Hiruk pikuk penerimaan mahasiswa baru di universitas adalah merupakan rutinitas tahunan. Mahasiswa berlomba-lomba mencari universitas terbaik yang dapat mendukung pendidikan, aktualiasi diri dan karirnya di masa depan. Di lain pihak, universitas baik yang baru terdaftar maupun yang bertaraf internasional atau malah hanya bertarif internasional :(, berlomba-lomba untuk mencari calon mahasiswa. Ada universitas yang mengejar sebanyak mungkin jumlah mahasiswa (kuantitas) dan ada juga yang mengejar sebaik mungkin mahasiswa (kualitas). Intinya untuk calon mahasiswa jangan bingung, untuk tips dan trik mengambil jurusan computing saya corat-coret juga di artikel ini dan itu. Iklan Universitas sebelum tahun ajaran baru mendominasi media massa baik cetak atau elektronik. Menawarkan layanan akademik dengan cara logis ataupun tidak logis, bahkan kadang yang ditawarkan tidak berhubungan erat dengan kualitas pendidikan. Misalnya gedung yang tinggi menjulang (meskipun hanya sewa), kemudahan diakses karena dekat dengan jalan tol, iklan yg memuat foto mahasiswi cantik dan mahasiswa yang gagah, ada hadiah handphone, kemudahan kredit laptop, motor atau produk lain. Bahkan pernah suatu universitas menawari kerjasama dengan saya (IlmuKomputer.Com), dan mengatakan bahwa IlmuKomputer.Com akan naik brandingnya karena universitas tersebut memegang rekor MURI dalam jumlah mahasiswa terbanyak di Indonesia? … ngoyoworo 😉 Bagaimana sih sebenarnya sebuah universitas dirangking? Ternyata di negara maju seperti Amerika, Jerman dan Kanada perangkingan universitas adalah sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Bahkan beberapa majalah internasional seperti Times, Asiaweek, dsb membentuk tim khusus yang melakukan penelitian dan membuat rangking universitas di dunia. Parameternya tentu saja lebih banyak ke arah academic approach, misalnya kualitas penelitian, jumlah publikasi internasional, rasio dosen per mahasiswa, prestasi alumni, jumlah penghargaan (nobel, turing), dsb. Ada juga teknik perangkingan universitas yang menghitung dari aksesibilitas situs universitas dan publikasi di google scholar, seperti yang dilakukan Webometrics. Malaysia juga cukup serius menggarap perangkingan universitas ini, karena sebagai panduan penting ketika mahasiswa memilih Universitas. Indonesia sayangnya agak ketinggalan,...
DKV: Sekolah Calon Animator dan Graphic Designer
Melanjutkan artikel saya tentang tips dan trik memilih jurusan komputer, banyak mahasiswa yang cita-citanya menjadi animator (pembuat animasi dan karakter) dan graphic designer (desainer grafis) akhirnya harus melongo dan menyesal karena salah masuk ke jurusan komputer (computing). Atau akhirnya malah DO karena memang nggak senang dengan ilmu logika, pemrograman dan algoritma 🙂 Ya, jurusan komputer (computing) bukanlah tempat bagi orang yang ingin belajar lebih dalam tentang desain grafis, animasi, ilustrasi, periklanan, dsb. Tempat yang paling tepat adalah di jurusan atau program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) atau bahasa inggrisnya Visual Communication Design (VCD). Lho kan ada mata kuliah computer graphics di jurusan teknik informatika? Benar, hanya jangan sampai salah paham, seharusnya mata kuliah computer graphics itu mengajarkan tentang teori, konsep dan pengembangan algoritma computer graphics. Bukan malah ngajari mahasiswa bagaimana menggunakan Adobe Photoshop, Coreldraw, Gimp, Flash atau software grafis/animasi lainnya, karena itu semua tugas orang desain komunikasi visual. Jadi kesimpulannya, benar bahwa orang komputer-lah yang mengembangkan berbagai teori dan algoritma computer graphics, tapi yang mikirin bagaimana cara membuat gambar desain dan animasi yang baik, cantik dan berseni adalah orang desain komunikasi visual. Sayangnya banyak calon mahasiswa yang merasa gengsi masuk ke jurusan DKV karena biasanya ada di bawah fakultas Seni Rupa. Padahal sebenarnya ini bidang yang tepat untuk para calon desainer grafis dan animator. Secara disiplin ilmu, Desain Komunikasi Visual ini memiliki cabang ilmu diantaranya adalah: Ilustrasi, Fotografi, Tipografi, 3 Dimensi, Multimedia, Elektronik Media, Animasi, Periklanan, Percetakan, Penerbitan, dsb. Dan punya irisan yang sinergis dengan bidang ilmu komunikasi, ilmu sosial budaya, ilmu ekonomi, ilmu psikologi dan ilmu komputer. Jangan takut bahwa nanti kalau masuk jurusan DKV terus jadi gaptek komputer, justru di jurusan DKV itulah kita diajari konsep seni, visual, ilustrasi, animasi yang semuanya menggunakan komputer sebagai alat bantunya. Mahasiswa akan tetap ngoprek komputer, hanya yang dioprek berhubungan dengan pengembangan produk-produk seni, desain dan grafis, termasuk...
Tips dan Trik Memilih Jurusan Komputer
Mas, saya baru mo masuk kuliah, tapi saya sedang bingung mo ngambil jurusan apa? Apa sih sebenarnya bedanya jurusan Teknik Informatika, Sistem Informasi, Teknik Komputer dan Manajemen Informatika? Dan yang mana menurut mas Romi yang ke depannya bagus? (Adoy Chumaidi) Juli dan agustus adalah musim orang mendaftar kuliah. Jadi setiap tahun di kedua bulan ini saya ada ritual menerima banyak pertanyaan lewat YM atau email tentang pemilihan jurusan di bidang komputer (computing). Kalau jurusan lain misalnya Grogol atau Kampung Rambutan biasanya nggak tanya saya sih :). Saya coba rangkumkan beberapa jawaban yang biasanya saya berikan. Perlu kita garis bawahi dulu bahwa “secara konsep” kurikulum bidang komputer di Indonesia sudah cukup baik. Kurikulum Indonesia mengacu dan mengadaptasi Computing Curricula, yaitu panduan kurikulum bidang komputer (computing) yang diterbitkan secara bersama oleh ACM (the Association for Computing Machinery), AIS (the Association for Information System) dan IEEE-CS (the IEEE Computer Society). Beberapa dokumen usulan kurikulum yang diajukan APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer) saya lihat juga mengacu ke Computing Curricula 2001 dan 2005. Kalau kemudian ada pertanyaan kok pelaksanaan di lapangan tidak sebagus konsepnya. Ya banyak faktor yang masih menjadi masalah di Indonesia, kualitas SDM pengajar, infrastruktur, minimnya textbook yang baik, dsb. Mari kita perbaiki bersama-sama dan tidak perlu saling menyalahkan 🙂 Sekali lagi, Indonesia hanya mengadaptasi dan bukan mengadopsi Computing Curricula, artinya bahwa tidak semua nama jurusan dan nama mata kuliah di Indonesia sama “plek” dengan apa yang ada di Computing Curricula. Computing Curricula memberikan panduan tentang penyelenggaraan, penamaan mata kuliah beserta pembobotannya dan penyusunan kurikulum pada 5 jurusan, yaitu: Computer Engineering (CE, Teknik Komputer), Computer Science (CS, Ilmu Komputer), Information Systems (IS, Sistem Informasi), Information Technology (IT, Teknologi Informasi), Software Engineering (SE, Rekayasa Perangkat Lunak). Adaptasi dan acuan kurikulum di Indonesia adalah: Computer Science untuk program studi (jurusan) Teknik Informatika atau Ilmu Komputer Computer...
4 Jenis Mahasiswa, Anda Termasuk Yang Mana?
Pada saat menjadi mahasiswa baik di program S1, S2 maupun S3 di Jepang, saya mengalami berbagai proses pembelajaran yang kadang bikin geli kalau mengingatnya sekarang. Proses belajar ternyata membuat jenis dan karakter saya berubah-ubah. Kadang saya nggak sadar dengan ketidakmampuan saya, tapi kemudian kenyataan menyadarkan saya bahwa saya tidak mampu, dan akhirnya setelah saya belajar keras saya jadi sadar apa saja kemampuan saya. Di sisi lain agak sedikit berbahaya ketika saya tidak sadar dengan kemampuan saya. Jadi kayak bunglon dong? Hmm lebih tepatnya bunglon darat ;). Terus saat ini anda termasuk jenis mahasiswa yang mana? Mari kita lihat bersama. 1. Mahasiswa Yang Tidak Sadar Akan Ketidakmampuannya (Unconsciously Incompetent) Tahun 1994, kehidupan saya di Jepang di mulai. Saya beserta 14 orang yang lain sekolah bahasa Jepang di Shinjuku, nama sekolahnya Kokusai Gakuyukai. 1 tahun belajar bahasa Jepang, kita berhasil menghapal sekitar 1000 kanji. Kemampuan bahasa Jepang level 1 menurut Japanese Language Proficiency Test alias Nihongo Noryoku Shiken. Kebetulan karena saya senang nggombalin orang ngomong, percakapan bahasa Jepang saya cukup terasah (pera-pera). Di Kokusai Gakuyukai, kita juga diajari pelajaran dasar untuk Matematika, Fisika dan Kimia. Ini juga nggak masalah. Kurikulum Indonesia yang padat merayap plus rumus-rumus cepat ala bimbel :D, membuat soal-soal jadi relatif mudah dikerjakan. Karena saya newbie di dunia komputer, padahal harus masuk jurusan ilmu komputer, saya beli komputer murah untuk saya oprek. Newbie? yah bener, saya gaptek komputer waktu itu. Saya kerja keras, saya bongkar PC, saya copoti card-cardnya karena pingin tahu, sampe akhirnya rusak hehehe. Terus nyoba mulai install Windows 3.1. Lebih dari 3 bulan, tiap malam saya keloni terus itu komputer, jadi lumayan mahir lah. Tahun 1995, masuk ke Saitama University dengan sangat PD dan semangat membara :). Nah pada tahap ini saya sebenarnya masuk ke jenis mahasiswa yang tidak sadar akan ketidakmampuannya. Dikiranya semua sesuai dengan yang...
Dapat Apa Sih di Universitas?
“Saya mahasiswi semester 4 jurusan Teknik Informatika di sebuah Univesitas di Semarang. Sudah hampir 2 tahun saya kuliah, cuman saya kadang merasa nggak tambah pinter, kalau tambah sibuk sih iya karena tugas dari dosen yang kayak tsunami 🙂 Pingin dengar pendapat mas Romi yang kabarnya waktu kuliah IPKnya 4.0 terus. Sebenarnya di kampus itu apa yang kita dapat sih mas?” (Novi – Tembalang, Semarang). Ini termasuk juga pertanyaan yang banyak masuk ke kotak email saya. Sudah keterima di universitas dan mulai belajar, tapi kadang masih nggak ngeh hakekat belajar 🙂 Lha katanya disuruh menimba air eh ilmu, nah ilmunya ini sebenarnya apa sih? Dik Novi, kita belajar itu, baik di sekolah, di kampus, di universitas dan di lembaga pelatihan untuk meningkatkan KSTAE atau kata orang betawi (a)PeKTeSiPeng, waduh apaan tuh? 🙂 KSTAE itu Knowledge, Skill, Technique, Attitude, Experience alias (a)PeKTeSiPeng (Pengetahuan, Keterampilan, Teknik, Sikap dan Pengalaman). Ini kalau kita ambil contoh orang belajar naik motor dan belajar di kampus, mungkin penjelasannya seperti di bawah: Knowledge (Pengetahuan): Kita jadi tahu bahwa di motor ada lampu, stang kemudi, rem, gas, spion, bel. Kita juga tahu cara bagian motor itu bekerja termasuk gimana njalaninya. Kalau kita belajar pemrograman, ya kita ngerti lah apa itu fungsi, apa itu variable, juga apa itu object, apa itu method, apa itu attribute. Kita juga diajarin banyak lagi pengetahuan, sistem basis data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman berorientasi objek, software project management, dsb. Pokoknya yang selama ini bikin pusing itulah knowledge. Lho kenapa bikin pusing? Soalnya kampus kadang nggak imbang ngasih knowledge dan keterampilan, alias besar teori daripada praktek 🙂 Skill (Keterampilan): Kita ngerti cara ngidupin motor. Supaya motor maju harus masukan gigi ke satu dan tekan gas. Kecepatan mulai tinggi masukin ke gigi dua, kalau ada halangan di depan injek rem. Kalau...
Ngadu Trafik Mahasiswa Yang Kuliah ke Jepang
Yang pasti ini bukan tentang kasus kontes NgaduTrafik 2007 yang bikin heboh blogospher Indonesia akhir-akhir ini (lihat di sana, sini dan sono). Dan juga bukan artikel opini untuk membenarkan atau menyalahkan pihak-pihak yang berseteru. Berhubungan dengan kompetisi SEO NgaduTrafik 2007, saya ingin kita semua kembali ke hakekat mengapa kita harus ada dan berdjoeang di dunia Internet ini. Perbanyak dzikir, perbanyak memberi pencerahan dan share ilmu ke teman-teman yang lain, hindari perkelahian, jauhi permusuhan, bangun sinergi dan kerjasama untuk membuat movement yang memberi manfaat secara nyata ke masyarakat. Manusia kadang khilaf, kadang emosi, memaafkan dan tidak saling menghancurkan akan menguntungkan semua pihak. Nah kembali ke laptop, eh ke artikel ini, saya pingin mengajak adik-adik dan teman-teman semua untuk berkompetisi “ngadu trafik” berapa banyak orang yang bisa berangkat (atau kita berangkatkan) ke Jepang untuk kuliah (baik mengambil program D2, D3, S1, S2 atau S3) 😉 Hari ini (26 April 2007) saya diminta teman-teman di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, khususnya oleh sahabat saya semasa di Jepang yaitu mas Tirta untuk mengisi materi (tepatnya sebagai motivator) tentang pengalaman selama kuliah di Jepang, kepada bapak ibu guru SMA-SMA di Jakarta. Materi ini saya sampaikan dalam satu rangkaian acara sosialisasi program EJU (Examination for Japanese University Admission for International Students), yaitu ujian saringan untuk mahasiswa asing yang ingin kuliah di Jepang atas biaya sendiri. Kebetulan UI khususnya Pusat Studi Jepang telah resmi menjadi project officer untuk EJU bekerjasama dengan JASSO (Japan Student Services Organization). Dulu semasa saya berangkat ke Jepang, ujian yang harus diikuti mahasiswa untuk masuk ke Universitas di Jepang adalah Noryoku Shiken (1 Kyu) dan Toitsu Shiken. Untuk lulus hasil kedua test itu harus mencapai 80%. Sejak tahun 2002, pemerintah Jepang sepertinya mempermudah mekanisme itu (khususnya untuk mahasiswa SHIHI alias biaya sendiri) dengan membentuk EJU yang lebih terintegrasi beserta perangkat representative officernya...
Memaknai Kuliah dan Mempersiapkan Diri di Dunia Kerja
Sabtu, 9 Desember 2006 saya mengisi seminar di STMIK Bani Saleh Bekasi, yang mengambil tema tentang kuliah dan dunia kerja. Tema yang menarik, dan saya memang sering share dan diundang BEM kampus-kampus untuk berbicara masalah bagaimana mahasiswa mempersiapkan diri di masa kuliah sehingga siap masuk ke dunia kerja. Sayangnya kondisi badan masih dalam keadaan flu berat sejak hari kamis, sehingga suara tidak bisa lantang seperti biasanya, meskipun semangat tetap membara (halah !) 😉 . Di setiap kampus biasanya memang ada provokator yang membuat banyak kegiatan berjalan, saya lihat mas Masim Sugianto alias Vavai berperan di sini 🙂 . Seperti biasa materi diskusi saya tentang bagaimana saya dulu berdjoeang semasa kuliah di Jepang, apa yang saya lakukan, bagaimana memaknai kuliah, mematangkan konsep yang di dapat di sekolah dengan arubaito (kerja part time) atau mengerjakan project riil, juga membina leadership dengan aktif di organisasi mahasiswa. Mulai membina usaha dan project kreatif yang dibutuhkan banyak orang, supaya pada saat kita lulus, disamping dapat degree (keunggulan dejure) kita juga dapat keunggulan defacto dari usaha-usaha kreatif yang kita lakukan. Di akhir saya juga cerita sedikit tentang entrepreneurship yang juga bisa lahir dari usaha kreatif tersebut, mirip seperti yang saya ceritakan di artikel Jadi Pebisnis IT Siapa Takut?. Materi yang saya sampaikan dapat di download dari sini, berformat PDF. Puluhan slide yang berisi gambar dan animasi terpaksa saya delete untuk memperkecil ukuran file. Silakan kalau ada yang memerlukan...
Bagaimana Mahasiswa Ilmu Komputer Belajar: Mengkritisi Kurikulum dan Gaya Pendidikan Kita...
Sepulang dari study di Jepang tahun 2004, saya banyak mengajar di beberapa Universitas di Jakarta, terutama di fakultas atau jurusan yang berhubungan dengan ilmu komputer dan teknik informatika. Saya mengajar mata kuliah yang memang saya kuasai, dan terkait langsung dengan tema penelitian saya. Diantaranya adalah mata kuliah Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak), Algoritma dan Bahasa Pemrograman (Algorithm and Programming Language), dan Basis Data (Database). Kebanyakan mata kuliah tersebut diajarkan setelah semester 5 (tingkat 3 atau 4). Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, saya menemukan beberapa fenomena menarik berhubungan pengetahuan mahasiswa dan kurikulum yang diajarkan di universitas. Saya menemukan tipe mahasiswa yang ketika saya terangkan dia kesulitan menangkap beberapa konsep yang seharusnya sudah dia dapat di semester sebelumnya. Katanya, itu tidak diajarkan di universitas tersebut. Fenomena ini terjadi dalam universitas yang memotong (mengubah) beberapa kurikulum yang seharusnya diajarkan, karena tidak ada SDM pengajar (dosen). Di lain pihak, saya menemukan fenomena lain dimana mahasiswa mengatakan bahwa dia mengenal beberapa konsep yang saya singgung, hanya dia lupa mata kuliah yang mengajarkannya. Fenomena ini terjadi di universitas yang mencekoki mahasiswanya dengan mata kuliah berlebih, dengan argumentasi bahwa supaya mahasiswa mendapat pengetahuan secara lengkap. Sering dosen mengajar bukan pada bidang yang dikuasai, hal itu terpaksa dilakukan oleh universitas untuk mengejar mata kuliah yang harus jalan. Dua-duanya ternyata membuat mahasiswa jadi linglung, yang satu linglung karena memang tidak pernah diajarkan, dan yang lain linglung karena terlalu banyak yang diajarkan. Intinya sih kedua-duanya sama-sama nggak ngerti 😉 . Fenomena aneh lain tentunya masih banyak, misalnya mahasiswa tingkat 3 jurusan teknik informatika (atau ilmu komputer) yang tidak kenal siapa Dennis Ritchie 😉 , tidak bisa membuat program meskipun hanya untuk sebuah fungsi untuk memunculkan Hello World (apalagi mengkompilenya), tidak paham tentang paradigma pemrograman, juga tidak paham apa itu kompiler, shell, pointer, fungsi,...