Cara Lugu Menyikapi Gap Akademi-Industri
Menyikapi gap akademi-industri adalah tema yang saya angkat, ketika diminta menjadi keynote speaker di Seminar Nasional Sistem dan Teknologi Informasi (SNASTI) 2008 yang diadakan STIKOMP Surabaya pada tanggal 22 Oktober 2008. Karena saya tidak punya success story mengatasi gap akademi dan industri dengan strategi tingkat tinggi plus menggunakan berbagai model kebijakan yang penuh dengan teori, ya saya pilih judul diatas. Saya hanya punya cara lugu, cara kutu kupret plus katrok nan deso ala wong pedurungan Semarang, yang kian hari kian tergerus oleh roda-roda kapitalisme (halah :)) Tertarik ngikuti cara lugu saya dalam menyikapi gap akademi-industri? Ikuti terus artikel ini …
Gap akademi-industri adalah masalah turun temurun yang memang tidak begitu mudah dipecahkan. Negara-negara maju dengan level penelitian tingkat tinggi seperti Jepang dan Amerika-pun tetap menganggap ini sebagai isu penting, yang kalau diperdebatkan bisa tanpa akhir, never ending story 🙂 Sempat menjadi topik hangat di berbagai jurnal internasional, dipanas-panasin oleh Research Policy terbitan Elsevier Science, dikupas tuntas oleh Journal of Higher Education, dan dinyanyikan dengan indah oleh National Science Board (NSF) yang menyusun paper menarik berjudul University-Industry Research Relationships di tahun 1986.
Sebenarnya gap akademi-industri terlahir karena memang sudut pandang, pola pikir dan karakter yang berbeda antar keduanya. Di beberapa sisi mungkin bisa disatukan, meskipun di sisi lain ada beberapa karakter yang embedded dan sulit untuk disatukan. Perbedaan sudut pandang tersebut saya rangkumkan di bawah.
Dari tabel diatas bisa kita analisa, orientasi tugas para akademisi yang mengajarkan pengetahuan dan bukan memproduksi produk atau layanan, membawa efek samping para peneliti dan dosen di universitas relatif lebih berkarakter teoritis. Sebaliknya industri lebih praktis dan pragmatis ke arah how to sell a good product or service, karena dari situlah profit datang. Arah pendidikan di universitas juga lebih luas, lengkap dan komprehensif, meskipun tidak dalam. Akademisi bertugas di wilayah pengembangan mental, peningkatan kemampuan konseptual, kecerdasan analisa dan skill teknis dasar dari para mahasiswa. Di sisi lain, industri menuntut pegawai lebih profesional, mahir dan sangat dalam menguasai suatu skill.
Jabatan fungsional peneliti dan dosen yang jenjangnya ditentukan oleh kredit (kum) dari paper juga mempengaruhi karakter peneliti dan dosen kampus untuk bermain-main di area topik teoritis dan pengembangan ilmu. Enak kalau di-nggedabruskan di paper, begitu komentar sahabat-sahabat peneliti saya 🙂 Njomplang sekali dengan kondisi industri yang selalu berpikir produk dan service, dengan deadline waktu yang sangat ketat dan penuh tekanan. Ditambah lagi, peneliti di universitas sudah sangat kelelahan dengan aktifitas mengajar di kelas, sehingga penelitian bagi mereka adalah bersifat part time. Tren SDM IT ke depan yang arahya membentuk para spesialis yang punya kemampuan verbal dan tulis (versatilist), plus dengan modal keseimbangan keunggulan defato (kreatifitas) dan dejure (degree, sertifikasi), menambah berat beban para akademisi dalam mendidik para mahasiswanya.
Saya tidak berusaha mengatasi masalah ini, karena mungkin memang tidak memungkinkan. Saya hanya mengusulkan empat cara menyikapi gap akademi-industri ini. Dua cara yang berwarna hijau dan biru mungkin biasa kita lakukan, dan sudah dilontarkan oleh banyak peneliti, meskipun saya beri sedikit strategi yang biasanya terlewat. Dua yang berwarna orange dan pink adalah tindak lanjut setelah dua pertama selesai.
1. PERBAIKI KURIKULUM DAN PROSES PENDIDIKAN
Jujur saja, kurikulum computing di Indonesia (versi APTIKOM) yang mengacu ke IEEE Computing Curricula 2005 sudah pada posisi yang benar. Meskipun ada proses adaptasi yang saya pikir agak keterlaluan, khususnya di jurusan dan prodi yang bernama Teknik Informatika. Teknik Informatika terlalu dipaksakan menerima tiga disiplin ilmu computing yang digariskan oleh IEEE, yaitu Computer Science, Software Engineering dan Information Technology. Saya pernah bahas di artikel tentang memilih jurusan computing. Mungkin perlu digarisbawahi bahwa jurusan Computer Science mendidik para scientist yang fasih berbicara konsep komputasi, jurusan Information Technology mendidik para network and telecommunication engineer, sedangkan Software Engineering adalah jurusan untuk para calon software engineer. Tentu sangat berat apabila semuanya dimampatkan ke satu jurusan bernama Teknik Informatika, akhirnya lulusan menjadi tidak jelas dan tidak fokus kompetensinya apa. Mari kita lihat sedikit tentang gambaran disiplin computing menurut IEEE Computing Curricula 2005.
Beberapa pemikiran saya lain berhubungan dengan perbaikan kurikulum dan proses pendidikan saya rangkumkan di bawah:
-
Tidak ada satupun dari 5 disiplin ilmu computing diatas yang membolehkan atau mentoleransi ketidakmahiran mahasiswa dalam hal programming. Cek kembali gambar perbandingan penguasaan materi di artikel saya sebelumnya. Baik CE, IS, CS, IT dan SE mensyaratkan mutlak penguasaan bahasa pemrograman, grafik selalu menonjok ke tengah yaitu Software Method and Technologies. Jangan sampai dosen atau peneliti di kampus sampai mengatakan bahwa coding dan programming tidak wajib untuk salah satu jurusan atau prodi diatas, itu mencederai dunia kurikulum IT di Indonesia 🙂
-
Fokuskan ke satu bahasa pemrograman utama dan gunakan untuk penugasan di setiap mata kuliah. Capai level mahir di satu bahasa programming baru berpindah ke bahasa pemrograman yang lain. Jangan buat mahasiswa pusing karena terlalu banyak bahasa pemrograman yang kita ajarkan ke mereka, sampai mereka akhirnya tidak memahami satupun 🙂
-
Libatkan mahasiswa dalam berbagai project riil untuk melatih dan mendekatkan ilmu yang dipelajari ke dunia industri
-
Bila memungkinkan hindari ujian bergaya multiple choice, arahkan ke develop project atau laporan analisa
-
Didik mahasiswa untuk memiliki kemampuan verbal dan tulis:
-
Wajibkan mahasiswa memiliki blog, tempat mereka menuliskan aktifitas, laporan tugas (project) dan tempat membina kemampuan tulis
-
Laporan (project) harus dipresentasikan di depan kelas baik tim maupun individu, sarana membina kemampuan verbal
-
2. PERBAIKI KUALITAS PENELITIAN
Yang pertama perlu diungkapkan adalah, saya menemukan masalah dan isu penting yang terlewat pada penelitian mahasiswa dan dosen IT kita di Indonesia. Saya rangkumkan beberapa di bawah, dan juga saya sempat kupas di artikel tentang penelitian.
- Banyak penelitian dilakukan tanpa didasari masalah penelitian yang baik
- Banyak penelitian menghasilkan produk software tanpa pengukuran penelitian (seberapa jauh menyelesaikan masalah yang diset di depan)
- Penelitian terlalu muluk, padahal banyak masalah penelitian yang bisa diangkat dari sekitar kita
- Penelitian mahasiswa sering tidak terbimbing dan terkoordinasi dengan baik, dan tidak berdasar kepada core competence dosen (coba terapi Research-based University?)
Konsep research-based university akan saya jelaskan lengkap di artikel lain, tapi paling tidak unsur-unsur dasarnya adalah seperti dibawah.
- Lab Penelitian (LP) atau Research Group (RG) adalah unit kerja terkecil di universitas
- RG fokus ke satu topik utama penelitian (peminatan) yang ditentukan berdasarkan core competence dosen peneliti, contoh:
- Lab Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineer)
- Lab Multimedia (Game Technology, Multimedia Interaktif)
- Lab Jaringan (Network Engineer)
- RG dipimpin oleh seorang dosen dan memungkinkan beberapa dosen yang memiliki tema yang sama bergabung
- Pembimbingan langsung oleh dosen dan dilakukan meeting progress report pekanan
- RG adalah tempat nongkrong/nginep/kumpul mahasiswa tahun/semester terakhir dalam tema penelitian yang sama
- 6-12 bulan terakhir setiap mahasiswa masuk RG sesuai dengan topik penelitian yang diinginkan
- Penelitian mahasiswa yang sudah baik, diikutkan ke seminar atau conference baik lokal maupun internasional
Siapa yang diuntungkan dengan konsep research-based university?
- Siswa: Tidak bingung dan liar dalam menentukan judul penelitian. Juga memiliki pengalaman mengerjakan penelitian yang berkualitas
- Dosen: Memiliki tim (anggota RG) untuk mengerjakan project penelitian dan bahkan menyusun materi kuliah. Dosen juga akan terdongkrak jumah publikasi ilmiah (dari bimbingan skripsi mahasiswa)
- Universitas: Brand image terangkat, kalau hasil penelitian mau diopen-kan di internet, bisa terdongkrak rangking webometrics dan diakui sebagai research based university
Semua diuntungkan dan saya pikir sudah saatnya kita menuju ke research-based university. Untuk universitas yang masih senang dengan branding untuk mencari kuantitas jumlah mahasiswa, ayo agak sedikit kurangi. Mari arahkan dan alokasikan budget untuk menuju research-based university.
3. BE A TECHNOPRENEUR
Saya mengajak peneliti di dunia universitas dan akademi untuk mencoba menjadi technopreneur. Dengan menjadi technopreneur, kita akan belajar menganalisa kebutuhan pasar, mengerti apa permasalahan dalam membuat produk, memahami dengan baik bagaimana sebuah bisnis bergerak. Kemampuan dan kristalisasi keringat yang kita dapatkan dari menjadi technopreneur akan menjadi shock theraphy yang baik ketika kita melakukan penelitian. Penelitian kita akan juga membumi, mengikuti bagaimana pasar bergerak, dan kita secara tidak sadar juga akan men-drive mahasiswa bimbingan kita untuk mengambil tema penelitian yang dekat dengan industri. Saya pikir tren dan pola pikir seperti ini akan mendekatkan karakter dan mengurangi gap antara university dan industri. Ingat bahwa Jerry Yang, Larry Page dan Sergey Brin juga adalah berlatar belakang akademisi yang kental 🙂 Penelitian Duo-Google, Brin dan Page, tentang software agent alias robot crawler menjadi nafas perusahaan Google, algoritma Page Rank juga adalah hasil penelitian yang dipatenkan atas nama Stanford University.
4. MARKETING YOURSELF
Saya mengajak para civitas akademia untuk mencoba memasarkan hasil penelitian kita, yang sebelumnya didahului dengan personal marketing and branding (marketing yourself). Mengenalkan, memasarkan dan melakukan image branding ini bukan hanya lewat event conference ilmiah, publikasi conference proceedings atau jurnal ilmiah. Tapi juga lewat tulisan populer, lewat tulisan ringan dengan menggunakan bahasa manusia yang baik dan benar, dengan mengandalkan media Internet dan blog sebagai sarana utamanya. Masyarakat dan industri di Indonesia tidak membaca prosiding dan jurnal ilmiah, mari kita sebagai peneliti ikhlash dan mengalah dengan mengurai penelitian kita dalam bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan pahamnya masyarakat dan dunia industri, penelitian kita mungkin dengan mudah bisa mereka serap. Dan khusus untuk industri, siapa tahu ada kebutuhan industri yang ternyata match dengan hasil penelitian kita.
Satu kisah unik, bagaimana saya dulu melakukan penelitian tentang mengembangkan model motivasi komunitas untuk e-Learning. Ternyata kemudian laku saya jual dan terapkan sebagai strategi untuk penerapan eLearning di Merpati Airlines, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan beberapa Bank yang meminta saya sebagai konsultan dan implementor e-Learning di perusahaan mereka.
Senandung indah para Dosen 2.0, Mahasiswa 2.0 dan Peneliti 2.0, saya pikir akan menjadi pilar penting perdjoeangan sektor pendidikan dan penelitian kita ke depan 🙂
Tetap dalam perdjoeangan!
salam pak rektor
besok ngisi seminar di UAD ( Yogyakarta ) IT,saya tunggu kehadirannya, tapi saya gak bisa ikut soalnya di kampus ada acara (panitia acara)debat bahasa inggris tuk SMA (sederajat), selamat ber”keluyuran ilmiah” salam mahasiswa jogja
he he
betul pa romi..jadi TECHNOPRENEUR di indonesia…
postingannya menarik ,terima kasih pak
sip, teruslah berkarya nyata untuk
negeri tercinta!
uhmm… bedanya jauh banget yaa… kayaknya emang mesti entrepreneur nih ekekek
gimana kalau para akademisi berkecimpung dulu di industri..
baru kemudian jadi akademisi
katakan saja, kerja di industri 5 tahun, lalu sekolah lagi untuk ngejar gelar, n ngajar
jadi ilmunya udah lengkap, teoritis n praktis
saya mau menanggapi pak romy:
1. Bagaimana tanggapan bapak tentang persaingan pasar dan universitas dalam mendapatkan mahasiswa? pasti akhir-alhirnya universitas akan menggunakan cara-cara yang “menjual” dan tidak terlalu memperhatikan ilmiah lagi…
2. Bagimana kondisi di indonesia yang sudah banyak sekali disusupi oleh sertifikasi dan profesionalisme seperti ciso, oracle, SAP, dan lain-lain. Bukankah mahasiswa indonesia akan lebih tertarik itu? sehingga dgn berbekal sertifikat itu mereka langsung bisa terserah di dunia kerja? Nah apakah riset-riset jaringan perlu? kalau Cisco cukup? Kelihatannya pasar tidak membutuhkan lulusan yang punya pengalaman riset? Bukankah itu suddah keterlaluan?
Mungkin itu dulu pertanyaan yang menggelitik saya.. saya sendiri tidak tahu jawabannya… semoga pak romy bisa menulis lagi sebagai tanggapannya… terimakasih…
Dik Romi,
Menurut hemat saya, letak utama permasalahan gap “Corporate Learning” dengan “Campus Learning” ada pada kurangnya kesempatan kelompok Kampus mentranformasikan Teknologi (baca Iptek) menjadi Knowledge dibandingkan dengan kelompok Korporat. Objektif pendidikan Kampus lebih banyak berhenti pada kondisi “Well Informed” ketimbang Korporat yang lebih kearah “Knowledgeable” bagi para komunitasnya.Kondisi “Well Informed” hanya mengubah aspek kognitif, sedangkan “Knowledgeable” lebih berpotensi kearah “action & performance” seseorang(kognitif+psikomotorik+afektif).
Sehubungan dengan konteks tsb, saya ajak dik Romi akses ke discussion link berikut ini untuk sekedar saya “urun rembug” : TRANSFORMING CORPORATE TECHNOLOGY INTO CORPORATE KNOWLEDGE http://mobeeknowledge.ning.com/forum/topic/show?id=2090583%3ATopic%3A2481
Terima kasih atas perhatiannya
semoga dosen2 dikampus saya baca tulisan ini.. 🙂
Alangkah baiknya jika hal ini ada PT pionir yang konsisten melaksanakan dan mengembangkannya. Biasanya di negara kita ini setelah ada contoh nyata produk lokal baru bisa (atau berani) melatahkan diri, ikut-ikutan.
Apakah mesti, pendidikan= sekolah?
Terimakasih Pak Romi,
Terus berkarya untuk Indonesia yang lebih baik.
saya lebih memilih menjadi nekatpreneur. maklum begron akademis saya kacau 😀
Saya mahasiswa Institut Teknologi Indonesia,Jujur saja banyak Tman2 saya mengambil IT karena dogma ‘mjamin pkerjaan’ setelah saya konsul dgn konsulat IT Prusahaan,Ternyata arah Jurusan Tehnik Informatika diIndonesia masih blum jelas..Setelah digeluti baru saya tahu bahwa saya Lebih menyukai sistem Informasi karena mix antara bisnis dan komputer,Apabila bapak sudah tahu mengenai materi kuliah IT kira2 tambahan skill apalagi untuk menjadi Programmer atau mgkn analyst???
Selamat Malam, Salam luar Biasa untuk Prof DR Pak Romi, setelah aq amati secara perlahan-lahan dn saya ulangi hampir 6 kali, Pak Romi sungguh luar biasa dalam penelitian ini. dari sugiono yang ketemu di snasti 2008.THX salam be A technopreneurships (ajeperfect@gmail.com)
Hal yg membuat saya senang berkunjung ke blog Mas Romi ini adalah : wacana skill IT yang dikemas dalam semangat entrepreneur dan keikhlasan dalan berbagi. Salut Mas !
Hmm.. memang sebagian besar terjadi dan saya melihatnya sendiri. Di jurusan saya (SI) akan ganti kurikulum, dan katanya sich akan Output driven ( melihat apa yang sebenarnya dibutuhkan industri ).
Ya, itu mungkin dalam penentuan kurikulum selain mematuhi standar, mungkin juga bisa melihat apa yang sebenarnya dibutuhkan industri…
Izin comment*, bang! 😉
Omong2 tentang 5 disiplin ilmu computing, apakah idealnya sebuah school of computing dibagi menjadi 5 prodi? Atau menurut Abang, pembagian menjadi CS dan IS sudah cukup?
//*ternyata lebih tepat ‘izin tanya’ haha..
bagus sekali, menambah pengetahuan
Ya begitulah..
Gap teknologi dan akademi pasti terjadi….
Yang satu meneliti untuk diri sendiri yang lain meneliti agar laku jual produk diri..
He he he…
Semoga gap tersebut semakit kecil
waduh… sayang sekali g bisa dateng… karena arus ke malang tgl 22 kemarin … 🙁
#Ra: Yap, sebaiknya 5 itu diikuti karena kalau dilihat dari target lulusannya, jelas dan terukur. Indonesia di beberapa tempat campur bawur, ada manajemen informatika, ada komputer akuntansi, dsb yang agak repot masuk ke framework yang mana di IEEE CC 2005.
#Anton: 1. Baca tulisan saya tentang branding university 🙂 2. Saya termasuk yang tidak terlalu setuju vendor certification masuk ke wilayah university. Kalau optional ga papa, tapi kalau wajib jadi semakin lucu, karena S1 memang bukan untuk siap kerja, tapi siap terap. Lebih ke arah membentuk mental dan karakter analitis, how to solve the problem, terstruktur dan logis ketika menyelesaikan masalah.
#Sutrisno: Yup setuju, karena itu tidak bisa dicegah karena di beberapa sisi memang karakternya beda, hanya mungkin bisa disempitkan 🙂
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
pertama Salut buat kang Romi, orang yg sangat luar biasa, semangatnya untuk menyebarkan ilmu sangat luar biasa…, Semoga Allah slalau memberikan Kemudahan dan membalas segala jerih payah kang Romi, amin…
Saya sekarang bekerja di Rumah zakat Indonesia, kalo dari pengalaman saya, memang waku saya kuliah merasa kurang fokus, banyak sekali bahasa pemograman yang di ajarkan, sehingga membuat bingung. belum lagi harus juga menguasai jaringan dll. saya dan temen saya kadang suka ngeluh, kita tau banyak pemograman tapi yg dikuasai cuman dikit, jadi yg di bahas kang Romi mungkin bisa di terapkan untuk memperbaikinya….
Salam Ukuwah dari saya buat Kang Romi…., jangan pernah berhenti untuk berjihad kang..!!!!
Assalamu’alaykum
Mas Romi, Fasilkom UI lagi buka pendaftran calon dekan 2008-2012. Bagus kalau Mas daftar nih. Ayo bikin terobosan baru dari jantung pemerintahan Fasilkom UI.
Bukan cuma ngomporin mhsnya aja..^-^
pemerintah dan dunia pendidikan plus DUDI (dunia usaha dan dunia industri) lagi2 harus rethinking mengatasi gap kampus-industri —> kurikulum! Artikelnya bagus mas Romi. thanks
#Fai: Lha aku sudah jadi Rektor kok malah disuruh turun pangkat jadi dekan hihihi. Malah sudah jadi rektor di dua universitas: Universitas Cinta dan Universitas Romi Satria Wahono 🙂
mudah2 ada salah satu dosen noki yang membaca artikel ini. dan sistem pendidikan diindonesia berubah
salam mas romi….
bener juga ya mass, klo mau sukses memang lebih baik jadi pengusaha daripada jadi pns(maaf baru kemarin baca postingan mas romi ttg ga cocok jd pns)
aku jg baru mau blajar ttg …preneur,mohon bimbingannya mas…
Pak Rektor e-University…
MAkasih pak udah datang k kampus saya (STIKOMP Surabaya)
Saya salut ma pemikiran bapak tantang pemikiran dunia kerja masa depan..
Benernya saya ingin banyak blajar banyak sama bapak.
saya juga punya blog tapi jarang saya isi.
Yudhiztiro.wordpress.com : Blog saya
profmiles@gmail.com : email & fs saya
085645318059 (dipake pacar saya) hub disini aja pak 085649099796
iya nih… mas romi harusnya daptar jadi dekan fasilkom…
Ijin comment Bang.. great posting. 🙂
kalau abang ada waktu buat Ikastara, bisa bikin sharing session gitu.. Pasti banyak alumni dan siswa yang pengen ikutan.. pasti banyak alumni dan siswa yang lebih terbuka cakrawala berfikirnya.
keep the great work Bang. Salute!!
#MM: Bisa om, diatur saja 🙂
wah pak dosen, semoga SDM kita tidak ketinggalan dg negara laen.. hehe (blog dosen jelas tanpa iklan ya pak hehhe)
Setuju, Pak Rektor. Tugas buat mhs hendaknya lebih praktikal, bersentuhan dengan project riil (boleh jadi kerjasama dengan industri). Meski di kurikulum sdh ada kerja praktek (KP), tetapi sering hanya pelengkap transkrip daripada dapat manfaat.
Kalau perlu ada KP satu semester penuh sebagai syarat mengambil Tugas Akhir. He he
Sampai ketemu di Seminar Schematics FTIf ITS, 2 Nopember di Surabaya!
Bismillahirrohmanirrohim
Tiada hari tanpa action
yah…itu yanga memang harus kita lakukan untuk terus menyambut perubahan dan perubahan yang setiap detik kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi
salam kenal Mas..
saya peserta pelatihan di LPMP, yang berusan panjenengan beri materi tentang e-learning.
thanks a lot of all
yah panjenengan memang jago mengangkat topik…
tapi masalah itu memang dulu pernah saya diskusi dengan temen temen waktu kuliah…
kalo bicara masalah gab..
sebenarnya gab itu tidak ada ..bahkan sebenarnya pemerintah sudah antisipasi akan adanta gab tersenbutt.
pemerintah sudah mendirikan SMK dan POLITENIK untuk menjawab kebutuhan SDM Industri,..
justru kadang 2 industri yang “kurang pinter” yang menimbulkan masalah dengan merekrut sdm dari SMA Atau Universitas.
Pada dasarnya SMK DAN POLITEKNIK adalah menciptakan manusia dengan SKILL,
Sedangkan SMA dan UNIVERSITAS menciptakan manusia peneliti dan pemikir.
Bagaimana mungkin seorang pemikir bisa terampil kalo tidak pernah ada ilmu tentang keterampilan nyata, bukan keterampilan berfikir….
salam
Artikelnya menarik dan mengundang diskusi dari pembaca, wajar saja jika blog ini masuk dalam nominasi The BOBs. Selamat ya Pak Dosen, semoga ilmunya bisa bermanfaat bagi generasi penerus bangsa
Assalamu alaikum pak romi.
Wah baru tau ini pak… kalo pak romi asalnya dari pedurungan, semarang. Sama pak…dulu dari pedurungan juga, sekarang udah pindah ke solo…
Ini pak… kita-kita di solo lagi mbuat web komunitas pelajar. Yang rencananya ada tukeran ilmu, tuker pengalaman, info school, cari temen baru en nambah uang saku. Tapi ya….
Masih amatiran pak… Tim kita baru 10 an orang … eh siswa ding. walow kita juga ngelola anggota Klub komputer 300 an.
Monggo… sowan ke web kita di http://www.okepunya.com , tapi masih dalam proses lho pak… masih amat sangat jauh sekali kalo dibandingin dengan ilmukomputer.com ato romisatriawahono.net.
Ya itung-itung kami-kami nyoba ber-technopreneur. Sebenernya sih kita udah 6 tahunan ber technopreneur, lebih tepatnya tukang reparasi komputer…plus pedagang kaki dua ( alias jalan kaki ). Kadang2 jadi pedagang roda dua ( Komputer di iket pake karet bekas ban ke motor / kadang sepeda….en… jalan deh ke pemesan komputernya ).
Cuma, kali ini ber-online technopreneur dengan modal semangat empat lima ama duit Rp 1 Juta ( patungan kita dengan 10 an siswa ). Rencananya sih taun ini targetnya 10.000 anggota / member. Mimpi dikit boleh khan pak ?.
Mohon doanye pak romi…semoga sama-sama maju.
Ato doa selamet dunia akhirat juga boleh…
wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
kyknya poin yg ke empat mesti agak di tonjolkan ya pak, karena sebenarnya banyak mahasiswa kita yang mampu dan karyanya bisa di aplikasikan ke dunia industri tapi karena tidak adanya publikasi ke luar, inovasi yang tercipta sering hanya tertumpuk di ruang perpustakaan..
terima kasih,bang. buat knowledge-nya. banyak membantu secara konseptual. Tapi saya anak farmasi,bang. Kalo riil-nya di farmasi, kira-kira langkah teknis dan aktisnya gimana ya,bnag?
trims buat jawabannya..
Salam kenal pak romi, saya calon mhsw pascasarjana di udinus kelmpk guru2 SMP, SMA, hehe… kemaren sore baru ketemu pak romi, trs googling dapet blog ini. mohon bimbingannya untuk menuju sukses kayak p romi.
Salam Sukses… Thx
Luar biasa. Tulisan Mas Romi ini selalu memberi inspirasi. Memang selalu ada gap antara output Perguruan Tinggi (PT) dengan kebutuhan industri. Jadi memang yang harus banyak berubah itu PT-nya ya mas. Ini tantangan besar bagi setiap civitas academica, karena proses perubahan itu tidak mudah dan biasanya juga tidak cepat/konsisten hasilnya.
sepakat …
ane juga tertarik dengan konsep ini
terima kasih pak
salam semangat
ha..ha..ha..
untung saya dulu dari jurusan Sistem Informasi, bukan Teknik Informatika.
kalau bicara industri di Indonesia rada susah juga. industri yang mana…lha wong umumnya industri yang ada di kita masih sedik lebih tinggi dari sekedar” tukang jahit” artinya udah digunting..polanya sudah ada tinggal kita jahit aja (baca rakit aja)…udah gitu kite udah bangga dengan industri sebut saja jamaknya industri otomotif begitu…udah sekian puluh tahun teteep aja kita didikti daro pricipal….kapan kita mandiri dengan karya sendiri..
maju terus indonesia kembangkan kembali mobnas…berguru pada Malaysia dan Korea..
salam hanyat
Bung Romi…
rid
ME
kalau bicara industri di Indonesia rada susah juga. industri yang mana…lha wong umumnya industri yang ada di kita masih sedik lebih tinggi dari sekedar” tukang jahit” artinya udah digunting..polanya sudah ada tinggal kita jahit aja (baca rakit aja)…udah gitu kite udah bangga dengan industri sebut saja jamaknya industri otomotif begitu…udah sekian puluh tahun teteep aja kita didikte daro pricipal….kapan kita mandiri dengan karya sendiri..
maju terus indonesia kembangkan kembali mobnas…berguru pada Malaysia dan Korea..
salam hanyat
Bung Romi…
rid
ME
Bagaimana jika suatu ketika..ada talkshow ayng memepertemukan para technopreneur, para pakar brand, dan ahli teknologi pendidikan?..sepertinya bakal seru..misal: Andi S Boediman, Romi SW, Hermawan KJ, Prof.Yusufhadi M plus Pak Arief Rachman..
Para ahli berbarengan memotivasi dan mencari solusi untuk kampanye..education for all 2.0
—-peace…
SALUT UT PAK ROMI, TERUSKAN PERJUANGAN JANGAN PERNAH MENYERAH
Menyikapi gap yang pertama dlm akademi-industri, bahwa lulusan Jurusan Teknik Informatika akhirnya menjadi tdk jelas dan tidak fokus akan kompetensinya. Lalu bagaimana dgn nasib jurusan2 lain seperti Teknik Industri atau Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen. Karena saya lulusan Ekonomi Manajemen sangat merasa ilmu saya tdk fokus dan tdk kompeten dibanding dgn jurusan Akutansi. Mohon tanggapannya pak. Salam (..tetangga bapak Villa Besakih H11/21)
Very Nice Article…
We Love U
hebat pak rektor,,,,
artikelnya luar biasa
go romi go romi go….
duh jurusan IT ternyata belum menjamin yah…
hiks2x
Mungkin gapnya bisa hilang, kalau pihak kampus bikin perusahaan, dan pihak perusahaan bikin kampus. Jadi kuliah pasti bisa gratis.. 🙂
hilangkan saja ego dan perasaan bahwa yang satu lebih jago dari yang lain.. toh gak ada yang lebih jago emang,.. masing-masing punya kelebihan dan kekurangan..