Dapat Apa Sih di Universitas?
“Saya mahasiswi semester 4 jurusan Teknik Informatika di sebuah Univesitas di Semarang. Sudah hampir 2 tahun saya kuliah, cuman saya kadang merasa nggak tambah pinter, kalau tambah sibuk sih iya karena tugas dari dosen yang kayak tsunami 🙂 Pingin dengar pendapat mas Romi yang kabarnya waktu kuliah IPKnya 4.0 terus. Sebenarnya di kampus itu apa yang kita dapat sih mas?” (Novi – Tembalang, Semarang).
Ini termasuk juga pertanyaan yang banyak masuk ke kotak email saya. Sudah keterima di universitas dan mulai belajar, tapi kadang masih nggak ngeh hakekat belajar 🙂 Lha katanya disuruh menimba air eh ilmu, nah ilmunya ini sebenarnya apa sih?
Dik Novi, kita belajar itu, baik di sekolah, di kampus, di universitas dan di lembaga pelatihan untuk meningkatkan KSTAE atau kata orang betawi (a)PeKTeSiPeng, waduh apaan tuh? 🙂 KSTAE itu Knowledge, Skill, Technique, Attitude, Experience alias (a)PeKTeSiPeng (Pengetahuan, Keterampilan, Teknik, Sikap dan Pengalaman). Ini kalau kita ambil contoh orang belajar naik motor dan belajar di kampus, mungkin penjelasannya seperti di bawah:
Knowledge (Pengetahuan): Kita jadi tahu bahwa di motor ada lampu, stang kemudi, rem, gas, spion, bel. Kita juga tahu cara bagian motor itu bekerja termasuk gimana njalaninya. Kalau kita belajar pemrograman, ya kita ngerti lah apa itu fungsi, apa itu variable, juga apa itu object, apa itu method, apa itu attribute. Kita juga diajarin banyak lagi pengetahuan, sistem basis data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman berorientasi objek, software project management, dsb. Pokoknya yang selama ini bikin pusing itulah knowledge. Lho kenapa bikin pusing? Soalnya kampus kadang nggak imbang ngasih knowledge dan keterampilan, alias besar teori daripada praktek 🙂
Skill (Keterampilan): Kita ngerti cara ngidupin motor. Supaya motor maju harus masukan gigi ke satu dan tekan gas. Kecepatan mulai tinggi masukin ke gigi dua, kalau ada halangan di depan injek rem. Kalau mau belok tekan lampu sen. Di kampus, tugas mandiri, misalnya disuruh buat kalkulator atau program deteksi bilangan prima di mata kuliah OOP itu semua untuk ngelatih keterampilan. Semakin banyak tugas, harusnya makin terampil, cuman kalau nyontek, ya makin bego aja mahasiswa 🙂 Usahakan untuk mengerjakan sendiri tugas, karena tujuannya untuk melatih keterampilan kita, sayang masa depan kita kalau kita sering nyontek dalam tugas mandiri. Nah, IPK itu hanya untuk mengukur mahasiswa di level knowledge dan skill. Jadi peran IPK sebenarnya hanya sampai di sini 😉
Technique (Teknik): Ternyata keterampilan nggak cukup, karena kita perlu menguasai teknik misalnya supaya motor kecepatan tinggi nggak ngepot. Kita ngeremnya harus dari jauh dan pakai rem tangan plus rem kaki bareng. Mau belok juga harus ambil ancang-ancang, kecepatan diturunkan, baru belok. Nah kalau di kampus, karena mata kuliah banyak dan di setiap mata kuliah ada tugas coding, keterampilan bahasa Java kita jadi meningkat. Kita bisa bahasa Java kromo inggil, ngoko, eh bukan maksud saya kita jadi punya banyak teknik supaya program kita lebih rapi, program kita lebih cepat jadi, punyak teknik untuk bisa reuse code, coding jalan terus walaupun pakai notepad atau emacs, dsb.
Attitude (Sikap): Wah ternyata pengetahuan, keterampilan, teknik saja nggak cukup membuat kita bisa survive di dunia. Kita perlu sikap yang baik dalam mengendarai motor. Lampu lalu lintas itu kalau merah berhenti, jangan nyelonong saja. Kalau nyalip orang juga jangan dari kiri. Hormati pengendara lain, dahulukan perempuan atau yang membawa anak-anak. Jangan asal ngebut di kampung orang, kalau nggak mau benjol tuh kepala. Sikap ini kalau di kampus, ya kalau jadi programmer jangan terus buat virus, atau ngerusak sistem orang, atau malah maling code orang 🙂 Nah ini semua adalah sikap. Kampus yang hanya mengajari orang untuk punya pengetahuan, teknik dan keterampilan tanpa memperhatikan attitude (sikap) artinya mendidik orang pinter tapi sesat di jalan.
Experience (Pengalaman): Pengalaman ini seperti jam terbang. Hanya bisa kita dapatkan kalau kita pernah mengalami kejadian dan pengalaman. Contohnya, karena sering bolak-balik ke Puncak untuk jualan pisang 😉 , kita jadi ngerti banget mainin gigi supaya mesin nggak rontok meskipun naik gunung terjal nan macet. Terus juga karena rumah sering kebanjiran, kita ngerti banget lah kira-kira banjir berapa senti yang bikin motor kita nggak bisa jalan. Gimana kalau jatuh, sebaiknya posisi tubuh seperti apa yang membuat luka tidak parah. Semua kita dapatkan dari pengalaman. Pengalaman itu mahal, ya pasti karena kadang ada harga yang harus dibayar. Terus kalau di Kampus, pengalaman kan nggak ada? Hmm pengalaman itu tetap ada, kita KKN, magang, kerja paruh waktu, ngerjain TA itu adalah supaya punya pengalaman. Banyak buat project (software) yang bisa dijual, mulai belajar jualan, latih jiwa enterpreneurship adalah keharusan untuk bekal hidup di dunia IT nan ganas dan kejam.
Untuk adik-adikku mahasiswa dan mahasiswi di manapun berada, jangan cepat menyerah, nikmati pahit dan manis kehidupan kampus, jalani penuh dengan rasa tanggung jawab. Orang tua kita dan juga negeri ini menanti karya kita semua.
Tetap dalam perdjoeangan !
selain dapat beberapa hal diatas, semoga juga dapat akhwat tarbiyah berjilbab lebar “halah”.
sekedar tambahan bang. saya mendapatkan sebuah pengalaman bagaimana cara berpikir “yang benar”. memang sih, bukan langsung mendapatkannya di bangku kuliah. tapi justru dapat dari hasil interaksi akademis diluar kuliah. yah, berpikir metodologis gt.
kalau di kampus sendiri yang kebetulan saya belajar di ilmu komunikasi.
ada anekdot begini.
1. kalau ngambil konsentrasi “PR” hadisnya berbunyi
“katakan yang baik atau diam”
2. kalau ngambil konsentrasi “jurnalistik” hadisnya berbunyi
“katakan yang benar walau pahit”
wah, kok jadi melebar kemana-mana yah. itu aja dulu dech bang.
sambil masih berharap mendapat seperti yang saya tulis di awal :-p
Makanya kuliah itu membosankan, buat saya kuliah itu yah salah satu tuntutan agar bisa punya gelar S1 dan S2
Saya malah pengen praktek langsung, coba bandingkan programmer yang jago2 itu (dilingkungan saya kerja) programmer yang jago2 itu adalah lulusan D3, jarang yang lulusan S1 jago prgrammernya.
Baca artikel Boss RSW selalu dapat inspirasi dan kedewasaan berpikir, bukti nyata kwalitas ilmu dan prakteknya. Thanks buat artikel yg menggugah mas.
“Perasaan gag dapet ilmu” >>> itu pun ILMU!
gag dapet ilmu = ilmu
Hidup enjoy aja!
Ilmu dari mana aja!
gag dari Univ. dari Mas R.S.W. pun ilmu!
(apa maksudnya ya?)
“… hampir 2 tahun saya kuliah, cuman saya kadang merasa nggak tambah pinter …”
Bukannya “ilmu” semakin digali semakin dalam?
“..kalau tambah sibuk sih iya karena tugas dari dosen yang kayak tsunami”
Dapat ilmunya, ya karena ngerjain tugasnya, dapat pengalaman, ya dari sibuknya, Jangan berharap “ilmu”-nya bisa digunakan sekarang. Dulu kita belajar di SD tambah kurang kali bagi, di SMP sin cos tangen, di SMA . Mungkin juga semua yang dipelajari tidak akan kepake semua.
Hmm…ya. bisa dibilang kalau kuliah S1, 70% teori dan 30% praktek walaupun tidak semua demikian. pengalaman waktu kuliah, saya mencari ilmu prakteknya diluar lingkungan civitas, seperti “aktif” ikutan seminar IT, workshop IT, lomba pembuatan software atau datang ke pameran2 IT, mungkin itu yang akan membuat kita sebagai mahasiswa menjadi lebih terpacu lagi. karena kita imbangi dengan karya nyata. dan satu lagi, kalau buat yang programmer, bisa dicoba juga jadi “programmer liar”, apa itu programmer liar? dulu ada istilah itu dikampus saya 😀 , programmer liar itu mahasiswa yang memang sengaja membuatkan tugas2 mahasiswa lain, seperti membuat program untuk PI atau SKRIPSI bahkan THESIS 😀 enak kan? sembari kuliah bisa juga cari nafkah dan pengalaman, lumayan…hasilnya juga bisa dibuat biaya hidup di kota yang keras nan cadas ini 😀
hehehe…tapi kita harus tetap semangat…hayo maju terus saudaraku!!! terus berdjoeang!!!
Saat ini saya sedang kuliah dan sekaligus bekerja sebagai programmer di salah satu “lembaga”…, bagi saya penerapan dan pemahaman konsep merupakan kunci utama menuju profesionalitas diri. Pemahaman konsep didapatkan dari kuliah dan penerapannya dari pekerjaan. Alangkah baiknya mahasiswa saat ini kuliah sambil bekerja, biar jelas konsep ilmu yang didapatkan itu mau dibawa kemana. Agar tidak bingung lagi saat lulus.
Saya sudah tiga tahun kuliah tapi masih saja ragu dan bimbang dengan kuliah saya. Dan teman-teman saya yang gak kuliah tapi nongkrongnya di warnet, sudah jauh meninggalkan saya yang sehari-hari tenggelam dalam buku teori.
Oh ya, hampir lupa. Saya link blognya ya mas…
Selain manis dan pahit, kita juga sering merasakan yang asem dan kecut, biasanya di area yang abu-abu. Jujur saja saya bisa bertumbuh seperti saat ini, karena salah satunya komitmen nyelesaikan kuliah S1 dulu. Walaupun secara skill tidak terlalu saya dapatkan di kuliah, tetapi sikap cukup terbentuk disitu. Bagaimana asemnya para dosen memberi materi yang tidak disiapkan dan sebaliknya sangat manis rasanya mendapatkan dosen yang ngajar model spt mas Romi ini.
Manis, asem, pahit, yuk dirasain dulu, biar lebih tahu rasanya dengan mencobanya tidak dengan hanya mendengarkan saja.
Jadi…orang hebat pun nggak perlu sekolah tinggi…kecuali dapet beasiswa.
Lah yg dapet besiswa ini biasanya orang pinter2..IPK pasti Cumlaude semua,
sekembalinya ke Indonesia jadi orang biasa.
Bahkan dosenku juga pernah bilang,
orang yg IPKnya 4 biasanya kerjanya dibagian riset/lab/peneliti
orang yg IPKNya 3 biasanya kerja dibagian karyawan umum, pegawai negeri dll
orang yg IPKnya 2…malah jadi Manager bahkan Direktur… karena mereka memeliki komunkasi skill/ managerial… karena waktu kuliah sibuk ama organisasi makanya IPKnya cuman sekitar 2 nggak lebih.
sedang yg di DO malah yg punya perusahaan, karena waktu kuliah sibuk ama sambilan yg malah menjadi tumpuan hidup, dan jadi wirausaha yg hebat karena sejak awal kulaih banting tulang cari uang sendiri, buat bayar kos+kuliah, dibandingkan yg IPKnya 4..cuman ngandelian beasiswa.
setuju ama yang pertama…karena kenal internet jadi ngak sekampus halah apa coba :).
coba berpendapat.
kl saya pribadi ilmu kuliah itu bisa dipelajari diluar kuliah. ngak harus masuk kuliah u/ belajar basisdata, object oriented, RPL atau semacamnya tapi kl masuk kuiah akan lebih baik. yang lebih penting bagi saya adalah pendewasaan pola fikir.
jadi kita harus dewasa dalam berfikir, menyikapi terhadap sesuatu. lebih tepatnya meyikapi sebuah permasalahan. dengan kedewasaan yang kita dapat (waktu kuliah) seharusnya kita bisa menyikapi dengan cara terbaik.
tidak hanya Kalau nyalip orang juga jangan dari kiri. Hormati pengendara lain, dahulukan perempuan atau yang membawa anak-anak, lebih dari itu bagimana menghadapi polisi yang ‘jahil’ padahal kita ngak melanggar rambu lalulintas.
saya sengaja bergaul dng para senior sehingga tranformasi ilmu, terutama pengalaman akan mengalir dengan cepat, dan saya merasa bisa lebih cepat dalam melaju.
selain itu coba bangun ‘koneksi’ yang kuat dan sehat dengan siapa saja, ini akan sangat bermanfaat ketika anda pengen jadi pengusaha terutama waktu startup.
gimana mas Romi?
# Pogung177: Nggak selalu seperti itu. Saya di Jepang dapat beasiswa juga, tapi juga sangat sering kerja part time (baito). IPK saya juga lumayan, dan saya juga aktifis organisasi mahasiswa karena aktif di PPI, bahkan mimpin PPI Jepang selama 2 tahun ….hehehe. Untuk masalah sosial sepertinya teori, kebiasaan, fact akan sangat relatif dengan waktu, individu, dsb. 🙂 Sekembalinya di Indonesia aku juga mimpin dan buat perusahaan kok …heheh. Jadi nggak bisa diformulasikan bahwa IPK jelek punya enterpreneurship tinggi, dan IPK tinggi hanya cocok jadi peneliti …
IMHO, tujuan mengerjakan S1 di universitas itu agar kelak bisa mendapat pekerjaan. Jadi, mungkin kriteria penting adalah *siapa* (perusahaan2 mana) yang nanti akan merekrut sewaktu selesai S1.
Dalam program S1 yang mengajarkan ilmu komputer (Computer Science), setidaknya setelah selesai sudah harus bisa C programming (dan kalau bisa, Java atau salah satu object-oriented programming lainnya seperti C++ atau C#). Windows programming adalah suatu plus, sebab memang sukar dan memakan waktu lama.
Kalau S1 nya condong ke Teknologi Informasi (IT), setelah selesai S1 seharusnya sudah bisa Windows Server configuration (ex. untuk 10 client), Active Directory (AD) dan konfigurasi router dasar (ex. RIP2, OSPF routing protocol, dan kalau bisa BGP).
Sehingga setelah selesai bisa langsung turun ke dunia pekerjaan.
[TH]
# Yon’s revolta: heheh ada-ada saja nih om satu ini
# Andriansyah: Cara supaya tidak membosankan ya banyak aktif di luar. Nanti akan match secara otomatis, karena bagaimanapun konsep itu tetap diperlukan
# Vavai: saya juga masih harus belajar 🙂
# Myo: Hmm menarik juga heheh, nggak dapat ilmu itu merupakan ilmu 😉
# Ahmad Simanjuntak: Sip mas. Tetap semangat dalam perdjoeangan lah.
# Arif: yap setuju, secara konsep dasar sama dengan yang ingin saya utarakan
# Hardjono: Hmm sepertinya pembagiannya agak meleset. Computer science itu disiplin ilmu, sedang teknologi informasi itu bukan disiplin ilmu 🙂 Mungkin tepatnya bidang programming untuk paragraf ke dua, dan networking untuk paragraf ke tiga.
Kebanyakan ilmu kadang gak fokus … banyak diajari macem-macem tapi hanya permukaan, ato diajarkan teori yang gak masup di dunia “Indonesia”.. seperti rpl vs one man show programer… teknik jaringan dsb…kayanya yang penting tu berani komunikasi dengan org lain untuk sharing… kalo dosen gak bisa… coba para praktisi (they sometime give a better solution..)… btw Salut buat tulisan 2 pak romi 🙂 salam
Kalau lagi diskusi dengan teman-teman mahasiswa, saya selalu mendorong untuk bekerja sambil kuliah.
Harapan saya, nanti sewaktu lulus, maka kalau mau mencari karir yang lebih bagus sudah mudah. Karena, CV mereka sudah ada isinya : “Pengalaman kerja xxx tahun di perusahaan ABC”
Capek memang, tapi kita musti sadar bahwa masa kuliah itu bukan masanya bersenang-senang. Justru ini adalah awal dari perjuangan kita untuk mandiri & merintis masa depan.
Selain itu, saya juga selalu mengingatkan rekan-rekan mahasiswa untuk mulai membangun jaringan mereka.
Banyak-banyak silaturahmi ke semua pihak — adik kelas, kakak kelas, dosen, dll. Manfaatnya nanti akan terasa setelah lulus, kita tidak sendirian. Ada kawan-kawan seperjuangan yang akan saling membantu.
OK semoga bermanfaat 🙂
#Romi Satria Wahono
Tapi kenyataannya begithu…om… bahkan setahu saya orang yg lulus dan bekerja dibidang yg sesuai dengan yg kita ambil waktu kilah kurang dari 10%
dan saya orang yg termasuk 90% nya.
# Pogung177: Orang bicara angka dan prosentase harus ada research dan kajiannya. Jadi datanya dari mana mas? 🙂 Kalaupun dapat datanya, bagaimana validitas datanya. Kalau sudah jadi teori, semua harus sahih dan pengambilan datanya harus benar. Sampel harus mewakili semua object yang diteorikan 🙂
Pendidikan Indonesia sendiri yang harusnya dibenahi. Sepertinya kalo kita review kembali kurikulum yg ada seperti dipaksakan. Ketika kecil kita ditanamkan bahwa anak yg pintar itu adalah yg nilai rapor mata pelajaran eksakta-nya bagus. Dan itu sudah tertanam turun temurun. Perlu kita sadari bahwa orang yg scholar itu tidak harus “makan pojok sekolah*”. Hidup itu sendiri merupakan university of life, tapi terkadang orang tidak menyadari bahwa ada banyak pelajaran yg bisa kita gali dr hidup itu sendiri. Itu sebabnya hanya sedikit orang yg tidak sekolah tp “berpendidikan”. Saya sendiri pd awalnya sangat anti dengan pendidikan, tpi dng perjalanan waktu ada perubahan dlm paradigma sy. Pada intinya mungkin seharusnya gelar tidak dipandang(oleh masy) sbg identitas mutlak bahwa kita memiliki mental yg terdidik atau bukan, tapi lebih bagaimana atitude dari org yg memiliki gelar tsb.
*meminjam istilah dosen sy.
kayaknya yangnanya ini terlalu dililit sama tugas deh… coba liatdunia2 mahasiswa yang lain.. pasti kalo melihat semua dunia itu…pemikiran itu tidak akan terkhawatirkan…
demikian sehingga 5 hal yg dikemukakan pak romi itu bisa di dapatkan
Sorry Om ak bukan orang riset / teoristis… pake survey sana..sini.
Tapi faktanya begitu. Wak tu msih ak kuliah dah bosen pake teori2 segala, apalagi harus pake data segini, margin error segini.
Statistika ku C+ om..!
Memang dunia pendidikan kita makin hari makin aneh,
Ada pemateri berbasis komisi, makin gede komisi makin banyak ilmu yang disampaikan 😉
Ada mahasiswa berbasis Sertifikat, Kuliah enggan tapi berharap sertifikat, jadinya menghalalkan segala cara untuk bisa dapet sertifikat 🙂
Tapi yang lebih parah adalah adanya gayung bersambut antara pemateri berbasis komisi dengan Mahasiswa berbasis sertifikat, jadinya adalah Jual Beli Sertifikat 🙂
Tapi saya yakin masih banyak mahasiswa Indonesia yang berbasis Keilmuan, sehingga bisa meraih apa yang diuraikan pak Romi diatas.
Makasih pencerahannya pak Romi,
Tapi jangan dipaksakan jadi APEK… dunk 🙂
Untuk adik-adik mahasiswa selamat berjoeang dan tetap semangat
Saya sih numpang lewat aja, pesan untuk yang masih kuliah.
Jangan sia siakan masa kuliah, cari ilmu sebanyak banyaknya, kalo kata Mas Romi itu Knwoledge. Saya salah seorang yang kerjanya cuman ngoding terus waktu masih kul, .NET, JAVA, VB, PHP hajar semua.. sedangkan Knowledge saya tinggalkan.. sekarang waktu udah lulus nyesel deh 🙁 pengen balik lagi tp ga mungkin 🙁 pengen lanjut lg ke S2 tp blum ada kesempatan 🙁 hiks hiks.. (jadi curhat deh :p )
Memang dengan banyak berlatih dan mengejerjakan proyek2, saya jadi terbiasa dan punya pengalaman dalam membuat program.. tapi sewaktu lulus, pas disuguhi tentang Document Management, Knwoledge Base, ERP, SAP dll.. walah.. jungkir balik lagi deh blajar 🙁 apa lagi saya kerja, yg udh cukup sulit cari waktu utk blajar yg baru 🙁 (kecuali kalo begadang :p )
Jadi maksud saya, 5 poin yang di atas itu usahakan seimbang.. juga, selain Knowledge yg di kasih di kampus, rajin2lah blajar Knowledge yg lain, seperti DM, KB, ERP, SAP, CRM, DRP ato yg lain yg lagi anget2nya en rame di pasaran.. minimal pelajari secara konsep.. itupun kalo mau maju, karena benar kata Mas Romi, itu smw untuk “bekal hidup di dunia IT nan ganas dan kejam” ini
Memang memprihatinkan budaya pendidikan saat ini, terutama di perguruan tinggi. Saat ini kecendrungan untuk lulus cepat dengan ip tinggi mengakibatkan banyak orang jadi study oriented. Tapi itu wajar, sih… Saat ini peran riset di perguruan tinggi untuk mahasiswa, afaik, kurang digalakkan. Lagipula, biaya, gaya hidup, dan lingkungan di pendidikan semakin kurang terarah untuk riset.
Btw, kalo mo riset, mendingan mendalami FOSS. Ud gratis, gaya kodingan standar, dan terutama terbuka untuk pengembangan.
Memang sih kalo kuliah itu cuman “datang duduk diam lalu pulang lagi” rasanya agak membosankan juga. Tapi coba sesekali waktu kita isi dengan kegiatan2 membangun komunitas belajar atau membentuk kelompok study pasti rasanya lain.
Saya termasuk orang yg sangat beruntung karena selama kuliah saya aktif membentuk kelompok belajar. Dari organisasi yg kita rintis itulah akhirnya saya dan rekan2 saya bisa menimba ilmu dan pengalaman banyak. Dari organisasi itu pula komunikasi kami para mahasiswa dengan dosen-dosen kami menjadi sangat bagus dan kompak sehingga banyak kegiatan yg bisa kami lakukan secara bersama sama mulai dari mengadakan seminar, sharing, ngoprek bareng di laboratorium sampai nyari proyek. Bahkan sampai luluspun komunitas kita masih tetap ada walaupun cuman melalui email, milist maupun chatting, sehingga skill kitapun masih terus berkembang walaupun sudah bertahun-tahun kita meninggalkan bangku kuliah.
Demikian semoga sedikit sharing ini bisa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi adik-adik mahasiswa.
Kuliah penting untuk menamba pergaulan 🙂 dan makan-makan
# Pogung177: What is the meaning of fact? 🙂 Fakta ini didapat dari mana, lha tujuan riset, kajian kan memang untuk menemukan fakta (fact). Makanya saya tanya ke om pogung, fakta yang diyakini om Pogung itu didapat dari mana 🙂 Itu saja kok sebenarnya, dan sekaligus melatih kita untuk berpikir lebih kritis. Sama seperti ketika kita semua komplen ke mas Roy Suryo tentang kasus 68% itu 🙂 Kan pada tanya, dapat dari mana. Gitu om 🙂
# IMW: Itu yang pasti juga sangat penting. Pergaulan dan makan-makan itu kombinasi ampuh dari knowledge, skill, technique, attitute dan experience …hehehe
Dapat Apa sih di Universitas?
Pengennya sih dulu dapet “jodoh” 😀
yah yg jelas dpt ilmu en temen banyak…walau tamat kuliah ga kerja sesuai dg waktu kuliah dl…intinya seh…kalo mo tamat bisa kerja…banyak2in skill en knowledge en relasi…;) ya ngga bos Romi?
Hmm, saya dulu habis lulus SMA tahun 2002 nggak langsung kuliah. Niatnya sih kerja dulu baru kuliah, makanya lulus SMA trus ambil kursus analis komputer 1 tahun. Yang kupikirkan adalah bahwa ilmu yang didapat dari kuliah nanti belum tentu sesuai dengan sikon yang ada di lapangan, dan kayaknya benar sih.. CMIIW. 🙂
Alhamdulillah di tahun 2005 bisa dapat kerjaan yang sesuai juga dengan bidang yang kusukai (komputer), hingga saat ini saya bisa kerja disambi kuliah.
Bagiku, mencari ilmu tetap diutamakan.
hm..
mana yang lebih banyak diperlukan?
teknik informatika?
sistem komputer?
management informatika?
wah saya bingung klasifikasinya?
alhamdulillah nambah ilmu lagi dari mas romi,…eh mas romi,saya mau nanya tentang “mencuri code orang nih”…sejauh mana kita bisa dikatakan mencuri code orang?
kebiasaan saya sih, dalam pembuatan aplikasi, saya mengambil rujukan Class2 aja di internet ( contoh : di phpclasses.org ) dan memasukkannya ke dalam aplikasi saya, agar lebih baik…dan pastinya banyak perubahan dari class2 itu di aplikasi saya, dan kadang juga sy ngambil logiknya aja.
apa itu termasuk nyuri or gmn mas?
Setuju sama IMW, universitas itu tempat untuk mendapatkan lebih banyak teman dan jaringan. Masalahnya Om Romi yang pengen saya tanyakan, teman dan jaringan ini kan sama kayak ayam dan telur. Kalau kita berada dalam universitas yang networknya kurang bagus, bagaimana kita bisa berkembang? yang berkembang adalah yang dari kampus yang dari asalnya sudah punya jaringan kuat. Jadi sama seperti mafia juga kan.
Mohon pencerahan
mulai sekarang, mau serius ah kuliah. inget orang tua juga. 😀
semangat-semangat.
-IT-
Ngak kuliah ngak dapet Ijazah ™
Saya 100% setuju dengan Pak Romi soal : Knowledge, Skill, Technique, Attitude, Experience.
Kelima hal itu sebenarnya adalah yang dituntut dari diri kita supaya bisa menyeimbangkan teori dan praktek atau yin dan yang. Jadi kalau tujuannya jelas menyeimbangkan teori dan praktek maka mahasiswa seharusnya bisa mengukur sejauh mana sudah bisa menyeimbangkan keduanya. Karena dunia kerja butuh keduanya.
Kalau cuma tahu teori itu sih ‘omong doang’ dan kalau cuma pengen langsung praktek itu sih ‘nekad doang’.
Maaf kalau saya ngomong doang dengan modal nekad doang.
Jadi nyesel sekali karena dulu waktu S1 tidak serius dan kurang fokus. Mudah-mudahan nanti waktu S2 bisa lebih baik.
Ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat walaupun sedikit. Jadi sembari menambah ilmu, saya berusaha mengamalkan ilmu yang sudah didapat.
Salah satu yang kita dapatkan di bangku perkuliahan adalah cara berpikir bagaimana seharusnya berpikir.
# Zulkarnaen Arsi: itu adalah konsep, dan memang itu yang paling penting dan harus kita kejar dalam dunia akademik.
# Danial: Diantara kepusingan kita, diantara komplen kita ke dosen kita, banyak ilmu dan konsep yang sebenarnya sangat bermanfaat ke depan. Dan salah satu kelebihan dunia akademisi adalah netralitas ilmu dan konsep 🙂
# Unggul_USA: Sip setuju 🙂
# Alex: Kadang tanpa kuliah bisa dapat “ijazah” 🙂
# Anjar: Jaringan tidak harus dalam dunia nyata, dalam dunia maya kita juga bisa membentuk jaringan, ya ini social networking gaya baru kita. Saya juga bukan lulusan ITB, UI, tapi saya punya koneksi yang bagus dengan teman-teman di sana 🙂
# Mr. K: Ya itu good practice, nggak masalah di awal-awal. Cuman saya dulu biasanya saya quote sumber di setiap fungsi yang aku ambil. Biar sanad dan matannya jelas 🙂
# Furqon: iya deh om, bener 🙂
Ehm, bagus sekali pak romi. Jadi ingat dulu waktu kuliah kurang bisa menjaga sikap terhadap salah satu dosen, alhasil nilainya dikebiri :). dimanapun kita berada disitu pasti ada ilmu meskipun tidak kita sadari. dan seperti yang lain semangat-semangat 🙂
Pak romi IKC ada apa ya, kok databasenya sering error?
Yang saya lihat, satu hal yang kurang dari pendidikan tinggi di Indonesia itu latihan untuk berpikir formal tentang konsep-konsep dalam Ilmu Komputer/TI. Ada topik yang diberikan sebagai bahan hafalan, ada lagi yang membutuhkan pemahaman namun diberikan “as is” tanpa mengaitkannya dengan konsep yang lebih mendasar, spt teori kompiler yang tercerabut dari teori set atau teori komputasi. Karenanya banyak pemrogram di lingkungan saya (termasuk saya, mungkin) yang kurang menguasai penterjemahan antara spesifikasi dalam bahasa alami dengan spesifikasi formal: menggantungkan diri pada testcase untuk menemukan bug.
Mungkin itu penyebab banyaknya mahasiswa yang bingung dengan yang dipelajarinya, dan banyaknya pemrogram handal yang saya kenal justru dari disiplin ilmu Matematika atau Fisika: pengajaran yang kuat di teknik, lemah di teori.
Just a thought.
Saya juga setuju dengan Bang Romi tentang Knowledge, Skill, Technique, Attitude and Experience.
Kalo masih ‘merasa belum dapet apa-apa’ dari kuliah, barangkali perlu kerja sambilan. Sambil kuliah, kerja.
Kalau sudah kerja, apalagi sesuai dengan bidang ‘kuliah’, kita akan dipaksa mengerjakan ‘sesuatu’ yang mungkin belum kita kuasai. Atau mungkin pekerjaan tersebut sudah biasa kita lakukan sehingga mudah dan sederhana, padahal sulit bagi orang lain. Contohnya ngetik pakai Ms Word. Ada berapa orang di Indonesia yang bisa ?. Paling nggak lebih dari 50 Juta orang. Artinya ‘ilmu’ ngetik di Ms Word cuma dikuasai 22.7% dari seluruh penduduk Indonesia. Apalagi ‘ilmu internet’. Mungkin cuma 10%.
Kalo ada kesulitan atau masalah, ada teman, dosen atau relasi yang bisa kita tanya, en nggak perlu bayar kan ?.
Demikian juga kalo kita buat usaha / jadi wirausaha. Kita bisa minta tolong ke teman-teman mengerjakan proyek. Ya, itung-itung meringankan beban en bagi-bagi rejeki. Bisa dapet pahala juga lho.
Semoga bermanfaat.
Wassalam
ya paling ga dapet istri lah ya,
yang cewek dapet suami….
coba di sensus, berapa persen mahasiswa yangdapet pasangandari temen kuliahnya..
hehe
Pada dasarnya sekolah ataupun kuliah tidak hanya sekedar bagaimana biar kita bisa coding, ngerti konsep basis data, ato juga teknik jaringan, tapi lebih pada bagaimana membangun pola berpikir yang benar dan tapat, orang jawa bilang “bener tur pener”, biar nggak jadi “keblinger” 🙂 Output akhirnya ya kayak yang di terangin Mas Romi itu. Kalo masalah gimana cara bikin program, gimana ngramping, gimana bikin web, dsb itu bisa belajar dari mana saja, kapan saja, dan dimana saja, asal masih sehat jasmani dan rohani 😀
Kalau menurut aku sih yang terpenting itu perubahan POLA PIKIR, dari yang dulunya masih kekanak-kanakan yang nggak bisa mandiri dalam hal mengambil keputusan dan tindakan menjadi orang yang kini bisa berpikir sendiri, menentukan pendapat dan sikap secara bebas dan bertanggung jawab, gak kebawa arus dan punya jati diri dan cita-cita sendiri.
Gampangannya, orang bisa bilang kalau kita pola pikirnya beda dengan orang lain (tentunya yang gak kuliah). Jadi, menurutku nih kalau kita selesai kuliah tapi pola pikir gak mengalami perubahan yang berarti, yah…tanda tanya besar kali yah…
Just my opinion..^^
Salam kenal smuanya….
Yah.. jadi tambah susah dapat istri deh.. Maklon orang gak kuliah…
T_T
Gimana kalau mahasiswa / pengendara tersebut adalah Valentino Rossi yang sangat cepat sircuit nya ……………what can i do for practise study…..