Berilah Mataharimu Sinar Takwa
Potret orang Jepang dari dekat, sebuah kisah kecil yang kebetulan saya tulis sewaktu tinggal di Jepang.
“Ohayo gozaimasu (selamat pagi)”, sapa gadis kecil tetangga rumah, ketika saya hendak mengayun sepeda mengantar Irsyad, anak saya yang paling besar, ke Yochien (TK Jepang). Saya tersenyum karena tanpa sadar ternyata Irsyad sudah menganggukkan kepala dan balik menyapa gadis kecil tadi. Yochien tempat Irsyad sekolah letaknya tak jauh dari rumah, naik sepeda sekitar 5 menit.
Dalam perjalanan, kami lewat di depan rumah Oyasan (pemilik rumah yang kami sewa). Saya lihat dia sedang siap memanen sayur dan buah-buahan di kebun kecil di depan rumahnya yang selalu dia rawat dengan baik. Saya sapa dia dengan melambaikan tangan karena posisinya agak jauh. Tiba-tiba Irsyad menepuk-nepuk punggung saya dan mengatakan, “Abi, hari ini kita bisa makan tomat segar nih.”, dengan mimik muka yang bersemangat. Saya tersenyum, ya memang pada saat musim panen, sering sekali Oyasan memberi kami satu plastik besar berisi tomat, bawang ataupun wortel dari hasil panenan kebunnya.
Sampai di Yochien, Irsyad sudah lari masuk ke kelasnya dengan bawaan yang menurut saya agak kurang pantas untuk seorang anak TK berumur 4 tahun. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Dan si anak juga harus bisa mengenali sendiri mana barang yang milik dia. Saya biasa langsung berangkat ke kampus setelah mengantar Irsyad. Pulang ke rumah sore hari, sudah menunggu istri yang tersenyum dan bercerita bahwa hari ini mendapat kiriman bawang dan tomat dari Oyasan.
Ingin kembali memotret Jepang dari dekat beserta perilaku kehidupan masyarakatnya. Saya sering becanda ke teman-teman bahwa kadang-kadang orang Jepang itu berperilaku lebih Islami daripada saya. Sifat ihtirom (hormat) terhadap orang tua, akhlak terhadap tetangga, saling memberi hadiah kepada orang lain selagi mendapatkan rejeki lebih, kemudian juga dengan sistem pendidikan formal yang mengajarkan moral dan perilaku hidup mandiri dan sopan santun.
Tentu saja dari sisi lain, kita bisa melihat bahwa ada perilaku orang Jepang yang tidak Islami, misalnya budaya minum sake (minuman keras), makan daging babi, kehidupan free sex pada generasi-generasi mudanya, dsb. Pada sisi ini memang cahaya Islam belum sampai kepada mereka. Namun ada sesuatu yang menarik disini bahwa faktor “tidak tahu” itu lebih besar daripada “tidak mau melaksanakan”. Ini terbukti ketika kita cermati perilaku teman-teman Jepang yang akhirnya masuk Islam. Mereka masuk Islam dengan total, dan mereka buang apa yang salah menurut Islam, dan hebatnya mereka sangat teguh dan istiqomah menjalankan ajaran Islam yang baru saja mereka masuki.
Adalah seorang imam masjid Ichinowari, masjid di sebuah kota kecil di pinggiran prefecture Saitama. Ibrahim Okubo, begitulah kita biasa memanggilnya. Beliau adalah orang Jepang yang “baru masuk Islam” belasan tahun yang lalu. Dengan sorban yang selalu tertata rapi di kepala, senyum yang selalu terhias, kegesitannya dalam berdakwah, bagusnya bacaan dan hapalan quran beliau, kita akan semakin tertegun dengan kata-kata penuh hikmah yang keluar dari mulutnya. Sungguh sulit membayangkan bahwa belasan tahun yang lalu, beliau adalah orang Jepang yang suka sekali minum sake ataupun makan daging babi.
Istri saya yang suatu saat mendapat kesempatan mengajar ngaji di sebuah masjid di daerah Tokyo, sering merasa kewalahan memberikan jawaban terhadap rasa ingin tahu muslimah Jepang yang besar, berhubungan dengan hakekat cara baca quran maupun ajaran Islam secara umum. Banyak hal-hal prinsip yang seharusnya wajib kita kuasai tapi luput dari pengetahuan kita karena kita terlena dan terlalu taklid terhadap Islam yang kita peluk dari “warisan” orang tua dan kakek nenek kita. Saya juga tertegun dengan komentar istri saya pada suatu ketika dia berkata, “Orang Jepang meskipun sudah masuk Islam sifatnya tetap seperti orang Jepang. Mereka tetap sopan dan hormat terhadap orang lain, merasa nggak enak kalau anaknya mengganggu anak orang lain, tarbiyah (pendidikan) terhadap anak-anaknya supaya bisa hidup mandiri, dsb”.
Padahal sebenarnya semua ini adalah juga ajaran Islam, milik Islam, dan sudah seharusnya dilaksanakan dengan baik oleh orang Islam. Kita juga sudah terlalu sering mendengarkan nasehat-nasehat seperti ini lewat pengajian di masjid, di radio ataupun siraman rohani di televisi. Mengapa ini semua bisa dilaksanakan dengan baik oleh orang Jepang, tapi kita malah sering sekali melupakannya ?
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari tulisan ini untuk semakin memotivasi diri kita dalam berakhlak dan berIslam secara total. Tak lupa marilah kita doakan saudara kita dari negeri matahari terbit ini untuk segera memperoleh sinar takwa dari Allah.
knapa kehidupan muslimin di indonesia bobrok? ya karena ulama2nya yg egois, nuntut ilmu cuma untuk diri sendiri, dzikir untuk diri sendiri, kan jadi bisa ketauan sbenernya gimana sih ulama2 islam kita ini? ya liat aja dari umatnya, berantakan? ya berarti ulama2 kita juga masih berantakan… masih blum berilmu… itu kan cermin! ga ada yg bisa dijadikan panutan untuk masyarakat kita! smuanya mau menang sndiri, merasa benar sendiri, dan yg parah ya itu egois, masa bodoh sama umat, padahal mereka tau dan melihat pemuda/i kita khidupannya semakin jauh dari agama, bobrok. wong banyak juga kluarganya si ulama2 itu yg bobrok, anak2nya aja banyak yg begajulan, perempuan2nya ga berjilbab bahkan bepakaian gaul seksi pamer perut di kampus2nya, ANAK ULAMA GITU LOH! sia2 amal ibadah mereka, berat tanggung jawab mereka di akhirat karena beragama/nuntut ilmu cuma untuk diri sendiri! GIMANA INII??!! okelah mereka ngaku udah usaha jerih payah dakwah, ngajak ke jalan yg benar, berakhlah baik, tapi hasilnya? masih banyak aja yg rusak tuh, bahkan semakin banyak masyarkat yg rusak! nah ini kan menandakan bahwa apa yang mereka sampaikan sama sekali ga ada energinya, apa2 yg mereka sampaikan mereka sendiri tidak melakukannya! percuma, sia2lah! THATS IT! ga ada yang bener ulama2 islam kita!
jadi pengen nyoba tinggal di jepang..
Kisah yang indah mas.
isnpiratif baget pak artikelnya…..saya jd pengen
Sweet story…!!!
salut buat mas romi
Jazakumullah khoirul jaza. amiin.
Benar sekali mudah-mudahan kita bisa tambah sukses dengan semakin mendekatkan diri pada yang maha kuasa.
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.
Terima kasih kisah berbaginya. Pengalaman dari seorang anak manusia ketika berada di Jepang.
Tentu hidup tidaklah hitam putih seperti yang kita lihat. Sangatlah sulit untuk hidup di tempat yang bukan akar budaya seseorang. Apalagi Jepang memelihara budaya sedikitnya 400 tahunan. Jepang mempunyai kebudayaan menyembah roh leluhur dan dewa matahari, yang masih dipertahankan sampai sekarang.
Secara umum sebagian besar penduduk Jepang adalah atheis, tidak mengenak Tuhan. Sulit memahami kebudayaan Jepang jika hanya mampir beberapa tahun atau beberapa bulan saja. Bandingkan dengan hidup bersama orang Jepang, terutama wanita Indonesia menikah dengan laki-laki Jepang. Kebanyakan motif menikah orang Jepang adalah untuk mendapatkan keturunan. LAki-laki Jepang tua lebih suka menikahi perempuan asia berusia 20 tahun di bawah mereka, termasuk dari Indonesia. Wanita Jepang tidak menyukai pernikahan, mereka lebih suka hidup membujang dengan berbagai sejarah seksual, karena di jepang segalanya sangat permisive, seperti mandi telanjang di onsen walaupun dengan sejenis, sangat jauh dari nilai Islam. Orientasi seksual orang Jepang laki-laki dan perempuan mengarah pada seksualitas yang terbuka atau free sex, termasuk perayaan festival penis di mana berbagai macam bentuk patung penis laki-laki, bentuk ice cream penis, dan berbagai bentuk barang menyerupai penis dipertontonkan secara vulgar dan tidak memandang usia dan genre.
Sangat sulit menemukan nuansa Islam di Jepang, sehingga Islam seperti agama yang sangat baru di jepang. Bagi kebanyakan orang Jepang, agama apapun adalah bentuk tenggang rasa, istilah yang sekarang lebih dikenal sebagai pluralisme yang jauh dari nilai islam.
Segala bentuk tata sopan santun di Jepang hanyalah toleransi, sehingga mualaf Jepang yang hendak menikah dengan wanita muslim harus sungguh2 diperiksa kesungguhan memeluk agama Islam, karena sebagaimana motif kebanyakan mereka hanyalah untuk mendapatkan anak, yang sering menjadi penderitaan bagi perempuan. Undang-undang hak asuh anak di Jepang, apabila terjadi perceraian, tidak pernah memberikan hak asuh anak kepada pihak orang tua yang bukan warga negara Jepang.
as ananto infosemutt@gmail.com
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.
Terima kasih kisah berbaginya. Pengalaman dari seorang anak manusia ketika berada di Jepang.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.
Terima kasih kisah berbaginya.
ingin rasanya bisa ke jepang suatu saat nanti dan mengenal budaya dan kehidupan disana. kedisiplinan dari masyarakat disana juga sudah dikenal sampai di Indonesia sekalipun. bagaimana mereka menghargai betul waktu dan tidak menyianyiakan sedetik pun..
SEMANGAT !!!! ALLAHUAKBAR !!!!