Kekuatan Kata Para Pemimpin
Kepemimpinan membawa arti filosofis suatu energi untuk menggerakkan orang lain ke arah suatu tujuan. Di sisi lain, pemimpin juga merupakan tempat rakyat bercermin. Ketika “perkataan” adalah implementasi strategis untuk menggerakkan orang dan juga membangun pondasi-pondasi sebuah bangunan cermin. Maka kasus rapor merah kepemimpinan negeri kita, bisa kita tarik keatas serat-seratnya sebagai memerahnya nilai dari perkataan para pemimpin.
Kekuatan kata-kata telah membingkai peradaban, membalut perjuangan, dan menggoreskan sandi munculnya para pemimpin besar. Mengantarkan seorang mantan budak barbar bernama Tariq bin Ziyad menjadi pemimpin besar Islam penakluk Eropa. Dengan ucapannya yang cukup terkenal ketika memerintahkan pasukannya membakar kapal-kapal mereka sendiri, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid”.
Kekuatan kata-kata para pemimpin, juga telah menjadi sumbu keberhasilan puluhan proyek mercusuar dan “mission impossible” di Jepang. Adalah kisah sukses pemimpin-pemimpin tak dikenal (mumei no hitotachi), dalam pengembangan teknologi, pembangunan fisik, perbaikan metode pendidikan, dsb. Memberi insiprasi kepada seorang produser TV NHK Jepang (Akira Imai) untuk menyusun acara TV berjudul Project X, dan juga menulis sebuah buku berjudul “Project X – Rida Tachi no Kotoba (Perkataan Para Pemimpin)”.
Terlepas dari kesalahan politik masa lalu, harus kita akui juga bahwa militer Indonesia (baca TNI) adalah salah satu contoh lembaga yang cukup cerdik mewarnai sistem kaderisasi internal dengan menggunakan metode “positive therapy” yang dipondasi oleh kekuatan kata-kata. Maka jargon, mars, slogan, dan doktrin kata-kata bijak para pendahulu adalah “makanan” sehari-hari para taruna muda dan menjadi motivator penting penyemangat pergerakan mereka. Menengok ke dalam sistem pendidikan Islam yang ada, belumlah kita sampai pada suatu tahapan sistem kaderisasi dimana hadits nabi, kata bijak para sahabat dan ulama setelahnya, berkedudukan penting sebagai jargon, cermin ataupun elemen motivator perjuangan kita.
Namun bagaimanapun juga kekuatan kata-kata adalah bagaikan pedang bermata dua. Perkataan para pemimpin, di satu sisi bisa membawa manfaat, tetapi juga bisa membawa kerusakkan yang dahsyat bagi rakyat. Keterpurukan republik kita yang sudah berjalan secara turun temurun, salah satunya juga diakibatkan oleh efek negatif kekuatan kata-kata para pemimpin kita.
Lalu, bagaimana sebenarnya kita harus berkata-kata? Konsepsi dan metode berkata-kata, telah diajarkan secara gamblang oleh Allah kepada kita.
Konsepsi qaulan ma’rufa (perkataan yang baik) (QS. 4:5). Perkataan baik yang mendidik, dan dapat bersifat sebagai cermin dalam tindakan masyarakat.
Konsepsi qaulan sadida (perkataan yang tegas dan benar) (QS. 4:9; 33:70) membawa implikasi bahwa perkataan seorang pemimpin haruslah tegas, benar, straight to the point, dan terbebas dari “pemerkosaan bahasa”. Pemimpin bukanlah seorang orator yang bisanya hanya menipu rakyat dengan kata-kata yang abstrak, “ngeles”, ataupun kata-kata ambigu yang membius. Tegas bukan berarti keras atau kasar, tetapi tegas membawa makna konsistensi dan keteguhan prinsip.
Konsepsi qaulan layyina (perkataan yang lemah lembut) (QS. 20:44). Dilatar belakangi oleh kisah nabi Musa dan Harun yang diperintahkan oleh Allah untuk menghadapi Fir’aun dengan perkataan yang lemah lembut. Allah memberi nasehat kepada kita untuk tetap lembut, meskipun yang dihadapi adalah seorang jahil dan perusak.Tentu ini tidak bisa dihantamkan dengan konsepsi qaulan sadida. Justru ketegasan merupakan pengokoh kelembutan.
Konsepsi qaulan maisura (perkataan yang pantas) (QS. 17:28). Janganlah menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan menyinggung perasaaan, meskipun itu kepada bawahan kita, kepada penerima infaq harta-harta kita, dan juga terutama kepada orang-orang yang lebih tua daripada kita.
Konsepsi qaulan baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)(QS. 4:63), adalah ucapan berbobot yang menyentuh jiwa dan ruh para pendengarnya. Dengan menggunakan “bahasa” sesuai dengan kemampuan massa yang dihadapi, fasih dan jelas maknanya.
Konsepsi qaulan karima (perkataan yang mulia) (QS. 17:23) yaitu perkataan yang penuh adab, rasa hormat dan kasih sayang. Perkataan tidak bersifat menantang atau bahkan merendahkan pendengar.
Mudah-mudahaan kita dan juga para pemimpin kita mendapat bimbingan dari Allah, untuk merefleksikan keenam konsepsi Qurani diatas dalam kehidupan nyata.
Sudah lama saya mencari tokoh panutan muslim dijaman modern yang serba berteknologi tinggi seperti sekarang.
Salute untuk pak Romi…
kalo baca buku ttg kebijakan ekonomi dijaman ke kholifahan Umar bin Khotob di sana tertulis seorang pemimpin negara itu harus memiliki kepandaian dan pengetahuan baik agama serta keduniawian…dan amanahhhh jangan lupa….
sekarang banyak pemimpin yg kurang amanah sehingga hasilnya ya seperti sekarang ini…
selain memang disebabkan oleh konspirasi international yg ingin melakukan perbudakan modern juga karena pemimpiin yg kurang… (dilihat dari segi positif) kalo negatifnya g usah disebutinnnnnn 😀
Ass. Wr. Wb
Mas Romi, perkenalkan nama say Anwar Aonllah (Mahasiswa Semester Teknik Elektro UI -Tenaga Listrik-)
Tadi pagi (kamis, 27 April 2006) saya mengikuti kuliah Teknologi Jaringan Komputer Masa Depan (Dosen Pak Dodi Sudiana).
Koq tadi kuliahnya nggak On-Time jam 8.00 (bukankah di Jepang sangat disiplin???)
Truz.. tadikita ga sempat nanya-nanya soalnya waktunya sudah habis. Kalo bisa, ada waktu buat kita untuk nanya-nanya.
Oia… Mas Romi Keren abiz.. (pengetahuannya)
Kapan-2 ngajar lagi di kita.
Makasih..
Wass
setuju. sekarang banyak rakyat yg mudah ditipu alias dikibulin jg karena “kekuatan kata” lewat media, rakyat tambah sengsara jg karenanya juga karenanya, meskipun rakyat ingin bicara, kepada siapa? percuma…
memahamkan rakyat tentang ini, itu tugas siapa? mau ambil alih? …
Untuk mas Anwar, terima kasih mudah-mudahan nanti saya bisa ke sana lagi untuk tema yang berbeda. Masalah kuliahnya sendiri, saya sudah ada di lokasi sejak pukul 08:00 lho 🙂 Saya menunggu sambil muter-muter kampus UI 🙂 Kebetulan pak doddy agak terlambat karena ada urusan mendadak di rumah.
Salam untuk teman-teman di sana 😉
tolong kirimkan kata bijak ke alamat email saya diatas
Bapak Romi Yang Terhormat.
Saya sangat terkesan dengan tulisan yang bapak sampaikan tentang kekuatan kata para pemimpin. Ok, memamng benar para pemimpin diakui dan tidak pasti memiliki kekuatan yang satu itu, tetapi perlu kita sikapi kekuatan tersebut akan diarahkan kemana. Fenomena yang saya tangkap akhir-akhir ini pemimpin yang kita punyai tidak mempunyai arahan yang jelas dengan kekutan kata yang telah dikaruniakan kepada mereka. Saya tidak melihat adannya konsistensi kata yang mereka ucapkan dalan bentuk real yang seharusnya menjadi implementasi dari yang mereka ucapkan.
Akhir-akhir ini saya mengamati kekacauan yang kita alami tak lebih dari distorsi kata yang muncul dari pemimpin kita baik itu disengaja untuk dipelintir maupun karena salah tangkap dari audience. sebenarnya hal tersebut dapat dihilangkan ataupun diminimalisir jika para pemimpin kita mempunyai jiwa yang telah diwariskan moyang kita yaitu pemimpin yang bisa sepi angin, pemimpin yang bisa ngrekso bumi. Dua hal tersebut banyak diabaikan oleh para pemimpin kita.
Sebagai anak bangsa saya khawatir jika hal ini terus berlanjut maka perjuangan bangsa ini akan terkungkung oleh ribuan motivasi yang dimiliki oleh sebagian yang mengaku bapak bangsa untuk tujuannya saja.
Konsep yang bapak tawarkan saya rasa sangat universal untuk diterapkan, tetapi dari sinilah saya melihat sulitnya para pemimpin untuk menjalankannya. Dengan kekuatan intelektual bapak sekarang, saya rasa sudah saatnya bagi bapak untuk memberikan advice lebih kepada para bapak bangsa untuk lebih mendalami lagi dasar-dasar kepemimpinan yang mengayomi dan melayani.
Salam kenal saya dari anak bangsa. Apresiasi terindah saya untuk Bapak. Terima kasih.
sayangnya pemimpin kita terlalu berorientasi kekuasaan, setelah menjabat seolah lupa tugas dan tanggungjawab terhadap masyarakat bawah yg ikut andil dalam kesuksesannya. saya tidak berfikir sekaligus bermimpi klo bangsa ini akan dipimpin oleh seperti yang bapak tawarkan dalam tulisan. meski ada harapan boesar sekali namun untuk saat ini sulit. di tengah konstelasi politik kita yang semakin menunjukkan superioritas mental orde baru sama sekali sukar dicari yang bener2 special.
sistem apapun yang diterapkan di indonesialagi-lagi logikanya absurd gak jelas.
mari kita pilih pemimpin yang …???
Wah kata-kata yang bijak.
semoga pemimpin kita bisa seperti itu….
terimakasih atas kebaikan mas yg telah sedikit mengurangi kehausan seorang yang sangay dahaga dalam mencari ilmu
Sungguh suatu tugas yang sangat berat sebagai pemimpin karena di akherat nanti akan dimaintai pertanggungjawabannya sebagai pemimpin
Kata-kata pemimpin sungguh dahsyat, masuk ke dalam pikiran bawah sadar pangikut lalu action.
ok bgd kata2nya…
melakukan tindakan sbg pemimpin tidaklah mudah dibandingkan menjadi pemimpin sj..
apalagi pemimpin untuk dirinya sendiri…
Dear Pak Romi yang Terhormat,
saya sepertinya mulai jatuh cinta thd materi2 dan gaya penulisan Bapak. Cuman ada satu yang mengganjal dibenak saya mengenai topik diatas. Maaf,saya kurang setuju jika Pak Romi menuliskan kisah Tariq bin Ziyad sbg contoh yg Bapak ambil,krn masih banyak kisah inspiratif lainnya yg lebih patut ditiru. Kecuali jika memang pak Romi hanya ingin memiliki fans yg seagama dgn bapak (buat non muslim sprti saya tidak boleh). in my opinion, apa yg dilakukan oleh Tariq bin Ziyad adalah sebuah bentuk penjajahan yg sama persis dilakukan belanda,inggris,jepang kpd indonesia. Tidak apa2 jika kita berbeda pendapat perihal ini,dan saya juga mungkin akan menjadi penasaran dengan tanggapan pak Romi. mksud saya simple, spy kita semua tdk perlu terinspirasi dari sifat2 dan karakter2 membenci,merusak dan merugikan sesama umat manusia seperti contoh peristiwa yg Pak Romy sebutkan diatas. Trims.