Kemerdekaan Teknologi
17 Agustus bagi anak bangsa memiliki arti yang sangat penting, suatu tanggal bersejarah dimana republik ini menyatakan kemerdekaan. Pernyataan merdeka mengandung makna bahwa telah bebas, bebas bukan hanya dari satu penjajah, tapi juga seluruh penjajah yang telah, sedang dan akan menjajah republik kita. Bebas memilih partner dan teman, bebas dalam bekerjasama dengan bangsa apapun di dunia ini. Meskipun secara formal republik sudah merdeka, secara informal republik ini belum bebas. Belum bebas memilih partner dan bekerjasama dengan bangsa lain. Masih banyak tekanan dan paksaan dari bangsa yang lebih kuat dari segi ekonomi, politik maupun militer yang membuat kita sulit bergerak. Ini yang sering disebut oleh para pengamat politik sebagai kita belum merdeka 😉
Kemerdekaan dalam sudut pandang teknologi memiliki konsep yang sama dengan kemerdekaan berbangsa, meskipun sedikit berbeda dalam penerapan. Kemerdekaan bagi seorang teknolog, engineer atau profesional adalah kebebasan dalam menggunakan teknologi, metodologi dan approach apapun dalam menyelesaikan masalah. Teknologi, metodologi dan approach bukanlah agama yang perlu difanatikkan, dia bukanlah sesuatu yang kekal hidup di dunia ini. Mereka itu adalah ciptaan manusia yang bisa dihapuskan, bisa diganti, dan bisa diperbaiki ketika mungkin sudah tidak efektif dan efisien dalam penyelesaian masalah.
Ketika 15 tahun lalu pertama kali menggunakan PC dengan sistem operasi MS DOS dengan dosshellnya yang canggih, saya berpikir bahwa dengan menguasainya saya bisa memecahkan banyak masalah (menulis, berhitung, bermain game, dsb). Tapi tiga tahun kemudian Windows 3.1 datang dan ini memungkinkan pemecahan masalah dengan lebih baik lagi. Demikian juga tahun 1995 muncul satu sistem operasi buatan Microsoft yang lebih baik lagi yaitu Windows 95. Dan saya berpikir bahwa cukup dengan itu saya bisa melakukan banyak hal, mengerjakan laporan, berhitung, manipulasi image, dsb. Tapi lagi-lagi meleset. Masuk kampus di Saitama University, semua berbasis Unix (Sun Microsystem). Saya harus mengerjakan semua tugas dengan text editor bernama Emacs, menulis laporan dengan LaTeX, mengolah data dengan Gnuplot, menulis code dengan C, bermain-main web programming dengan perl dan CGInya. Di rumah karena tidak mungkin saya membeli Sun Sparc, saya menggunakan Linux untuk melanjutkan tugas-tugas kuliah. Saya mencoba berbagai distribusi Linux dari Slackware (era itu termasuk yang populer), Redhat, Turbolinux, Debian, Vinelinux, dsb.
Dengan menguasai MS Windows, Unix, dan Linux, saya pikir sudah cukup matang dan luas skill saya. Sejak tingkat 2 program undergraduate di Saitama University (1996), saya mencoba parttime (arubaito) di berbagai perusahaan IT Jepang. Saya cukup terkejut karena saya harus mengelola mesin lain di luar itu. Berbagai perusahaan menginginkan supaya saya juga bisa mengelola mesin berplatform Macintosh (MAC) dan BSD Unix. Macintosh yang pertama membingungkan saya, akhirnya menjadi sahabat saya karena saya putuskan memakai di rumah disamping Linux dengan distro Slackwarenya. BSD Unix saya gunakan kemudian untuk berbagai server di kampus. Meskipun ini baru sampai ke sistem operasi, maintenance dan pengelolaan server, saya sudah mulai bisa menarik kesimpulan bahwa teknologi berkembang dengan varian yang beraneka ragam. Mereka masing-masing sangat unik dan saling melengkapi dalam proses pemecahan masalah. Sekali lagi, secara teknologi tidak ada yang bisa mengatakan bahwa suatu platform adalah terbaik dalam segala hal. Yang ada adalah terbaik dalam suatu sisi. Macintosh dengan kestabilan desktopnya, Linux dalam keterbukaan source dan kestabilan server, MS Windows dalam kemudahan pemakaian, BSD dalam sekuriti, dsb. Kelebihan dalam suatu sisi itu yang melengkapi penyelesaian masalah secara global masyarakat di dunia.
Apakah cuman masalah sistem operasi? Ternyata tidak! Dalam bahasa pemrograman juga seperti itu. Ketika saya menganggap bahwa bahasa C dan Perl cukup, karena hampir semua laporan dan project di kampus menggunakan bahasa C serta sebagian Perl. Saya dikejutkan karena kebutuhan perusahaan tempat saya bekerja part time adalah bahasa Java untuk beberapa project. Untung saya sudah membiasakan diri di semester ke 4 (awal 1997) di mata kuliah Computer Graphics. Dan ini otodidak, karena pemrograman berorientasi objek baru diajarkan di tingkat 3. Saya juga mulai mengganti kebiasaan Perl dengan PHP, khusus untuk web programming karena kebutuhan lebih banyak di situ.
Demikian juga dengan hobi saya menggunakan notasi OMT (Object Modeling Technique) milik James Rumbaugh dalam desain object-oriented, harus berubah karena muncul UML (Unified Modeling Language) yang akhirnya diusulkan menjadi standard oleh James Rumbauh, Grady Booch dan Ivar Jacobson di OMG (Object Management Group) 🙁
Dunia penelitian juga tak lepas dari itu, kita harus lebih banyak membaca jurnal-jurnal ilmiah terbaru untuk mengupdate informasi dan pengetahuan kita tentang berbagai approach, teknologi, metodologi, formula baru yang telah ditemukan oleh berbagai peneliti lain di dunia. Kadang dengan pemikiran baru itu kita bergerak dan harus meninggalkan berbagai tema penelitian yang sudah tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat.
Mari kita renungkan bersama, suatu hal yang lucu kalau kita terbelenggu oleh teknologi. Kalaupun kita sangat suka komputer tabung, tentu kita tidak bisa lagi menggunakannya di era saat ini. Kalapun kita fanatik terhadap pascal dan quickbasic, kita sudah mulai kesulitan mencari kompilernya saat ini. Kalaupun kita sangat lihai bermain MS DOS, ngoprek dosshell, tentu harus ditinggalkan dengan sistem windowing (X window, Mac window, window ala MS Windows, dsb)
Sekali lagi teknologi, approach, metodologi dalam bentuk sistem operasi, bahasa pemrograman, software, dsb hanyalah tool yang harus dikuasai dan digunakan bagi para teknolog dan profesional untuk memecahkan masalah. Dia bersifat tidak kekal, dia bukanlah agama yang harus dianut dan difanatikkan seumur hidup. Ketergantungan terhadap sebuah tool adalah kebodohan. Debat kusir tentang tool dan saling mengumpat atau membela mati-matian sebuah tool adalah tindakan sia-sia.
Kemerdekaan bagi seorang teknolog adalah kebebasan dan kemampuan dalam memilih, memilah dan menggunakan berbagai teknologi, tool dan approach dalam memecahkan masalah. Ketika kita terbelenggu dan terpaksa dalam menggunakan suatu teknologi, maka itu menandakan bahwa kita belum merdeka, dan perlu perdjoeangan untuk memerdekakan diri 🙂
Tentu kemerdekaan teknologi yang lebih tinggi tingkatnya adalah apabila kita bukan lagi sebagai pengguna, tapi juga sebagai pencipta dari teknologi. Sehingga kita tidak perlu lagi menggunakan teknologi enkripsi khususnya untuk kunci publik yang diciptakan Martin Hellman dan Adi Shamir, maupun algoritma kompresi data (misal dalam format ZIP) yang merupakan karya Abraham Lempel dan Jacob Ziv. Perlu diketahui bahwa empat orang yang saya sebut baru saja adalah orang Israel 🙁
17 Agustus 2006, menyambut kemerdekaan RI yang ke-61, jadikanlah tanggal ini suatu timing yang tepat untuk mulai memikirkan kemerdekaan teknologi, meskipun kita mulai dari hal-hal kecil.
Merdeka !!
very good post ! mesti dibaca dan direnungkan oleh orang2 yang fanatik (atau pretend to be “fanatik”) terhadap OS atau teknologi tertentu 🙂 🙂 🙂
Merdeka!
Hehehe, gimana kabar mas ? dah lama nggak ngobrol 😉
Subhanallah, 🙂
Saya masih harus banyak belajar untuk jadi pencipta.
Hidup Indonesia. MERDEKA..!!!
iyah neh, betul kata om romi, dalam memilih aja kita belum merdeka, cotoh teknologi yang begitu mahal. mahalnya karena pajak yang besar, padahal pajak itu cuman untuk di korupsi, wadu kasian kali rakyat indonesia.
Betul sekali apa yg disampaikan mas romi, dalam hal teknologi kita masih harus berjuang tidak hanya sebagai pengguna (user) tapi jg pencipta (creator).
By the way, menurut mas romi bagaimana mengenai perkembangan Linux dan penerapannya di negeri tercinta ini? Kayaknya baru di level government saja ya kayaknya belum sampai di level masyarakat?
Bagaimana mas romi melihat gap ini dengan negara maju? Apa yg harus kita lakukan sebagai pencinta teknologi? Trims…
Merdeka ? , sudahkah ?
sedangkan di negeri ini para koruptor masih bebas mengkorupsi uang rakyat..
sedangkan di negeri ini masih bebas mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan diri sendiri atau golongan..
sedangkan di negeri ini para pembajak software masih bebas merdeka ..
sedangkan kita belum bisa menciptakan teknologi yang benar-benar bisa diakui kehandalannya..
Merdeka ? , sudahkah ?
jawabnya adalah belum.. 😉
Karena belum merdeka itulah, kita tetap perlu berdjoeang 😉
Merdeka !
Assalamualaikum Wr Wb
Tulisannya cukup mencerahkan, terima kasih Pa Romi. Untuk mas Tyo, sepertinya kita gak mungkin deh jadi pencipta, karena segala penemuan teknologi yang ada skrg, hakikatnya sintesa dari penemuan-penemuan sebelumnya.Dan kalau dirunut semuanya juga berakhir ke sintesa dari ciptaan Yang Maha Kuasa.
Di bukunya John Nasibit, “High Tech High Touch”, sekarang manusia umumnya ada dalam gejala mabuk teknologi, cenderung manusia membuat teknologi seperti Berhala baru dizaman modern ini. Yang hilang adalah proses pemaknaan dari capaian teknologi yang sekarang ada. Apa sih makna dari capaian teknologi yang semakin modern ini ? tapi kalau berbicara makna…sepertinya ini bukan hal yang gampang, karena produk teknologi kadang membentuk manusia berpikir instant dan khawatirnya malah berpikir seperti mesin yang tidak kenal hakikat makna.
Saya pikir, makna kemerdekaan dalam teknologi adalah kemerdekaan seorang insan untuk tetap terjaga fitrah insaninya sebagi hamba Tuhan ketika menggunakan produk teknologi, bukan malah menjadi budak atau hamba teknologi. Ketika manusia sudah sampai ke tahap pemahaman ini, penguasaanya dalam bidang teknologi akan semakin mengantarkannya ke dalam penyerahan diri kepada sang Maha Kuasa, karena kedalaman ilmu yang dimilikinya malah membuka tabir ketidaktahuan-ketidaktahuan lain yang membutuhkan jawaban, yang hakitnya semua adalah kekuasan Yang Maha Kuasa. Merdeka !
Btw..saya sepakat untuk terus belajar dan belajar…belajar adalah hak manusia merdeka..never ending learning !
setuju dan merdeka !
http://koronx.com/2006/08/14/perfect-os-for-perfect-machine-for-perfect-purpose/
Merdeka untuk sejahtera,..
Merdeka tanpa harus khawatir apa anak2x dapat makan.
Merdeka tanpa harus khawatir apa besok anak2x dapat bayar sekolah.
Merdeka tanpa harus khawatir apakah besok tempat untuk mencari makan bisa survive.
Merdeka tanpa harus mendengarkan Siapa sih yang Kepala di sini?
Merdeka tanpa harus mendengarkan Kamu khan udah di bayar ?
Merdeka untuk tetap survive!!!!
Very good post, pak. Merdeka!
Saya sepakaaat… sekali dengan Pak Romi
Membaca tulisan Pak Romi ini, mengingatkan saya ketika memasuki pintu gerbang IT untuk pertama kalinya, yaitu di bangku kuliah…
Terus terang saja modal saya waktu itu hanya bisa DOS, WS sedikit sekali …. apalagi LOTUS….:)
Saya berasal dari daerah, belajar DOS pertama kali ketika SMP dilanjutkan di SMA ikut ekstra komputer. Itupun saya merasa sangat sulit untuk memahami bahasa komputer…:(
Bapak saya seorang guru SMA, atas saran salah seorang murid beliau saya masuk jurusan informatika.
Masuk ke jurusan informatika… adalah dunia baru bagi saya…rasanya seperti jatuh bangun dan berjalan tertatih-tatih di rimba informatika….karena ternyata ada sistem operasi baru yaitu windows yang harus saya kuasai….mendapat algoritma pemrograman…awalnya membingungkan tapi akhirnya menyenangkan…linux pun demikian…karena terbiasa pake windows…kesulitan juga menggunakannya sampe sekarang….:)dengan semangat yang turun naik akhirnya di semester-semester terakhir saya mulai menyukai dunia ini….:) walaupun kadang-kadang masih “ngos-ngosan” mengikuti perkembangannya yang begitu cepat…:)
Terima kasih Pak Romi atas pencerahannya… terutama dengan ilmukomputer.com-nya… yang selalu menyediakan informasi tentang komputer…
Semoga Pak Romi diberi terus kemudahan oleh Allah SWT untuk terus belajar dan berkarya…Amin..
menurut saya bangsa indonesia itu belum merdeka,karena masih banyak yang belum dapat menikmati indahnya pendidikan,terutama untuk di bidang IT, biaya kuliah mahal, jadi pendidikan hanya untuk kaum menengah keatas.bagaimana bangsa ini mau maju
Baguussss……
Tapi kok IT tampaknya luambat madjunya yah????
Kpn kita bs jadi spt Amrik / Eropa yg full IT gitu ya????
syalam,
Susillo Bambang Yoedhoyono
sip lah mari kita berjuang…
Siapa bilang indonesia ga FULL IT-nya….?
Buktinya….?
1. IT ( Indonesia Terkorup ke…? didunia).
2. IT (Indonesia Terjangkit flu furung terbesar didunia)
3. IT (Indonesia Terbiasa ngomong Doang!).
4. IT ( Indonesia Terkaya tapi termiskin).
5. IT(Indonesia Terkena Musibah), dari bencana alam, kecelakaan udara, air, darat, Penyakit dan banyak lagi lainnya. Pokoknya Full DeCh
salam kenal dan mas Roni,
saya suka sekali tulisan anda …..saya adalah anggota pasif di milis info komputer …saya masih nul besar tuk dunia komputer dan ingin tetap belajar
dan sayapun bangga …orang indonesia itu banyak sekali yg hebat hebat di hati, akal dan ilmunya ….walau negri ini masih dlm ‘kesusahan yg rasanya tak ada ujungnya’
bravo untuk mas roni
saya kopas ya pak thank
Merdeka!
mari kita berjuang bersama2 pak….
TEknologi memang akan berkembang seiring berjalannya waktu yang tidak bisa kita tahu.
karena dari hal kecil itu bisa
menjadi besar…:)
& tentunya berguna untuk semua..
semangat berjuang yang masih sangat relevan untuk zaman sekarang di tahun 2022. saya sebagai mahasiswa semester 6 merasa sangat terhormat bisa mendapat kesempatan untuk melihat tulisan yang sangat menginspirasi ini.