasi membaca posting pak Romi ini. Susahnya saya belum sadar-sadar juga, setelah membaca postingan ini jadi sedikit agak sadar. Semoga bukan semangat yang anget-anget “chicken feses”. Walaupun pasti ujung-ujungnya begitu. Kemudahan memang menyesatkan. 🙁
aq termasuk yang mana ya ????,
kadang sok tau padahal gak tau
kadang gak tau padahal lumayan tau
ah bingung ???
seneng liat semangatnya om…
saya masih bingung masuk kelompok mana.
boleh tanya gak?? boleh boleh
menurut om, apakah seseorang yang pintar itu karena memang IQnya yang tinggi trus mudah belajar atau ada cara lain biar kta pinter meski IQ kta standar aja? makasih…
salut bwt om romi, kisahnya bikin insprasi. tp…
kok semangatku cm sebentar y.trz ilang.
dasar ank muda. hiks..
setelah baca artikel ini saya jadi pengen serios ni belajar.makasih ya pak Romi
Assalamualaikum Pak Romi, sejak sma hingga kuliah, saya suka belajar artikel anda di situs ilmukomputer, banyak sekali pelajaran yg didapatkan, sekarang saya baru membaca blog anda diwordpress, isinya sungguh memotivasi orang untuk berubah, dua jempol tuk Mas Romi.
wah…pengalaman om hebat banget
tp saya bingung
saya termasuk kategory yang ,mana
mungkin yang pertama kali ya..
thans bang atas artikelnya yang top banget
nice article! terima kasih artikel ini memberi inspirasi dan semangat.
sepertinya saya masih di antara tipe 2 dan 3. Kuliah hukum tapi kerjaan TI, capeee deeee
# Ndaru: Wah itu justru menarik, kita perlu orang hukum untuk masalah TI. Cyberlaw kita belum mapan. Kesempatan menarik? Coba diarahkan ke situ 🙂
keren juga kisahnya…terlalu pinter tu…minum obat apa ya kalo boleh tau…semangatnya luar biasa bgt…tapi kan…ga semua orang kaya pak romi…
Subhanallah…
Tips-tipsnya bagoes banget tuch Pak…
Jadi ketauan saya termasuk mahasiswa yang mana!! hehehe..
Ayo pak, berjoeang terus biar jadi wali kota semarang…hehehe…
salam kenal om Romi.
asli. saya terpukau dgn perjalan hidupnya.saya kayanya blm tau jenis mahasiswa yang mana nih.pusing dgn jatidiri sendiri 🙁
tapi setelah liat blognya om Romi, saya jadi termotivasi nih,mudah-mudahan tahun ini bisa mewujudkan obsesi yang tertunda….