Komunitas Terdidik: Belajar dari Jepang
Opini kecil, yang saya tulis sewaktu masih tinggal di Jepang. Pernah dimuat di kolom Opini, Surat Kabar Republika, tanggal 15 Juli 2002.
Tiada hari terlewatkan tanpa membaca surat kabar Indonesia melalui Internet. Di sana-sini bermunculan berita mengenai rusaknya moral dan carut marutnya kepribadian masyarakat Indonesia, layaknya sebuah bangsa yang tidak terdidik. Dan kerusakan ini secara signifikan dan menyeluruh melanda berbagai golongan masyarakat Indonesia, dari pejabat atas, menengah sampai rendah, dari anggota DPR sampai menular ke masyarakat umum. Kemudian kalau kita menyimak berita-berita Internasional, sudah menjadi hal yang lazim, bahwa Indonesia selalu memenangi kontes-kontes internasional yang berhubungan dengan sifat buruk. Dari masalah besarnya jumlah korupsi, pelanggaran HAM, pembajakan software, sampai rendahnya masalah sumber daya manusia (SDM).
Pada tulisan ini, penulis mencoba menguraikan tentang bagaimana sebuah komunitas terdidik (knowledged community) dan beradab itu sebenarnya bisa terbentuk dari sesuatu hal yang sangat sederhana.
Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana sebuah komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat dan sikap yang sederhana. Yang pertama mari kita lihat bagaimana orang Jepang mengedepankan rasa “malu”. Fenomena “malu” yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain terbentuk dari sikap malu ini, termasuk didalamnya masalah penghormatan terhadap HAM, masalah law enforcement, masalah kebersihan moral aparat, dsb.
Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan lalu lintas adalah suatu contoh nyata. Orang Jepang lebih senang memilih memakai jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka untuk menunggu lampu traffic light menjadi hijau, meskipun di jalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
Hal menarik berikutnya adalah bagaimana orang Jepang berprinsip sangat “ekonomis” dalam masalah perbelanjaan rumah tangga. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Sekitar 8 tahun yang lalu, masa awal-awal mulai kehidupan di Jepang, penulis sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar pukul 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 10 atau 20 yen. Juga bagaimana orang Jepang lebih memilih naik densha (kereta listrik) swasta daripada densha milik negeri, karena untuk daerah Tokyo dan sekitarnya ternyata densha swasta lebih murah daripada milik negeri. Dan masih banyak lagi contoh yang sangat menakjubkan dan membuktikan bahwa orang Jepang itu sangat ekonomis.
Secara perekonomian mereka bukan bangsa yang miskin karena boleh dikata sekarang memiliki peringkat GDP yang sangat tinggi di dunia. Mereka juga bukan bangsa yang tidak sibuk atau lebih punya waktu berhidup ekonomis, karena mereka bekerja dengan sangat giat bahkan terkenal dengan bangsa yang gila kerja (workaholic). Tetapi hebatnya mereka tetap memegang prinsip hidup ekonomis. Ini sangat bertolak belakang dengan masyarakat negara-negara berkembang (baca: Indonesia) yang bersifat sangat konsumtif. Terus terang kita memang sangat malas untuk bersifat ekonomis. Baru dapat uang sedikit saja sudah siap-siap pergi ke singapore untuk shopping, atau beli telepon genggam baru.
Sifat berikutnya adalah masalah “sopan santun dan menghormati orang lain”. Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan gomennasai (maaf) dalam setiap kondisi yang tidak mengenakkan orang lain. Kalau kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita sempat mengatakan maaf, orang Jepang dengan cepat akan mengatakan maaf kepada kita. Demikian juga apabila kita bertabrakan sepeda dengan mereka. Tidak peduli siapa yang sebenarnya pada pihak yang salah, mereka akan secara refleks mengucapkan gomennasai (maaf).
Kalau moral dan sifat-sifat sederhana dari orang Jepang, seperti malu, hidup ekonomis, menghormati orang lain sudah sangat jauh melebihi kita, ditambah dengan majunya perekonomian dan sistem kehidupan. Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita, hal baik apa yang kira-kira bisa kita banggakan sebagai bangsa Indonesia kepada mereka ?
Bangsa Indonesia bukan bangsa yang bodoh dan tidak mengerti moral. Kita bisa menyaksikan bahwa mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang belajar Jepang, Jerman, Amerika dan di negara -negara lain, banyak sekali yang berprestasi dan tidak kalah secara ilmu dan kepintaran. Demikian juga kalau kita bandingkan bagaimana para pengamat dan komentator Indonesia menguraiakan analisanya di televisi Indonesia. Selama hidup 8 tahun di Jepang penulis belum pernah menemukan analisa pengamat dan komentator di televisi Jepang yang lebih hebat analisanya daripada pengamat dan komentator Indonesia. Dan ini menyeluruh, dari masalah ekonomi, politik, sistem pemerintahan bahkan sampai masalah sepak bola.
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa fakta menunjukkan, secara politik dan sistem pemerintahan kita tidak lebih stabil daripada Jepang, secara ekonomi kita jauh dibawah Jepang. Dalam masalah sepakbola juga dalam waktu singkat Jepang sudah berprestasi menembus 16 besar pada piala dunia tahun 2002 ini, sementara kita sendiri masih berputar-putar dengan permasalahan yang tidak mutu, dari masalah wasit, pemain sampai kisruhnya suporter.
Mengambil pelajaran dari kasus yang telah diuraikan penulis diatas. Ternyata kepintaran dan kepandaian otak kita adalah tidak cukup untuk membawa kita menuju suatu komunitas yang terdidik. Justru sikap dan prinsip hidup yang sebenarnya terlihat sederhana itulah akan secara silmultan membentuk suatu bangsa menjadi bangsa besar dan berperadaban.
Proses penciptaan budaya hingga menjadi refleks sensori-motorik yang dibangun Jepang dibangun tidak mudah -juga tidak sulit juga seharusnya-
Ibarat kereta, lokomotifnya harus punya tenaga ekstra untuk mengangkut gerbong-gerbong yang sudah berkarat dan lapuk oleh tradisi malas dan korup. Jangan ragu untuk membuat gerbong yang memang sudah sangat berkarat dan lapuk karena otomatis akan menghambat kecepatan laju kereta. Gerbong ini bukanlah kepala negara -orang selalu salah menilai pemimpin adalah kepala negara/presiden-. Gerbong itu adalah mental dan keinginan yang kuat dari tiap orang. Jepang bisa maju karena keinginan & dendam yang kuat terhadap Amerika dan Perang Dunia II.
Jepang, dari segi fisik geografis jelas kalah jauh dibandingkan kita. Tapi biar bagaimanapun juga Jepang dibangun atas prinsip dan kebudayaan yang mengakar kuat. Sampai sekarang pun saya masih heran karena tak sampai 35% dari para businessman/woman di Jepang yang menggunakan bahasa inggris untuk pengantar komunikasi mereka. Tinggal bagaimana kita saja dengan kerendahan hati untuk mau/sudi belajar dari mereka yang jauh lebih maju. Tidak terkecuali Jepang.
Just my opinion.
saya, sangat terkesan dengan pengalaman mas tadi. terus terang saya sangat termotivasi pada apa yang mas katakan saat mengadakan kuliah umum di kampus saya, STSN. Waktu itu, mas sempat mengatakan bahwa budaya disiplin di jepang sangat menonjol, tidak seperti di negara kita. Ada juga kisah mengenai mahasiswa jepang yang sangat rajin dan belajar dengan keras. Hal ini yang sangat penting untuk kita tiru dan kita contoh. terimakasih. Semangat dan motivasi melalui kisah-kisah keteladanan sangat kami perlukan sebagai masyarakat indonesia ditengah kondisi masyarakat yang seperti ini.
Rasanya kurang relevan membandingkan budaya kita dengan budaya jepang. Kalau mau melihat ke akar konteksnya, bangsa kita merupakan multikultural, kondisi alam yang gema ripah yang membawa kenyamanan (sekaligus keterlenaan), ajaran agama yang mengutamakan akhirat, efek, dominasi dan pembodohan serta adu domba penjajah 350 tahun plus, rezim orba, dan kemiskinan di awal abad 21. Semuanya saling bersimbiosis sehingga mengaburkan kultur bangsa kita yang sebenarnya. Dan satu lagi, apakah budaya jepang tentang konsep Ketuhanan menjadi acuan mereka. Karena sepengetahuan saya, jikalau suatu budaya tidak mengerti tentang konsep Ketuhanan, maka acuan budaya tersebut adalah konsep humanisme yang akan menjadi jalan hidup yang dipegang oleh masyarakatnya. Dan budaya seperti ini tentu telah terbentuk dalam waktu yang lama.
Hal yang sangat menarik untuk ditiru oleh bangsa kita…
secara pribadi, saya merasa heran juga pada bangsa indonesia ini. ingat carutmarut gaya indonesia mampu mengalahkan kekacauan negara berkembang manapun.
maunya apa, keinginannya apa?. padahal seandainya kita mau menyikapi hal yang sifatnya umum tentu kita mengerti, tapi bila kita menyikapinya disisi yang lain (bersifat pribadi) tentu kita tidak akan tahu jawabnya, karna hanya pribadi masing-masing yang dapat mengerti.
contohnya keegoisan dalam persepakbolaan, pemerintahan korupsi.
masyarakat “Indonesia” merupakan salah satu bangsa yang berkebudayaan tinggi, tapi mengapa koq kebudayaan tersebut malah kita pudarkan begitu saja, budaya maaf sebenarnya dimiliki bangsa indonesia, hanya saja rasa kesadaran itu sendiri sering tidak di praktekkan, teori biasanya yang paling jago. (alasannya prestise-lah, harga diri,atau hal lain yang bersifat psikologis)
Sebenarnya, di masa kecil, entah di TK atau di kelas I SD (aku gak begitu ingat), kita diajarkan beberapa hal seperti sopan santun. Kita diajarkan untuk tidak nyontek. Kita diajarkan untuk menghormati orang lain. Kita diajarkan untuk menyeberang di zebracross atau di jembatan penyeberangan. Kita diajarkan untuk mengucapkan terimakasih kepada orang lain bila dibantu oleh orang tersebut, sekecil apapun bentuknya. Kita diajarkan untuk mematuhi rambu lalu lintas. Kita diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Lalu apa masalahnya?
Masalahnya adalah, karena orang-orang dewasa yang mengajarkan kita, tidak memberi contoh yang baik. Ataupun kalau mereka memberi teladan kepada kita dan kita menirunya, orang lain langsung dicap sebagai “bodoh”, “tidak realistis”, “tidak praktis”, “terlalu kaku”.
Saya pernah berantem dengan seorang teman hanya karena saya ingin menyeberang menggunakan jembatan penyeberangan sementara teman saya terlalu malas dan ingin langsung menyeberang di bawah.
Saya jadi ingat kritikan teman dari Yaman: “You guys, Indonesians, never say thank you to other people, do you?”
**Jleb..
Hati ini langsung merasa terluka.
Aku jadi ingat, di Australia, ketika orang-orang sana terbiasa mengucapkan terima kasih, komentar teman saya dari Indonesia adalah: “Ah.. orang sini (Australia) kebanyakan terimakasih. Kayak robot”
Aku jadi ingat, bapak saya pernah beberapa kali cerita, betapa ia diejek oleh teman-temannya, hanya karena ia membiasakan diri mengucapkan “terima kasih”, kepada mbak-mbak dan mas-mas yang ada di gardu tol.
Saya ingat, seorang teman dari Jakarta (kuliah di Bandung) pernah tersinggung di warung KAGAMA, UGM Yogya, karena diminta ibu-ibu untuk mengucapkan “terima kasih” (kebetulan.. itu peraturan di warung itu).
Ini bukan masalah budaya… karena nyatanya, apa yang ditulis mas Roni di atas, saya juga menemuinya di Australia (Brisbane), saya juga pernah diajari hal-hal seperti itu di masa kecil saya, dan ibu-ibu KAGAMA di Yogya mencoba mendidik kembali melalui warung-warung mereka.
Ini hanya masalah, kita egois untuk bersikap seperti itu.
I love indo……
Meski kayak gini keadaannya, kita yang harus bangun dan memulihkan keadaan indonesia tercinta ini. Yang diperlukan oleh bangsa ini adalah pembangunan mental dan karakter.
Saya sangat sedih melihat orang Indonesia pada umumnya berpikir pendek. Seperti yang seperti ini: banyak sekali rakyat kita yang pola hidupnya hanya memikirkan hari ini saja. Masyarakat Papua misalnya, dari mendulang emas liar mereka bisa dapat Rp.800ribu perhari, tapi habis saat itu pula.
Di Pulau Jawa lain lagi, 1 tahun kerja keras, banting tulang. Habis saat lebaran untuk pamer di kampung. Mental “biar tekor asal kesohor”.
Di Manado ada lagi, masyarakatnya malas. Kerjanya mabuk2an dan malas2an.
Di Medan orang Tionghua nya parah, tukang jeblok utang dan ahli tipu2.
Masih banyak sekali deh pokoknya.
Anak mudanya tidak suka dan cinta produk dalam negri. DPR nya sibuk minta naik gaji terus. Hukum diperkosa, rakyat dirampok, anak2 kurang gizi, birokrasi berbelit, korup dimana2. Semuanya sudah dalam tahap mengkhawatirkan.
Mana mungkin disamain sama Jepang??? Jauh!
Sekarang pertanyaan yang muncul: dimanakah kita berdiri saat ini saat bangsa kita ini terpuruk? Ok, kita sudah tahu ini semua. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki semua ini?
Tidak ada yang menyamakan dengan Jepang atau bangsa maju lain. Justru kita belajar dari mereka, belajar dari siapapun yang mungkin sistem dan kehidupannya lebih baik. Itu saja intinya š
Mulailah dari diri kita sendiri…
Jer basuki mawa bea…. semua itu butuh pengorbanan…..
Hello Romi:
Aku cinta Indonesia! I love Indonesia indeed.
Sangat menarik pengalaman Anda. Saya mengamati hal serupa ketika beberapakali berkunjung ke Jepang. Having lived in Europe and the US, kepala dan batin ini berputar tanpa bisa mengelak ‘perbandingan’ antara bangsa kita dan bangsa lain. Membaca surat kabar Indonesia via internet, seperti yang Anda lakukan, justru membuat hati saya ngeres. Pertama, saya merasa ada yang ‘hilang’. Mungkin saya terlanjur percaya jejalan doktrin di sekolah dulu bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudi luhur, berkarakter mulia, superior dari sisi etika yada yada yada. Kedua, melalui pengalaman pribadi, apabila saya membawa dan menerapkan secara mutlak karakter sebagai orang Indonesia …. aduh, rasanya babak belur di tanah orang. Alhasil, dimana bumi di pijak, di sana langit dijunjung.
Singkat kata, saya berharap ada forum di intenet yang membuat semacam ‘self-analysis’ mengenai bangsa Indonesia. Mari membuka diri dengan mengenali kekuatan dan kelemahan kita. Yang jadi masalah, kalau orang Indonesia yang sedemikian “memandang” pemimpinnya ternyata tidak diberi contoh yang baik oleh sang pemimpin (misalnya gemar naik pitam dan tersinggung besar bila dikritik), this trait just makes things worse!
Last but not least, saya mengamati bahwa bangsa kita perlu memperbaiki kemampuan ‘berbeda pendapat’, bukan hanya dalam rapat dan seminar, melainkan dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan berpolitik. Sifat terlalu ‘mudah tersinggung” dan dendam tidak akan membantu dalam mengakali perbedaan pendapat, kan?
Lapangkan isi dadamu, Indonesia!
Cheers, Uberswot
Salut buat Jepang. Memang Jepang dikenal sama kedisiplinan & adat istiadat Jepang yang selalu hormat dengan kata2nya gomennasai. Justru kita bisa belajar dari mereka.
Akhir – akhir ini bangsa Indonesia benar – benar mengalami degradasi moral & kehilangan keteladanan. Nah bagi kita yang sudah tahu & mengerti, kita bisa memulainya dari kita sendiri. Kita setia dalam perkara -perkara kecil. Misalnya saja kalau mau buang sampah ya harus di tempatnya donk. Kalau tidak kita yang memulainya siapa lagi. Artikel ini bener2 membangun kita semua. Gambatte Indonesia!!!!!!!!!
Wah, saya juga sangat salut terhadap Jepang. Sebagai mahasiswi Indonesia yang sekarang sedang belajar di Jepang, saya sangat merasakan perbedaan2 seperti yang diceritakan Mas Romi. Betapa orang Jepang itu disiplin, saling hormat, dan ekonomis. Sesama tetangga biarpun tidak begitu kenal, tapi kalau bertemu selalu saling sapa. Kalau di jalan, hampir tidak ada mobil yang saling berebutan. Kalau lampu merah, mobil2nya langsung berhenti benar2. Pokoknya teratur dan waktu itu sangat dihargai.
Saya juga ikut terbawa dengan perilaku mereka itu. Saya jadi sering berpikir, entah kapan Indonesia bisa jadi seperti Jepang ini. Sepertinya akan makan waktu yang lama sekali ya. Tapi memang pada intinya, semua harus dimulai dari diri sendiri.
Indonesia mo dekiru yo! Makenai de!
Luar biasa..
Saya sangat terpengaruh dengan sikap dan kedisiplinan orang Jepang. Bagaimana tidak, sikap-sikap seperti menghargai waktu, orang lain, budaya dan lainnya, adalah modal utama pembentukkan karakter individu suatu bangsa. Kita lihat bagaimana majunya kondisi perekonomian di sana, Luar biasa! Pendidikan (Ilmu) benar2 sangat dijunjung tinggi. teknologi maju dengan pesat dan bisa melebihi negara2 maju lainnya, dan di bidang2 atau sektor lainnya, mereka lebih unggul. luar biasa!!
bukan berarti bangsa kita lebih jelek darinya, namun jadikanlah ini sebagai cerminan untuk kita semua, agar terus menginstrospeksi diri dengan lebih baik! Mulai dari individu yang memiliki karakter disiplin, menghargai dan menghormati orang lain, siafat seorang pembelajar sejati, dan sifat kerja keras dan cerdas, ulet, pantag menyerah.Sudah saatnya bangsa ini bangkit..!
Saya kira Indonesia akan maju, insyaAllah.
Tanpa harus belajar dari Jepang.
Tidak perlu belajar dari Jepang. Orang jepang itu tolol, bodoh, porno dan tidak aturan.
Pelajari dari jepang teknologinya saja.
Masalah etika, akhlak dan budaya. Agama saya (Islam) dan budaya saya (Jawa) lebih baik dari apa-apa yang mereka punyai.
Use your systemic thinking….. jangan seperti Kura-kura dalam perahu…..
mr.ali akbar anda benar
wassalam…
Mas Ali dan mas Ibrahim,
Kebenaran dan kebaikan bisa keluar dari siapa saja. Dan selama itu positif Insya Allah tidak ada ruginya kita belajar dari siapapun di dunia ini š
> Tidak perlu belajar dari Jepang. Orang jepang itu tolol, bodoh, porno dan tidak aturan.
Mohon maaf, saya pikir terlalu naif kita mengatakan hal diatas. Kalau ada kebaikan mari kita ambil, dan kalau ada keburukan mari kita buang. š
Salam,
RSW
Apa yang Pak Romi katakan sama seperti perkataaan ayah saya yang pernah tinggal di Jepang.memang bangsa jepang bangsa yang benar2 sangat disiplin, mempunyai sifat ekonomis dan juga sangat patuh terhadap norma2 dan adat istiadatnya, dan saya salut thd orang Jepang.Ini perlu kita contoh! tetapi bagaimanapun juga sebagai orang Indonesia kita tidak usah sedih dan tetap berjuang untuk negeri ini. Watashi wa Indoneshia ga suki desu.
and the last, i just want to say,
Let’s together make changes to our love country Indonesia,
begin from ourself and then other people,
Now or Not at all.
Buat mas Ali dan mas Ibrahim,
Maaf sebelumnya.. saya cuman mau nanya, pendidikan terakhir mas Ali dan mas Ibrahim apa yach?
(apakah SD, SMP, SMU/sederajat atau udah Sarjana)
Makasih, Salam.
KSP
Sumimasen, watashi wa Maruli desu. Yonnensei no gakuseide, kita sumatora no daigaku.
Chotto, shitsumon ga arun da..
Shigoto wa nihon de Indonesiajin ni dou desuka?
Muzukashi desuka?
Kotaeru no wa, doumo arigatoo gozaimasu.
klo boleh tau om saya mau tau tentang kehidupan di jepang?? coz saya mau ikut lomba mengarang, bls ke email ya oM! thx
tulisan yang bagus, meski saya belum dan mungkin gak pernah tau kapan bisa ke jepang,tapi saya tau jepang negara yang super disiplin,klo pun ada yang tidak,nilainya jauh lebih sedikit dibanding yang disiplin,
klo diindonesia bisa saya bilang kebalikan dari jepang,sedikit yang disiplin banyak yang enggak,
tanya kenapa?
mari belajar dari yang ada….
aq memang setuju dengan kata mas romi karna saya tau sendiri jepang itu secara dekat ,dan saya pernah tinggal di jepang selama 3 tahun memang jauh perbedaannya ma indo jepang maju karna cuman modal ganbatennya aja gak gampang putus asa,deskara indonesiya jin wa mina de cikara o awasete indonesia no tameni sikari canto nan no koto mo yate kudasai akiramenaide kudasai……ganbarimassssssssss….
kira-kira berapa tahun lagi yah kita bisa kayak jepang??
saya adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas swasta di bandung.berdasar dari pengalaman n pengetahuan yang ada saya sangat kagum dengan budaya jepang, disini hal yang paling menonjol adalah sifat rajin dan mau bekerja keras menghargai waktu.Berdasar pengalaman yang pernah saya dengar dari beberapa orang yang mengerti n pernah belajar mengenai kebudayaan jepang khususnya mereka yang pernah tingggal di jepang n belajar beradaptasi dengan situasi dan kondisi masyarakat jepang.Dan berdasar suatu arikel yang pernah saya baca tentang Jepang, dari situ saya membaca n mengerti bahwa budaya jepang sangat kuat hal ini pada dasarnya dipengaruhi oleh keadaan geografis alam jepang yang secara langsung mempengaruhi sikap dan pola berpikir mereka.Sebagai contoh jpeng memiliki 4 musim yaitu musim bunga,gugur,semi, dan musim hujan.Dari situ mereka memiliki pemikiran yang dituntut untuk bekerja keras untuk mempersiapkan diri menghadapi musim yang datang dan mempersiapkan diri untuk musim yang akan datang selanjutnya.Wilayah geografis jepang yang tidak terlalalu luas menjadikan mereka memiliki rasa kekeluargaan n rasa malu yang sangat besar..mereka menjadi bangsa yang maju n memilki kualitas sumber daya manusiaa yang sangat maju karena pada dasarnya mereka sadar apa yang menjadi kelemahan merika dan menjadikan kelemahan itu menjadi motivasi ke arah sikap pembentukan yang lebih baik.n itulah yang saya dapat saya berikan komentar.everything in this thing its start with little thing n from the little thing we know the huge things.
Thanks
aq mo tanya brp harga apartemen yg termurah di Jp ya? trus kebutuhan apa aja yang dibutuhin klo belajar di sono.
hajimemashite, Watashi wa henra desu, dozoyoroshiku. saya mau tanya berapa pengeluaran rata-rata untuk hidup di nippon? saya ingin mengetahuinya. Arigato.
Dan juga bagaimana cara berkomunikasi dengan orang jepang dengan sopan, apa yang saya harus lakukan agar saya tidak menyinggung perasaan mereka, dan juga soal tatakrama dengan mereka?
# Tan: Biaya hidup tergantung wilayah, agak susah kalau anda tidak menyebut di kota mana akan tinggal. Saya dulu hidup di Saitama-ken, sepertinya sekitar 80-100.000 yen/month bisa hidup pas-pasan. 150.000 yen/month bisa sedikit lega, dengan apartemen yang agak baik š
# Karin: Ini juga sama, tergantung di mana kita tinggal. Kalau di daerah apartemen ada yang cuman 20.000 yen/month. Cuman di area kanto, sepertinya diatas 40.000 yen/month untuk agak normal.
saya kira jepang memang sudah memiliki sifat yang mendarah daging dalam dirinya.sifat yang pantang menyerah dan disiplin serta disiplin yang tinggi membuat negara mereka maju. sejak zaman dahulu mereka selalu menjaga dari pengaruh dari luar jepang yang membuat mereka tidak kehilangan jati diri mereka.dan untuk era modern dekarang ini mereka tetap menjaga kelestarian budaya mereka .lain halnya dengan indonesia yang sangat terpengaruhi oleh dorongan globalisasi tanpa peduli dengan negara mereka sendiri. sebenarnya indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang bisa membuat maju bukan hanya kebudayaan tapi kepribadianya juga sangat bagus dan diakui oleh penjajah indonesia tapi setelah merdeka indonesia lupa dengan jati diri nya sendiri. kebudayaan ading malah di sanjung tinggi
budaya kita sejak kita sekolah adalah budaya lapo-lapoan yaitu budaya kalo kita melakukan sesuatu yang sifatnya agak maju sedikit saja orang tidak terima dan mengucapkan lapo-lapoan atau apa-apaan itu. entah sejak kapan itu mulai dan herannya ketika korupsi terjadi, orang yang menentang dikatakan lapo-lapoan. bagaimana bisa maju kalo begini budaya itu demikian kuat di benak masayarakat indonesia. jadi solusinya kita balik saja lapo-lapoan kamu kok lapo-lapoan. pasti romo satria kalo ngomong masalah jepang gini tanggapan bawah sadarnya bilang lapo-lapoan kata bawah sadar masyarakat kita. kalo sadarnya sih membetulkan
beginilah budaya kita bukan harus dibuang atau ditiru tapi harus meniru juga dari budaya baik negara lain
sy tertarik sekali dengan paparan mas romi ttg jepangnya. hal serupa juga saya dengar dari kakak saya yang baru tiga bulan lalu pulang dari jepang, setelah tiga tahun menjadi kenshusai (bener khan nulisnya) di prusahaan daerah nagoya!!! dari sini saya tertarik untuk membuat penelitian skripsi saya tentang kehidupan “buruh” (atau apalah terjemah dari kenshusai) indonesia di Jepang. mungkin mas romi bisa bantu saya menyelesaikan skripsi saya.kajian skripsi saya nantinya adalah komunikasi antarbudaya!! barangkali mas romi punya cerita bagaimana kehidupan orang indonesia di jepang, khususnya para kenshusai.
bila berkenan mohon dibalas ke alamat e-mail saya!!domo arigato gozaimashita…
Pak Romi,
Terima kasih atas berbagai artikelnya yang sangat bagus dan bermanfaat. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari blog ini. Dalam kesempatan ini saya juga minta ijin untuk me-link blog Bapak dan juga beberapa artikelnya. Semoga berkenan dan semoga panjang umur. Salam
hhmmm….
yg salah sapa yah…
klo saya takjub sama org jepang tu klo mereka nyusun sandal ato sepatu pada tempat2 yg dilarang mengenakannya, berjajar rapi dan kadang tersusun menghadap pintu keluar ga kek susunan sandal yg sering saya jumpai ketika solat jumat.
yg spt itu bukan budaya, melainkan sikap dan prilaku.klo menurut saya masalah di indonesia itu sepele kita tidak bisa menjadi contoh bagi orang lain.guru melarang siswa merokok, tapi didalam kelas dia sendiri merokok.dosen melarang mahasiswa menyalakan ponsel, di kelas sang dosen dgn arogan ber sms-an dihadapan mahasiswanya. Orang tua menyuruh anak2nya solat, namun mrk sendiri jarang solat.
Buat Mas Ali dan Mas Ibrohim
Pendapatmu syah syah aja,tapi tolong jangan cuma omomng doang ! buktikan kamu bisa jadi tauladan minimal untuk diri sendiri !
mungkin rektor ilmukomputer punya teman(mahasiswa jepang dan mahasiswa indonesia: paling khusus) yang ada s2 s3 di jepang bisa saya minta E-mailnya
#Basyir: Banyak om, gabung saja ke milis ppijepang š