Bagaimana Mahasiswa Ilmu Komputer Belajar: Mengkritisi Kurikulum dan Gaya Pendidikan Kita
Sepulang dari study di Jepang tahun 2004, saya banyak mengajar di beberapa Universitas di Jakarta, terutama di fakultas atau jurusan yang berhubungan dengan ilmu komputer dan teknik informatika. Saya mengajar mata kuliah yang memang saya kuasai, dan terkait langsung dengan tema penelitian saya. Diantaranya adalah mata kuliah Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak), Algoritma dan Bahasa Pemrograman (Algorithm and Programming Language), dan Basis Data (Database). Kebanyakan mata kuliah tersebut diajarkan setelah semester 5 (tingkat 3 atau 4). Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, saya menemukan beberapa fenomena menarik berhubungan pengetahuan mahasiswa dan kurikulum yang diajarkan di universitas.
Saya menemukan tipe mahasiswa yang ketika saya terangkan dia kesulitan menangkap beberapa konsep yang seharusnya sudah dia dapat di semester sebelumnya. Katanya, itu tidak diajarkan di universitas tersebut. Fenomena ini terjadi dalam universitas yang memotong (mengubah) beberapa kurikulum yang seharusnya diajarkan, karena tidak ada SDM pengajar (dosen). Di lain pihak, saya menemukan fenomena lain dimana mahasiswa mengatakan bahwa dia mengenal beberapa konsep yang saya singgung, hanya dia lupa mata kuliah yang mengajarkannya. Fenomena ini terjadi di universitas yang mencekoki mahasiswanya dengan mata kuliah berlebih, dengan argumentasi bahwa supaya mahasiswa mendapat pengetahuan secara lengkap. Sering dosen mengajar bukan pada bidang yang dikuasai, hal itu terpaksa dilakukan oleh universitas untuk mengejar mata kuliah yang harus jalan. Dua-duanya ternyata membuat mahasiswa jadi linglung, yang satu linglung karena memang tidak pernah diajarkan, dan yang lain linglung karena terlalu banyak yang diajarkan. Intinya sih kedua-duanya sama-sama nggak ngerti 😉 .
Fenomena aneh lain tentunya masih banyak, misalnya mahasiswa tingkat 3 jurusan teknik informatika (atau ilmu komputer) yang tidak kenal siapa Dennis Ritchie 😉 , tidak bisa membuat program meskipun hanya untuk sebuah fungsi untuk memunculkan Hello World (apalagi mengkompilenya), tidak paham tentang paradigma pemrograman, juga tidak paham apa itu kompiler, shell, pointer, fungsi, array, dan tentu semakin mual-mual kalau saya sebut algoritma atau struktur data 🙁 .
Bagaimana seorang mahasiswa Ilmu Komputer belajar? Saya mencoba memberi gambaran umum dengan mengambil studi kasus bagaimana jurusan ilmu komputer di Saitama University mengatur kurikulumnya. Saitama University bukan termasuk universitas yang terbaik untuk ilmu komputer, umurnya masih sangat muda dengan SDM pengajar (professor) yang juga terbatas, bahkan beberapa professor diambil dari jurusan elektro untuk beberapa mata kuliah tertentu. Ini tidak mengurangi keseriusan universitas untuk menyajikan pendidikan dan kurikulum terbaik untuk mahasiswa-mahasiswanya.
Saya mulai program undergraduate (S1) di Department of Information and Computer Sciences, Saitama Univesity tahun 1995. Tingkat I (semester 1 dan 2), mata kuliah dasar (kiso kamoku) sangat dominan. Kalkulus, statistik, probabilitas, fisika dasar, kimia dasar, discrete mathematics, dan mata kuliah dasar lain banyak diajarkan. Semester 2 sudah ada beberapa mata kuliah jurusan (senmon kamoku) yang diajarkan, diantaranya adalah bahasa pemrograman, bahasa C (prosedural), HTML, dengan praktek lab untuk mengenal Unix, shell, text editor (emacs), laTeX (TeX), gnuplot, kompiler, teknik typing 10 jari, dsb. Pada saat masuk tingkat II (semester 3), saya menyadari bahwa mata kuliah tingkat I membekali saya dengan beberapa tool dan konsep dasar, sehingga saya bisa survive mengikuti proses belajar mengajar di tingkat selanjutnya. Lab komputer hanya berisi Unix terminal. Seluruh laporan dan tugas harus ditulis dengan laTeX dengan text editor emacs, apabila memerlukan bahasa pemrograman harus dibuat dalam bahasa C dan dikompilasi dengan GCC. Apabila ada data yang harus ditampilkan dalam bentuk grafik, bisa menggunakan Gnuplot. Setiap mahasiswa harus mempunyai situs web (homepage), dimana selain berisi aktifitas pribadi, juga berisi seluruh laporan dan tugas yang dikerjakan. Selain lewat situs web, laporan harus dikirim dengan menggunakan email ke professor pengajar, dalam format PS atau PDF dengan source dari laTeX.
Yang menarik, bahwa gaya pendidikan yang ditempuh menganut konsep korelasi, berhubungan, saling mendukung dan terarah dari semester 1 sampai akhir. Skill terhadap komputer dan bahasa pemrograman juga cukup dalam, karena ada kewajiban menguasai bahasa C, HTML, Unix, Linux, Shell, dsb yang bukan untuk ritualitas mata kuliah semata, tapi untuk bekal sang mahasiswa supaya bisa survive di jenjang semester berikutnya. Apakah tidak diajarkan paradigma dan bahasa pemrograman lain? jawabannya adalah diajarkan, tetapi untuk konsumsi mahasiswa tingkat 3 (semester 5 dan 6). Pemrograman berorientasi objek (Java), functional programming (LISP dan Scheme), dan Prolog diajarkan pada semester 5 dan 6 untuk membidik supaya sang murid “nyantol” ketika mengikuti mata kuliah Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dan Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering). Dan dengan sebelumnya menguasai bahasa prosedural seperti C, kita semakin “ngeh” tentang pentingnya paradigma berorientasi objek ketika mendalami mata kuliah tentang pemrograman berorientasi objek.
Korelasi mata kuliah ini nampak juga dari deretan gaya pengajaran, setelah mahir berbahasa C, kita diminta ngoprek Minix yang terbuat dari bahasa CÂ (sistem operasi buatan Andrew S. Tanenbaum, yang menginspirasi Linus Torvald membuat Linux) pada mata kuliah Operating System (Sistem Operasi), membuat sendiri shell (dengan fungsi yang mendekati bash dan cshell) diatas sistem operasi yang sudah kita oprek, dan diminta mendesain dan mengembangkan bahasa pemrograman sendiri di mata kuliah Compiler Engineering (teknik kompilasi). Berurutan, berhubungan, tetap fokus dan mendalam, itu mungkin resep desain kurikulum yang diajarkan.
Pada saat tingkat 2 dan 3 itulah sang mahasiswa diarahkan untuk menuju arah kompetensi sesuai dengan yang diinginkan. Dan yang pasti, hampir seluruh mahasiswa mendapatkan “bekal” dan “skill” yang relatif sepadan untuk bergerak. Mahasiswa yang ingin melanjutkan karier menjadi seorang Programmer, disiapkan mata kuliah Struktur Data, Algorithm, Programming Language, Compiler Engineering, Automaton dan Formal Language. Yang ingin jadi Software Engineer, harus fokus mengikuti mata kuliah Software Engineering, Industrial Software Engineering, System Development Engineering, Software Project Management, dsb. Yang ingin berkarier di perusahaan animasi dan grafis, harus serius mengikuti mata kuliah Computer Graphics, Image Processing, CAD Enginering, Pattern Recognition, dsb. Yang siap bergelut di perusahaan Telekomunikasi, harus melahap mata kuliah Information Theory, Communication System, Signal Processing, Speech Processing, dsb. Yang ingin ke arah Hardware, harus menguasai mata kuliah Electronic Circuits, Electronic Devices, Computer Architecture, Quantum Mechanics, Logic Circuits, dsb. Bagaimana dengan yang tertarik dengan Kecerdasan Buatan? harus mau berpusing-pusing ria di mata kuliah Artificial Intelligence, Expert System, Knowledge Engineering, Neural Network, dsb.
Rencana pengembangan karier ini semakin matang dan tertata ketika masuk ke tingkat 4, seluruh mahasiswa harus menjalani 1 tahun terakhir di grup penelitian yang dipimpin oleh seorang professor. Penelitian dan thesis (tugas akhir) sifatnya wajib dilakukan, untuk memperdalam dan memahami implementasi riil dari bidang ilmu peminatan yang direncanakan dan dicita-citakan sang mahasiswa. Apa itu bidang ilmu peminatan? Ya bidang yang sudah saya sebut diatas tadi. Programming, Software Engineering, Communication System, Computer Graphics, Artificial Intelligence, Computer Hardware, Networking, dsb. Masing-masing professor dengan grup penelitian biasanya fokus di satu atau dua bidang ilmu peminatan, termasuk didalamnya penelitian yang dilakukan dan mata kuliah yang diajar. Tidak ada seorang professor Software Engineering yang mendapat jatah mengajar mata kuliah Computer Graphics, karena memang bukan bidangnya. Kalaupun bisa memberikan, tentu tidak menguasai the root problem (akar permasalahan) yang ada di bidang tersebut, ini yang membuat mata kuliah jadi hambar, tidak mendalam dan mahasiswa jadi bingung memahami apa hakekat dari mata kuliah tersebut.
Jadi masing-masing mata kuliah ada arah, ada desain yang ingin dicapai, dan ini yang dijelaskan di awal perkuliahan. Tidak ada kegiatan OSPEK yang berisi penyiksaan dan penghinaan, tidak ada hura-hura pesta masuk perguruan tinggi, yang ada adalah penjelasan tentang kurikulum secara komprehensif. Sang mahasiswa ingin menjadi apa, tertarik di bidang apa, itu yang dibidik dan diarahkan oleh universitas dengan penjelasan desain kurikulum beserta dengan mata kuliah apa yang sebaiknya diambil oleh sang mahasiswa. Jumlah kredit untuk syarat kelulusan S1 juga tidak sepadat Indonesia, hanya sekitar 118, sudah termasuk didalamnya penelitian dan tugas akhir yang dihitung sekitar 10-12 kredit. Jadi total kredit dari mata kuliah hanya sekitar 106. Kelonggaran waktu yang ada dapat kita gunakan untuk kerja parttime di perusahaan-perusahaan IT, mengasah kemampuan jadi programmer, network engineer, admin, software designer, dsb. Mahasiswa mendapatkan konsep di kelas, dan mematangkan diri di lapangan, tempat kita menggarap project maupun tempat kerja. Itu adalah strategi penting dalam mengkader para computer scientist.Â
Universitas di Indonesia yang membuka fakultas/jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Informatika harus berbenah. Tidak hanya berambisi mengejar jumlah murid karena konsep aji mumpung (mumpung TI sedang booming, terima mahasiswa sebanyak banyaknya 🙁 ), tapi juga harus bertanggungjawab terhadap figur dan karakter hasil didikan dan lulusan universitasnya. Untuk para calon mahasiswa, pilihlah Universitas yang memiliki kurikulum dan dosen pengajar yang baik. Jangan memilih jurusan karena trend, ikut-ikutan teman, atau alasan tidak logis lainnya. Pilihlah karena memang kita berminat untuk berkarier di bidang tersebut.
manajemen perguruan tinggi mesti baca artikel di atas. biar lebih matang mengelola universitas.
Tidak hanya dalam hal dunia pendidikan yang terkadang tidak ada hubungan antar kurikulum, Hal yang serupa juga terjadi pada dunia kerja. Silahkan anda baca lowongan kerja IT, persyaratan yang diminta sering kali tidak nyambung. Misalnya seorang Programmer akan tetapi syarat2nya menguasai TCP/IP, Linux, Network dll..Ini juga harus dibenahi..Karena mungkin itu pula yang membuat perguruan tinggi membuat jurusan mengikuti keinginan pasar. Sebab di Indonesia seorang perkerja IT diharusnkan menguasai segala hal yang berhubungan dengan Komputer baik itu hardware maupun Software…Cappeeeee dddeecchhh
hm..referensi yang bagus.saya sampe tersinggung.hehe
harus belajar giat lagi
seppertinya memang ada yang salah dengan kampusku. 🙂
bukan sombong tapi bodoh.aku dari pertanian dengan belajar bhs pemrogaman 5thn baru paham syntak.mungkin krn belajar komputer sendiri,kata tmn yang dri IT aku belajar tak terarah semua kupelajari.sialnya tak ada yang menolongku kecuali habiskan uang diinternet.menggali ilmu dibalik batu.yang sekolah malah menyiakan waktu.asal tahu saja cangkulku cuma komputer pentium III dapat dari rosokan,yang diberikan orang.dengan pengetahuan kuservis hingga hidup.monitor dikasih tman,buram2 dikit seburam wajah pendidikan kita.
kasihan yang kupunya cuma pengen tahu dan bisa itu saja.
teknologi tak bisa main bola tidak mampu.yang sekolah cuma cari nilai berharap masadepan cerah.tatanan kurikulum kita diatur sama anak gembala yang mengaku Profesor,dari unversitas Negri swasta(Negeri tapi mental swasta).sekolahnya nyontek,semoga saja ijasahnya asli.
bener2 mengecewakan.
saran saja mending bikin kegiatan yang mengacu pada praktek.kalo mo lulus dengan kwalitas yang bisa di pertanggung jawabkan.
karena negeri ini butuh orang yang bertanggung jawab secara pribadi.
Apa kita cuma bangga bisa hormat pada merah putih dan menyanyi…..? itu tidak menyelesaikan persoalan masa depan Negeri ini.
jadi pelawak saja
luar bisa menyedihkan ternyata ya dunia pendidikan kita
pak kulo nderek tanglet pak :
1 .apakah di jepang itu kurikulumnya berbasis open source pak, kok dari tadi yg dibahas tampilan hitam putih.
2 . memang enak klo dipikir pikir kuliah di jepang pak ,banyak waktu luangnya, (*sampai bisa bisnis gadai-menggadai) , tapi apakah kurikulum semua universitas yang ada IT nya seperti itu misal tokyo university dll (* tokyo ada IT nya gk ya.. asal ngomong) , apakah mahasiswa dituntut untuk memilih sendiri ke inginnanya , apakah selain di jepang juga seperti itu pak (* mis MIT dll) dan apakah kuliah s1 disana itu 4 tahun sama kayak di sini pak..
3. apakah s2 nya sesulit s1 atau sama-sama mudahnya pak , terima kasih….
terimakasiih mak rom nambah ilmu terus nih?
Betapa pentingnya pendidikan komputer saat ini,ada baiknya pendidikan komputer di lakukan sejak dini,tetapi tetap dalam pengawasan maksimal dari orang tua agar anak didik kita tidak terjerumus dalam pendidikan komputer hitam yang justru akan merusak masa depan anak tersebut.
maka dari itu peran dari orang tua sangat penting dalam pendidikan komputer pada khususnya dan pendidikan segala bidang pada umumnya.
terima kasih
Artikel yg ditulis sudah sangat lama. Miris dgn keadaan saya skrg d kampus saya memang ad jurusan komputer tp sayang dari pihak kampus blm menemukan dosen mata kuliah yg baik. Sbg c0ntoh apa yg sya alami dan teman2 yaitu di semester 3 kami tak ada dosen delphi dan hmpir beberapa bulan mata kuliah delphi kami kosong walaupun hal in bisa diisi pihak kampus dgn mata kuliah delphi skali tuntas dgn sekali pertemuan, dan lebih parah lg skrg utk smester 4 mata kuliah delphi dan linux kami jg tak ada dosennya. Miris sekali dizaman skrg trnyata susah jg mencari d0sen yg mumpuni dlm suatu mata kuliah
kalo boleh nanya ni om , om tau nggak tempat universitas yang cocok untuk belajar di jurusan ini
wah ternyata banyak yg senasib sama saya >w<
nilai saya bisa dibilang tiap semester bagus, sejauh ini sampe semester 4 paling jelek B. Tapi begitu masuk semester depan saya sudah lupa dgn materi yg diberikan semester sebelumnya..
Mungkin itu krn saya terlalu sibuk menyeimbangkan antara kuliah dan softskill. Saya ikut lumayan banyak kegiatan di kampus, agar tidak melulu datang ke kampus untuk belajar. Tapi ternyata waktu saya jadi sangat padat, sampai tidak sempat memperdalam pemahaman saya mengenai komputer secara otodidak.
:')
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Dunia Tekhnik, menurut saya bidang studi teknik merupakan bidang studi yang sangat menarik
juga banyak hal yang bisa dipelajari di dunia teknik.
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis
mengenai bidang teknik yang bisa anda kunjungi di Lembaga Teknik
saya sangat setuju sekali Pak 🙂